Sebagai orang yang memiliki love languages physical touch dan acts of service—berjauhan dengan Ethan tidak lah mudah untuk dilakukan. Di minggu-minggu pertama Kama sedikit kesulitan dan hampir setiap hari menghubungi Ethan. Kama tahu seharusnya ia bisa lebih menahan diri. Tapi sehari saja tak mendengar suara Ethan membuatnya gelisah. Untungnya, Ethan menanggapi kebucinan Kama dengan tawa lembut. "Mas, aku terlalu nempel, ya? Maaf ya, kalau kamu ngerasa keganggu aku telponin mulu, bilang aja. Aku bakal berusaha ngurangin."
"Kalau kamu nggak nelpon aku duluan, aku pasti udah nelpon kamu lebih dulu. No, Sayang. I'm happy to talk with you."
Sebenarnya Kama tidak akan merasa sebersalah ini andai saja perbedaan waktu mereka tak terlalu jauh. Saat ia baru memulai harinya, Ethan sudah bersiap untuk tidur. Apalagi kebanyakan Ethan yang menyesuaikan diri dengan jamnya. Fortunately, mereka bisa mengatasi jarak itu tanpa ada drama.
Ethan hanya bisa satu kali mendatanginya ke New York untuk merayakan natal dan tahun baru bersama. Sedangkan Kama tak bisa ke Jakarta seperti janjinya karena orang tuanya mengajak Kama liburan ke Korea.
Tinggal lagi bersama orang tuanya di New York membuat Kama menyadari jika waktu berjalan sangat cepat. Kama lupa jika Mama dan Papanya sudah tak semuda dulu lagi. Jadi, Kama pikir tak ada salahnya menghabiskan waktu lebih banyak dengan orang tuanya. Ethan paham hal itu dan mengatakan pada Kama tak perlu mengkhwatirkan dirinya karena mereka punya banyak waktu untuk bersama nanti.
Kembali ke Jakarta mengundang senyum lebar di bibir Kama. Ia pulang lebih dulu karena orang tuanya masih ada pekerjaan di New York. Dadanya berdebar kencang ketika melangkahkan kaki ke pintu keluar, ketika pandangannya mengedar—ia berhenti pada seorang pria yang berdiri di antara keramaian sambil mengangkat tangan. Bolongan kecil di pipi akibat dari tarikkan bibir yang tersenyum membuat Kama meninggalkan kopernya dan berlari menghampiri Ethan.
Kama malompat ke dalam pelukkan Ethan sampai tubuhnya terangkat. "Hi," bisiknya saat matanya bertemu dengan sepasang mata milik Ethan. "You,"
Ethan tersenyum. Mengecup pipi Kama. "I miss you," bisik Ethan seraya membungkukkan badan dan memeluk Kama erat.
Seolah tak peduli oleh beberapa pasang mata yang menatap mereka. Keduanya saling mendekap satu sama lain, mencuri kehangatan familiar dan mengisi rasa rindu dengan pelukkan.
Perasaan membuncah memenuhi hati Kama. Ketika ia menarik tubuhnya dari Ethan, ia tak tak bisa menhentikan senyum konyol yang melekat di wajahnya. "Kayaknya kita harus pergi sekarang sebelum ada yang nge-record kita terus viral."
Ethan mengangguk, tertawa kecil. "Biar aku ambil koper kamu."
"No," Kama menahan lengan Ethan. Lalu turun menyusupkan tangan ke bawah, merekat jemarinya dengan pria itu. "Together."
Ethan memandang Kama dalam lalu mengeratkan genggamanya yang membuat Kama tersenyum dan memeluk lengan Ethan. Genggaman itu hanya terlepas ketika Ethan memasukkan koper Kama ke bagasi mobil. Begitu sudah berada di dalam mobil, kedua tangan itu kembali bertaut seakan-akan mereka tak akan membiarkan ada jarak sedikit di antara mereka lagi.
Perjalanan pulang itu diselengi dengan obrolan-obrolan random. Meskipun dalam sesi video call selama LDR mereka selalu menceritakan keseharian masing-masing—nyatanya begitu bertemu, selalu ada cerita menarik untuk dibahas. Dan selama itu, Kama selalu menatap Ethan yang duduk di sebelahnya dengan celana jeans dan juga kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambut Ethan sedikit lebih panjang hingga keningnya tertutupi.
Tahu sejak tadi diamati, Ethan menoleh lalu tersenyum. "Stop looking at me."
"Kenapa?" Kama mengerutkan kening dengan bibir cemberut. "Aku kan kangen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel My Heartbreak
Romance[Completed] Dua tahun setelah pernikahannya batal dengan Ethan, Kama mendapatkan undangan pernikahan dari Mikaela--sahabat sekaligus adik kandung Ethan--yang akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Nicholas setelah enam tahun mereka berpacaran. Kam...