#10 - start over

30.1K 2.3K 47
                                    

Kama mengurung diri di dalam cabin begitu mereka sampai kapal. Ia naik ke atas ranjang kemudian menarik selimut hingga menutupi kepalanya.

Ethan sempat menahan lengannya sebelum ia melarikan diri, hendak mengajak Kama bicara—yang tentu ditolak mentah-mentah oleh gadis itu.

"Aku mau sendiri, Mas," katanya final. Membuat Ethan melonggarkan genggamanya di lengan Kama dan membiarkan ia pergi dengan tatapan sendu.

Kama tak berhenti menyebut dirinya bodoh. Sejak awal dia tahu Ethan masih memiliki pengaruh yang besar untuknya. Tapi apa yang Kama lakukan? Memberi celah dirinya terbuai karena jauh di sudut paling dalam hatinya, dia merindukan Ethan.

Dia masih merindukan pria itu setiap harinya.

Melihat Ethan satu kali tak cukup untuk Kama. Melihat dua kali membuat Kama ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Ethan.

Lebih buruknya, ketika Ethan menyentuhnya, perasaan Kama menjadi campur aduk. Dia takut, sekaligus mendamba. Sentuhan Ethan menghantarkan Kama pada kenangan-kenangan indah yang menggetarkan tubuhnya.

Kama sudah sejak lama mengejar-ngejar Ethan. Dia menghabiskan hidupnya untuk memuja Ethan—bahkan di saat pria itu mempunyai kekasih sekali pun. Ketika Ethan jadi miliknya, mana mungkin Kama akan membiarkan Ethan pergi. Dia akan menunjukkan—rasa kasih sayang dan cinta yang selama ini ia pendam dan tahan pada Ethan sampai pria itu bisa merasakan betapa besar perasaan yang ia miliki untuknya.

Dan Kama tak pernah menyesali hal itu. Mencintai Ethan bukan sesuatu yang harus ia sesali. Begitu pun dengan hubungan mereka, kendati berakhir pahit. Sebab terlepas dari kebohongan Ethan, pria itu memperlakukannya dengan baik. Sangat baik selayaknya seorang kekasih yang menyayangi pasangannya.

Mengingat kenangan yang sempat indah lalu hancur karena sebuah kebohongan membuat Kama kembali merasakan penderitaan yang amat dahsyat. Sekaligus menyandarkannya apa yang terjadi barusan sangatlah keliru.

Kama telah merelakan Ethan. Dia menyadari itu meskipun dengan sebuah kemunafikan--karena dia jelas-jelas hampir membiarkan Ethan menciumnya. Di saat sebelumnya ia berkoar-koar tentang mereka berdua harus saling melepaskan dan menerima. Kama bukan hanya malu pada dirinya sendiri. Melainkan juga pada Ethan.

"Kama?"

Hari sudah sore ketika Kama turun dari tempat tidur dan mendengar Mika memanggilnya. Dia membasuh wajah demi menyamarkan jejak-jejak air mata di pipinya. Kama tentu tidak akan membiarkan Mika tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Ethan.

"Lo seharian tidur?" tanya Mika dengan mata menyipit ketika Kama sudah membuka pintu.

"Di laut bikin tidur gue nyenyak," jawab Kama dengan senyum kecil lantas memberikan ruang untuk Mika masuk ke dalam cabinnya.

"Boring. Lo seharusnya join kita," Suasana hati Mika tampak baik. Dia sangat riang meskipun wajahnya sedikit kusam karena seharian di luar dan bermain air. "Gila! Aren jago banget main jetski."

"Dia emang suka banget jetski," Kama menyetujui.

"Indeed. Dia yang banyak ngarahin kami tadi. Tapi penganggum lo itu nggak berhenti khawatirin lo," senyum menggoda terukir di bibir ranum Mika. "Dia juga ngomongin lo mulu sampai ekspresi geng GDO pada asem banget."

"Kayaknya lo harus siap-siap buat party nanti malam," Kama mengalihkan topik. Menengok ke jendela yang di luar sudah mulai gelap. "Gue juga mau siap-siap."

"Dan gue harap lo nggak langsung ilang setelah jam sepuluh ya, Kama." Peringat Mika dengan mata memicing. "How old are you? Jam sepuluh itu jam malamnya anak SD."

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang