#29 - somewhere only we know

22.9K 1.9K 194
                                    

Sudah jelas bagi Ethan kehadiran Emir sangat menganggu. Terlebih Emir selalu menempeli Kama sampai ia tak punya waktu berduaan dengan sang wanita pujaan. Padahal banyak yang harus Ethan bicarakan dengan Kama. Paling utamanya tentu tentang malam indah yang mereka lalui bersama. Ethan tidak lupa dia tidak memakai pengaman, dia juga keluar di dalam. Jadi, mereka harus bicara agar bisa segera mengambil tindakan.

Misalnya, membicarakan pernikahan?

Ethan tidak peduli Emir menentang hubungannya dengan Kama. Restu pria itu bukan sesuatu yang penting untuk Ethan. Hanya saja, kalau sampai Emir menganggu proses balikkannya dengan Kama. Jelas Ethan harus mengambil sikap. Dia juga tidak suka bagaimana Emir yang sembarangan menyentuh Kama dengan dalih 'sudah gue anggap adik'—mau perasaan Emir pada Kama telah berubah sekali pun. Ethan tak suka wanitanya disentuh pria lain. Termasuk Emir, adiknya.

"Gue udah bilang nggak usah sentuh-sentuh Kama sembarangan," peringat Ethan saat mereka di dalam lift—dimana keduanya baru saja pulang dari makan malam di apartemen Kama.

Ya, begitu. Setiap kali Ethan mampir ke apartemen Kama—Emir pasti sudah ada di sana. Mereka bercanda gurau selayaknya orang yang memang dekat.

Well, Ethan tahu, Emir-Mika-Kama sudah dekat sejak remaja. Ethan sering melihat mereka menghabiskan weekend dengan berenang di rumah. Sekali-kali, saat dia berjemur di balkon kamar. Ethan menangkap kejahilan Emir yang mengagetkan Kama dari belakang.

Terkadang dia juga memergokki Kama yang diam-diam melirik ke atas, melihat dirinya—lalu buru-buru mengalihkan pandangan dengan pipi semerah tomat saat Ethan balas menatapnya.

Dulu Ethan sempat berpikir Kama mungkin akan berpacaran dengan Emir karena mereka sangat dekat. Namun dia lega Kama tak pernah menaruh rasa terhadap Emir, dan terus menyukainya tanpa pernah berpaling. Itu menjadi hal yang sangat Ethan syukuri—sebab dia yakin Emir mungkin akan maju jika Kama menunjukkan sedikit kertertarikan padanya.

"Apa sih? Terserah gue lah! Lo bukan cowoknya lagi. Nggak punya hak!"

"Gue sama Kama bakal balikkan."

"Bakal, kan?" Emir tersenyum miring. "Belum balikkan beneran."

"Kama pasti menerima gue lagi."

Emir mengorek telinga seolah ucapan Ethan adalah omong kosong. "Then, lo nggak mengenal Kama. Dia mungkin masih mencintai lo, tapi, kalau hubungan kalian bikin orang lain sedih, dia pasti milih buat nggak balikkan sama lo."

"What do you mean?"

"I mean, brother," Emir menyeringai. "Meskipun lo udah mendapatkan hati dia lagi. Itu sama sekali nggak guna kalau lo nggak bisa ngambil kepercayaan orang-orang di sekitarnya. Kama sayang banget sama sahabat-sahabatnya. Terutama Mika. Dan lo tahu, gimana marahnya Mika sama lo. Dia sangat menentang lo dan Kama balikkan. Sekarang Mika lagi hamil. Menurut lo, seorang Kama yang baik hati dan peduli sama orang-orang sekitarnya, akan mau mengambil risiko bikin Mika kecewa sama dia, disaat sahabatnya lagi hamil?"

"..."

"Beside, bukan cuma Mika yang nggak setuju. Tapi hampir semua orang terdekat Kama, nggak ada yang setuju Kama balikkan sama lo."

Pintu lift terbuka. Dengan senyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Ethan terdiam dan tak dapat membalas kata-katanya, Emir keluar dengan langkah pongoh.

EAT THAT!

***

Fokus Ethan pada laptop teralih ketika mendengar suara Emir yang bicara dengan temannya melalui telpon di pantry. Pintu balkon yang tak ia tutup sepenuhnya membuat Ethan bisa mencuri dengar percakapan Emir—yang pada intinya Emir diajak hangout oleh teman-temannya.

Feel My HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang