#15 - paths

32K 2.4K 81
                                        

I'm back, Kama. For you.

Kalimat itu sukses membuat Kama tak bisa tidur. Kembalinya Ethan jelas menunjukkan keseriusan pria itu yang ingin start over dengannya. Hanya saja, Kama tidak menduga Ethan akan sampai sejauh dan seterbuka ini dalam menunjukkan keinginannya tersebut.

Ethan bukan pria tranpsaran. Selama mereka bersama, Ethan jarang mau berbagi masalahnya dengan Kama.

Kama tak menampik dia sudah membodohi dirinya sendiri. Dia mengenal Ethan sebagai pria berkomitmen. Jika Ethan akhirnya memutuskan untuk bersamanya. Kama pikir, Ethan tidak mungkin melakukannya untuk main-main. Well, Ethan memang tidak main-main sebab dia bertahan cukup lama menjalin hubungan dengan wanita yang tidak ia inginkan. Bahkan pria itu sampai mau melamarnya. Oleh karena itu, ucapan Ethan terdengar konyol.

Ingin sekali Kama mengkonfirmasi soal ini pada ibu Ethan. Namun mengingat cerita Mika yang mengatakan Ethan sudah jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, Kama pun mengurungkan niat. Kabar Ethan pulang sebaiknya disampaikan oleh pria itu sendiri—akan runyam urusannya jika ibu Ethan mengetahui alasan pria itu kembali.

Sayangnya, Kama malah semakin resah karena tidak bisa menebak motif dibalik sikap Ethan. Dia bertanya-tanya kenapa Ethan ngotot sekali ingin start over dengannya?

Padahal Kama sudah tak memiliki sedikit pun keinginan untuk kembali pada pria itu. Meskipun Ethan mengatakan alasan karena tidak bisa tanpanya—buktinya Ethan hidup baik-baik saja dua tahun ini. Sejak awal hubungan mereka sudah salah. Ethan terpaksa menjalin hubungan dengannya. Bagaimana mungkin Kama bisa percaya pria itu tidak kembali terpaksa?

Mungkin alasannya kali ini bukan karena orang luar. Bisa jadi rasa bersalah Ethan membuat pria itu merasa harus memperbaiki keadaan dengan kembali bersamanya.

Dan Kama tidak ingin menjalani hubungan karena rasa kasihan. Se-desprate apapun dia dulu, Kama tidak akan mau Ethan menerimanya karena kasihan, apalagi terpaksa.

"Kenapa sih, babe?" Ode yang sudah menyadari ada sesuatu yang aneh dengan Kama sejak kemarin akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya. "Dari kemarin gue perhatiin lo ngelamun mulu."

Kama membuang napas berat. "Gue nggak apa-apa, De."

"Ngaca dulu deh sebelum ngomong nggak apa-apa," Omel Ode. "Kamalia, gue tahu ya ini berat buat lo. Tapi jangan hanya karena lo ketemu Ethan di Bali, dan lo khilaf sedikit, lo jadi balik lagi ke titik nol. Coba lo ingat lagi gimana usaha lo buat move on dari Ethan? Dan lo pikir lagi apakah dia worth it buat dapetin atensi lo sebanyak ini?"

Jika Ode sudah sampai seblak-blakan ini menegurnya artinya pria itu sudah mulai jengah menghadapinya. Kama tahu apa yang Ode katakan adalah kebenaran. Otaknya yang masih berfungsi pun sebenarnya tahu mana yang benar—cuma terkadang, hati manusia sulit sekali dikendalikan. Kama bukannya tidak menyadari memikirkan Ethan hanya akan membuatnya lelah sendiri.

Tapi apa yang harus Kama lakukan jika pria itu masih memiliki hatinya, dan pengaruhnya pada diri Kama tak semudah itu hilang?

"Lo nggak berniat buat balik lagi sama Ethan, kan?"

Kama mengerang, meniup sejumput rambutnya di kening frustasi. "Nggak, De. Astaga, gue tahu gue kadang bego. Tapi gue nggak mau ngelakuin kesalahan yang sama dua kali!"

"Mungkin aja karena cowok itu Ethan. Semua orang tahu lo cinta mati sama dia."

"Was," koreksi Kama. Dia meraih katalog majalah Kam's. Beberapa detik kemudian mengerang sebab kepalanya tak berhenti memikirkan Ethan. "Menurut lo, gimana kalau seandainya Mas Ethan balik lagi ke Jakarta?"

"Ethan balik lagi ke Jakarta?" mata Ode menyipit.

"Seandainya, De." Kama tak bisa membayangkan reaksi Ode jika tahu apa yang sudah Ethan lakukan untuk membuktikan keseriusannya. "Cepat atau lambat, dia pasti balik, kan?"

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang