#32 - try again

23K 1.8K 185
                                    

Sebab Ethan bersikeras ingin menginap di tempatnya—alasannya sih ingin merawat Kama yang lagi nyeri haid, tapi ujung-ujung tetap saja pria itu mencari kesempatan—sehingga di sini lah mereka berdua sekarang.

Setelah sesi make out, Kama dan Ethan kembali berbaring dengan nyaman di atas tempat tidur. Pelukkan Ethan telah menjadi sesuatu yang paling Kama sukai. Dada pria itu sehangat cahaya matahari. Usapannya selembut angin yang menyapu wajah di udara sejuk. Kama tidak dapat menghitung berapa kali dia membayangkan hal ini selama dua tahun perpisahan mereka.

Ethan dulu memang tidak banyak mengeluarkan kata-kata manis. Akan tetapi, pria itu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Dan itu membuat Kama memupuk lebih banyak cinta untuk Ethan.

Ethan telah menjadi zat adiktif yang membuat Kama kecanduan. Bagi Kama, Ethan adalah segalanya. Ia sangat membutuhkan Ethan dalam hidupnya. Tidak pernah Kama mencintai seseorang selain keluarganya—sedalam ia mencintai Ethan. Namun seharusnya Kama menyadari, jika ia berani mencintai seseorang sebesar itu. Maka ia juga harus berani menerima rasa sakit dan kecewa.

"What are you thinking?" suara Ethan mengalun pelan di samping telinganya. Usapannya berhenti selama beberapa detik, digantikan oleh kecupan lembut di leher.

Seakan-akan bisa merasakan kegelisahannya, Ethan kembali bertanya. "Kamalia, what are you thinking?" ulang Ethan mulai khawatir.

"Nothing."

Kama semakin membenamkan pipinya di bantal.

"I'm sorry," bisik Ethan mengeratkan dekapannya.

"Why are you sorry?"

"Apapun yang kamu pikiran sekarang, dan bikin kamu diam lama kayak gini, pasti itu karena aku."

"Aku cuma keinget lagi soal perpisahan kita."

"..."

"How did you survive after our breakup, Mas?" tanya Kama seraya membalikkan badan menghadap Ethan. Menatap pria itu dengan sedikit rasa penasaran. Sebab seperti yang diketahui, setelah ia mendengar pertengkaran Ethan dengan sang ayah, Kama implusif memutuskan langsung menghilang.

Ethan merespon pertanyaan itu dengan ekspresi suram selama beberapa detik. Perpisahan mereka jelas bukan kenangan indah buatnya.

"I don't know," Ethan menggeleng. "Setelah kamu menghilang dan nggak ada satu pun orang yang mau ngasih tahu kamu dimana, at that time, it was like I lost everything. Aku ngerti alasan kamu nggak mau ketemu aku. But I need you to know the truth. I need to see you and apologize. And says ... you're everything to me."

"Why did you end up ... interested in me? Aku tahu kok aku bukan tipe kamu."

"You don't need to be my type to make me fall in love, Kamalia." Ethan mengangkat tangan, menyelipkan rambut Kama ke belakang telinga dan membiarkan jari-jarinya mengelus daun telinga gadis itu sambil melanjutkan ucapannya. "Before our date, aku punya banyak alasan kenapa kita nggak akan cocok. But reality hit me. You can't judge someone before you know them. The more I get to know you, the more attracted I am to you. Perasaan aku ke kamu terus berkembang selama kita pacaran sampai akhirnya aku tahu aku pengin kamu di dalam hidup aku. Forever. That's why, aku melamar kamu."

"Tapi ... kata-kata kamu hari itu," Kama menggigit bibir. "Kamu ngomong seolah-olah kamu terpaksa."

"It doesn't mean anything. Aku ngomong kayak gitu buat ngancem Papa. But still, seharusnya aku tetap jaga kata-kataku. I'm sorry for hurting you."

"I was hurt," bisik Kama dengan suara mulai serak. Perubahan hormon karena menstruasi membuatnya agak sentimentil malam ini. "Kamu memang jarang ngomong kata-kata manis sama kamu. Tapi kamu nggak pernah mengucapkan sesuatu menyakitkan kayak gitu. When I heard you say that—" Kama tersendat-sentak oleh isak tangis. "—It—it broke my heart into more pieces than my heart was made of. But I still love you with all the pieces. I love you. I really, really, really love you, Mas Ethan."

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang