#42 - say yes

24.3K 2.2K 230
                                        

Kama menatap pantulan wajahnya di cermin. Lingkaran hitam di bawah matanya perlahan-lahan mulai memudar karena siang tadi ia memakai waktunya untuk tidur. Selain demi melupakan hal memalukan yang ia lakukan di depan keluarga Ethan—Kama juga merasa bisa tidur nyenyak setelah bertemu pria itu. Perasaannya membaik. Lebih dari pada itu, ia lega karena Ethan telah menyelesaikan masalahnya dengan keluarganya.

Kama menjepit rambutnya agar penampilan lebih rapi. Malam ini ia mengenakan summer dress putih yang ia baluti dengan cardigan soft blue. Meratakan lipgloss-nya dengan jarinya, Kama kemudian tersenyum ketika penampilan sudah cukup cantik untuk bergabung makan malam dengan keluarga Ethan.

Well, perempuan mana yang tidak ingin tampil cantik di depan pasangan dan keluarganya, kan?

"Cantik banget. Dandan total gini buat siapa, tuh?" suara maskulin dan agar berat milik seorang pria yang bersandar di daun pintu membuat Kama menoleh. Gadis itu tersenyum pada Emir yang melipat tangan dan memandangnya.

"Semua udah pada kumpul ya, Mas?" tanya Kama seraya mendekati Emir.

Laki-laki itu mengangguk. Meluruskan kakinya dan berjalan bersama Kama menuruni tangga. "Yang cowok lagi pada nge-grill. Mika sama Mama tau deh gosipin siapa. Seru banget kayaknya. Muka julidnya menjiwai."

Kama terkekeh pelan. Mendorong lengan Emir yang kalau bicara terkadang suka asal. Sesaat kemudian, Kama mendongak dan memperhatikan lebam di pipi Emir. "Thank you," ucapnya yang membuat mereka berdua berhenti di atas anak tangga.

Emir menoleh dengan kedua tangan berada di dalam saku celana. "For what?"

"Udah nerima hubungan aku sama Mas Ethan," Kama tersenyum. "Well, walaupun aku nggak suka caranya harus dengan kalian barantem dulu."

"Marah nih muka Mas kamu tersayang aku bikin luka?" Emir tak menutupi ke-salty-an kalimatnya.

"Dikit," Kama mengangguk lalu menonjok pelan dada Emir dengan kepalan tangannya yang mungil. "Kenapa mukul pacarku, sih?!"

"Pacar kamu juga mukul aku ya!" protes Emir sambil memegang dadanya seolah-olah tersakiti. "Aku udah belain kamu lho. Gini balasan kamu sama aku?"

Kama tertawa melihat kedramatisan Emir. Ia geleng-geleng kepala lalu melanjutkan lagi langkahnya menuruni tangga bersama Emir. "But I mean it, Mas. Aku berterima kasih banget kamu udah setuju hubungan kami berdua. Aku tahu kamu peduli dan sayang sama aku, jadi aku ngerti kenapa kamu protektif banget. Tapi aku nggak menerima Mas Ethan semata-mata karena dia ngerayu aku. Well, walaupun itu memang bikin aku luluh. Tapi aku juga ngeliat gimana perubahan dan perjuangan Mas Ethan sekarang."

Berat untuk diakui, Emir pun bisa merasakan dan melihat perubahan Ethan. Meskipun ia terkadang masih merasa ingin marah jika mengingat kejadian dua tahun yang lalu—Emir tak memungkiri jika hanya Ethan yang mampu membuat Kama lebih bahagia. Hanya sang kakaknya lah yang berhasil menerbitkan senyum ceria di wajah Kama.

Senyum indah yang dulu pernah membuat Emir jatuh hati.

"You legitimately love him, huh?"

Kama tersenyum. Mengakuinya dengan terbuka. "I love him with all my heart, Mas."

"Just tell me if he hurts you again and I will personally make sure he know his place."

Kama berhenti lagi. Perasaan hangat membalut hatinya melihat betapa pedulinya Emir padanya. Padahal mereka bukan saudara kandung. Namun sejak dulu Emir selalu melindunginya. "I really want to hug you, Mas Emir."

"Then hug me," ucap Emir seraya membuka tangannya dan memeluk tubuh mungil Kama.

Baru beberapa detik pelukkan itu berlangsung, sebuah suara mengintrupsi keduanya. "Hands off my woman, Mir."

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang