#23 - baby can you stay

28K 2.1K 136
                                    

Ruangan kamarnya bermandikan cahaya redup ketika Ethan membuka mata. Dia tak tahu sudah berapa lama ia tertidur—yang jelas kepalanya sekarang didera oleh rasa pusing yang membuat pria itu meringis. Suhu tubuhnya masih terasa panas. Belum lagi ngilu di punggungnya datang terus menerus. Sepertinya ia harus mempertimbangkan ke rumah sakit bila sampai besok pagi kondisi tak juga membaik.

Ethan menoleh sambil menggeliat hendak bangun saat sebuah handuk basah jatuh dari keningnya. Dia menangkap handuk tersebut lalu menyadari ada mangkok stanless steel di meja nakasnya. Pria itu jelas terkejut karena ia tinggal sendirian. Ditambah tak ada yang tahu kode akses apartemennya.

Didorong oleh rasa penasaran—meskipun sebenarnya dia cukup lemas untuk berdiri—Ethan beranjak dari tempat tidur. Dia menyeret kakinya dengan lemah. Suara aktivitas seseorang di arah dapur terdengar ketika pintu terbuka. Ethan mengerutkan kening sambil meneruskan langkah. Ketika dia sudah berdiri di dapur, Ethan tak mampu menutupi kerkejutannya.

"Kama," gumamnya dengan suara agak serak karena tenggorokkannya yang kering.

Wanita yang berdiri membelakangi Ethan itu terlonjak kaget. Tubuhnya berbalik dengan ekspresi salah tingkah. "Mas Ethan, emm, kamu udah bangun?"

Ethan mengangguk. Lalu mengerjapkan mata untuk meyakinkan dirinya ia sedang tak berhalusinasi. "Kamu benaran di sini?" tanyanya tak percaya.

"Sorry, aku main masuk aja. Habisnya aku telpon kamu, tapi nggak kamu angkat." Kama memejamkan mata sekilas menahan malu. "Maaf ya, Mas, aku sama sekali nggak bermaksud nggak sopan."

"No," Ethan menggeleng. "I mean, aku cuma nggak nyangka kamu ada di sini. I thought you not longer cared about me."

Kama terdiam. Tidak tahu harus bicara apa. Kenapa Ethan suka sekali sih bikin perasaan Kama nggak keruan begini?

Gadis itu berdeham. "Kamu sakit di depan mataku. Mana mungkin aku nggak peduli."

"Still—" Ethan memegang keningnya ketika denyutan rasa sakit itu menyerang.

"Kenapa, Mas? Kepala kamu pusing, ya?" Kama mendekat dengan cemas. Dia memegang lengan Ethan takut pria itu jatuh pingsan. Wajahnya yang merah dengan bibir pucat menunjukkan kondisi Ethan masih belum baik-baik saja. "Kamu ke kamar lagi aja ya, Mas. Aku lagi bikinin bubur buat kamu. Kamu belum makan, kan?"

Ethan mengangguk lemas. "Boleh aku minta minum?"

"Sure," Kama mengangguk dan bergegas mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih sebelum menyerahkannya pada Ethan. "Demam kamu tadi hampir 39 derajat Celcius. Habis kamu makan nanti kita periksa lagi, ya? Kalau masih sama, kita ke dokter."

"Iya," Ethan mengangguk tanpa bantahan lalu mengangkat wajah menatap Kama yang memandanginya penuh kekhawatiran. Sepertinya ia tak keberatan sakit lebih lama jika Kama merawat dan mengkhawatirannya.

"Yuk, aku antar ke kamar," Kama menyusupkan tangan ke pinggang Ethan.

Sambil menahan senyum, Ethan melingkar tangan di leher Kama.

"Makasih ya," ucap Ethan. Sedikit menunduk, memandangi sisi wajah Kama dari atas. "Kalau nggak ada kamu mungkin kondisiku bisa lebih parah."

"Kamu kena pilek aja bisa lama sembuhnya." Kama menghela napas lantas menoleh. "Udah kasih tahu Mama kamu belum, kamu tinggal di sini?"

"Kalau Mama tahu, dia tahu dong kita satu gedung apartemen." Balasnya. "I know you won't like that."

Benar juga. Kama bahkan tidak memberitahu Ode karena takut adanya kehebohan karena hal itu.

"Bukannya nggak suka," gumam Kama. "Cuma ..."

"I understand." Ethan mengangguk. Memberi tatapan penuh pengertian dan senyum lembut pada Kama. "Mama kadang emang suka overreacting makanya nggak aku kasih tahu."

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang