PART 07

19.5K 1.1K 30
                                    

PART 07

Thanks, tapi gak usah nyari-nyari kesempatan buat megang-megang anak gadis orang,” ucap Nara pelan sembari menyikut Martin sekaligus melepaskan dirinya. Ia pun langsung mengambil jarak aman, supaya mereka berdua tidak terlalu berdekatan.

Martin tertawa santai, kemudian menyeringai usil kepada Nara. “Masa sih masih gadis?” tanyanya dengan nada bercanda. Sama sekali tidak sedang merendahkan. Karena ia memang sangat hobi menggoda Nara. “Jangan-jangan cuma statusnya aja nih.”

Martin terkekeh geli. Sedangkan Nara hanya mendengkus samar, sama sekali tidak memberikan jawaban.

Sejurus kemudian, pria itu pun sudah berdecak-decak dan geleng-geleng kepala sok tua. Membuat Nara jadi semakin tidak sabar untuk pergi meninggalkan Martin sendirian di sana. Ia lantas kembali melangkah, ke mana saja asal benar-benar menjauh dari pria yang ... kan, apa ia bilang. Pria itu malah membuntuti dirinya.

“Bisa gak sih jangan deket-deket?!“ tanya Nara dengan nada gregetan yang tertahan, karena sedang tidak ingin kembali menarik perhatian. Cukup kejadian tadi saja yang membuatnya akhirnya sadar jika percakapannya dengan ketiga perempuan tadi sudah sempat menarik sedikit perhatian dari beberapa orang, karena atmosfer di antara mereka memang terasa paling berbeda di antara gerombolan orang yang sedang berbicara di seluruh penjuru ruangan. “Jauh-jauh sana,” sambungnya dengan mata melotot. Penuh peringatan.

Namun, sepertinya Martin ini memang bengal. Karena bukannya menjauh, pria itu malah kembali tertawa santai, lalu mengikuti langkah kakinya Nara yang terlihat sedikit terburu-buru, dan agak kesulitan. Karena gadis itu tengah mengenakan gaun serta heels di kedua kakinya.

Martin geleng-geleng pelan, tampak memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana, dan tetap mengikuti langkah kaki gadis itu yang entah akan pergi ke mana. Ia baru bergerak sigap saat Nara nyaris saja membuat tragedi di acara orang, karena hampir menyenggol seorang serve yang sedang berlalu lalang membawakan gelas-gelas minuman di atas sebuah nampan.

Sementara itu, dari kejauhan, ada sosok Rina yang tengah menyipitkan kelopak mata. Ia sedang mencoba mengenali sosok seorang gadis yang tengah dipeluk oleh putra sulungnya. Karena matanya tadi memang sedang mengitari seluruh ruangan untuk mencari keberadaan sang putra.

“Eh, Pa.“ Rina menepuk pelan bagian belakang tubuh suaminya, sementara matanya masih terus menyorot ke satu objek yang sama. “Coba kamu lihat tuh. Anak kamu.”

Fadil menoleh ke arah istrinya, lalu mengikuti arah pandangan wanita itu untuk melihat hal yang dimaksud.

“Itu ... Nara bukan, Pa?“ tanya Rina yang sedikit meragu.

“Lho?!“ Fadil sampai memundurkan kepalanya sedikit karena merasa terkejut. “Iya. Nara itu,” sambungnya dengan nada yakin. Karena matanya belum rabun. “Mereka pacaran?“ tanya Fadil yang mulai menyimpulkan. Karena putranya itu terlihat sangat serasi dengan Nara serta busana biru pastel mereka berdua.

Memang sih sebenarnya bukan hanya Martin dan Nara saja yang memakai busana dengan warna serupa, tapi ... karena kedua orang itu terlihat sedang bersama, dan keduanya pun sudah saling mengenal, jadi Rina dan Fadil pun kompak menarik kesimpulan. Kalau Martin dan Nara memang sengaja sedang janjian agar mamakai baju dengan warna yang sama. Apa lagi mereka juga tahu jika Martin tadi memang berangkat sendirian dari rumah.

“Waduh ... kalau gini mah kayaknya kita berdua harus ikut turun tangan, Pa.“ Rina tampak menampilkan gurat khawatir di wajah cantiknya yang belum termakan usia.

Fadil mengangguk pelan. Ikut membenarkan. “Tapi, kita harus make sure dulu, Ma. Martin beneran serius apa enggak. Kan percuma kita turun tangan kalau anaknya masih belum mau serius sama anak orang.“

DinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang