PART 25
“Kok kamu gak bilang sih sama Mama kalau di Lombok kemarin ada Gea?“ tanya Rina pada Martin yang siang itu sedang makan siang sendirian di meja makan. Karena anak itu memang sudah melewatkan jam makan siangnya hampir 2 jam-an. Lantaran ini sudah hampir pukul 2 siang.
Martin tak lantas menjawab. Pria itu tampak menelan makanannya dengan pelan, kemudian berpaling ke arah ibunya yang baru saja bertanya. “Mama tahu dari mana?“ balasnya yang malah bertanya balik, bukannya segera memberi jawaban. Padahal, seharusnya sudah jelas, mata-mata Rina memang terkadang ada di mana-mana.
“Orang resort yang bilang. Kan Mama memang sengaja mau mantau kamu,” beritahu Rina dengan nada santai. Selanjutnya, ia pun tampak sedikit menyindir sang putra. “Soalnya Mama curiga, kamu pasti enggak akan nurut sama omongan Mama. Buktinya, kamu malah sekamar sama Nara. Padahal kan udah sempet Mama larang.”
“Ya ... biar hemat, Ma.”
“Hemat, hemat ... hemat apanya?” Rina mendengkus dengan sebal. “Bilang aja kalau kamu mau cari-cari kesempatan, tapi gak pa-pa. Seenggaknya di kamar kamu ada Nara, jadi Mama bisa tenang, kamu enggak mungkin selundupin Gea ke sana.”
Martin langsung menggeleng pelan, terlihat tak habis pikir dengan kalimat ibunya barusan. “Kayak aku pernah selundupin dia ke kamar aja, Ma. Kan enggak?”
“Ya, siapa tahu. Dia kan doyan godain kamu.”
Martin hanya diam, tidak menyahut. Ia malah kembali melanjutkan acara makannya saat itu. Sementara Rina yang sejak tadi sudah ikut duduk, kini tampak sibuk menunduk, menekuni ponselnya. Hingga akhirnya, ia pun kembali bertanya.
“Mas, kamu sama Nara lagi marahan ya?”
Kali ini Martin sontak menoleh kaget ke arah ibunya. “Kok ... Mama tahu?”
“Nebak aja, soalnya Mama lagi chat-an sama dia.“
Martin lantas cepat-cepat mengecek ponselnya yang ada di atas meja. “Tapi, chat aku masih belom dibaca,“ gumamnya kemudian. Karena 3 buah chat darinya masih centang dua abu-abu, dan belum berubah warna. Padahal biasanya tidak seperti itu. Karena Nara bukan jenis orang yang akan mematikan fitur last seen di WhatsApp, serta menonaktifkan laporan dibaca.
Rina hanya mengangkat bahu. “Berarti bener? Kalian lagi marahan? Kok bisa?” tanyanya dengan nada heran.
“Namanya juga pasangan, Ma. Pasti ada aja sleknya.“ Martin sengaja tidak berterus terang, karena ia tidak mungkin menggali lubang kuburannya sendiri dengan mengatakan kepada ibunya jika Nara sedang marah gara-gara dirinya yang hampir membuka celana gadis itu saat mereka tengah asyik bermesraan. “Memangnya tadi Nara bilang apa sama Mama?” tanyanya yang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
“Enggak bilang apa-apa sih, soalnya Mama cuma mau ngajak dia shopping bareng hari minggu nanti. Udah diiyain, tapi dia bilang jangan ajak kamu pas Mama bilang biar nanti kamu yang nyetirin.”
Martin hanya memasang raut wajah masam setelah mendengar penjelasan dari sang ibu, dan itu artinya Nara sudah memiliki rencana untuk marah kepada dirinya sampai beberapa hari ke depan. Karena hari minggu yang dimaksud oleh ibunya barusan itu masih 4 hari lagi.
Sial.
“Tapi, Mama heran deh. Kalian kan baru pulang dari Lombok, kok malah marahan begini? Jangan-jangan masih ada sangkut pautnya sama Gea lagi.”
Martin yang sedang minum, nyaris tersedak, dan segera menyahut. “Ini enggak ada hubungannya sama Gea, Ma.”
“Yang bener?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...