#22 - sick

31.8K 2.5K 139
                                        

Ethan adalah pria paling workaholic yang pernah Kama kenal. Pria itu bisa tidur hanya beberapa jam bila pekerjaannya membutuhkan atensi darinya lebih banyak. Kama sudah menyadari itu sebelum mereka berpacaran—namun melihat langsung Ethan masih terjaga di tengah malam—memangku laptopnya—membuat Kama agak khawatir.

Serajin apapun Ethan olahraga bila hal itu tak dibarengi dengan tidur yang cukup—potensi untuk Ethan jatuh sakit tetap saja besar. Terbukti, tak membutuhkan waktu lama buat Ethan drop. Kondisinya yang sangat lemah membuatnya harus diinfus. Walaupun begitu, hal itu sama sekali tak menghentikan Ethan. Dia tetap saja mengambil kesempatan untuk membuka laptop—kalau saja Kama tak ada di sana guna mengawasinya.

Kama tahu seharusnya dia mengabaikan rasa pedulinya pada Ethan. Pria itu bukan lagi kekasihnya. Kama tak memiliki kewajiban memberi perhatian seperti dulu pada Ethan. Akan tetap bagaimana caranya jika pria itu sakit di depan matanya?

"Gue rasa buat produk yang ini kita memang harus coba cari supllier lain. I mean, desain kita udah perfect, tapi kalau bahannya masih kayak kemarin, kualitas tetap aja biasa." Ode mengutarakan pendapatkan di tengah meeting. Dari seberang meja, dia mengamati Kama yang diam—tampaknya pikiran gadis itu berada di tempat lain. "What do you think, Kam?"

Semua mata sontak tertuju pada Kama yang masih tenggelam dalam kekhawatiran pada kondisi Ethan. Bahkan helaan napasnya diperhatikan oleh semua orang.

"Kama?" panggil Ode.

Viona yang duduk di sebelah gadis itu ikut mengernyit heran. Dia meyenggol lengan Kama, berbisik pelan," Kama," katanya yang membuat Kama tersentak kaget dan mengerjapkan mata.

"Huh? Kenapa, Vi?"

Viona merotasi matanya. Menunjuk seisi meja yang memperhatiannya. "Ode nanyain pendapat lo?" gumamnya. "...are you okay?"

Kepala Kama berpaling ke depan—pada Ode yang menatapnya dengan salah satu alis naik.

"Sorry," Kama berdeham. Meluruskan punggungnya sambil mengecek iPad-nya guna melihat pembahasan meeting hari ini. "Lo ngomong apa tadi, De?"

"Soal cari supplier lain," meskipun penasaran apa yang gadis itu lamunkan. Ode mencoba tetap fokus pada meeting mereka. "Gimana menurut lo? Desainnya Mbak Molly elegan banget. Sayang aja kalau kita pakai bahan supllier yang lama."

Kama mengangguk. Menyetujui ide itu. "Kemarin Mbak Molly juga ngomong gitu," katanya. "Kebetulan kemarin gue dapat undangan trade expo di ICE BSD, gue rasa kita bisa riset mulai dari sana."

"Acaranya kapan?" tanya Ode.

"Sabtu sama Minggu nanti."

"Yaudah, ntar kita ke sana." Angguk Ode.

Meeting berakhir setelah poin-poin penting selesai dibahas. Kama masih duduk di tempatnya ketika orang-orang sudah keluar dari ruang meeting. Gadis itu meraih ponselnya, ragu-ragu menatap deretan nomor Ethan.

Tanya nggak, ya?

Sepertinya sebelum tahu Ethan baik-baik saja, kegelisahannya ini tidak akan hilang.

"Lo ngelamunin apa sih, babe?" suara Ode mengagetkan Kama. Dia mengangkat wajah. Menyadari Ode belum keluar dan malah menatapnya dengan pandangan menyelidik. "Dari pagi kayak lo kurang fokus gitu."

Kama menelan saliva. Menurunkan ponselnya. "Nggak ngelamunin apa-apa, kok."

Seperti biasa, Kama defensif. Merahasiakan soal Ethan pada Ode bukan persoalan yang mudah. Apalagi Ode mulai sering curiga padanya. Tapi kalau Ode sampai tahu Ethan tinggal di gedung apartemen yang sama dengannya—kemungkinan besar Mika akan tahu. Kama takut, hal itu akan membuat mereka kembali bertengkar.

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang