#59

416 34 0
                                    

Extermuct

-Adelene Dé Cloups-

Mereka sampai di tempat yang menjadi sumber mata air abadi bagi Kerajaan Phalia. Berbeda dengan pemandian yang sempat Adelene datangi. Sumber mata air kedua yang dihampiri Adelene dan teman-teman nya ini berada di tengah-tengah hutan belantara. Hutan yang tak terjamah oleh orang biasa. Kebanyakan hanya manusia yang memiliki sihir yang dapat memasuki hutan tersebut.

Hutan extermuct, hutan yang berada di Utara benua Drovato. Hutan dengan segala sisi menyeramkan yang terdengar oleh para manusia yang berada di Kerajaan Phalia.

Hutan ini juga dilindungi sihir, sihir yang dapat menyerap energi seseorang yang memasuki hutan tersebut.

Hewan buas, monster dan makhluk menyeramkan lainnya berada di sana, Extermuct adalah rumah bagi segala sesuatu yang menyeramkan.

"Sangat menyeramkan," gumam Griz bergidik ngeri. Melihat gelapnya hutan di hadapannya kini.

Mereka semua berada di depan gerbang perbatasan antara hutan dan juga wilayah Kerajaan Phalia.

Kenyataannya, hutan Extermuct bukanlah hutan milik Kerajaan Phalia hanya saja berada di wilayah Kerajaan Phalia. Tidak ada Kerajaan yang ingin mengambil hutan itu. Pihak kekaisaran Drovato pun tak ambil pusing, membiarkan hutan tersebut tetap hidup dan menjadikan tempat untuk beberapa kegiatan penting yang menggunakan sihir.

Ravi memutar matanya malas. Gadis itu memukul tekuk leher Griz, laki-laki itu sontak meringis memegang lehernya yang terasa sakit.

"Kau lupa habitat mu dimana?" tanya Ravi sengit.

Griz nyengir lebar. Ia mendadak lupa tentang jati dirinya sendiri.

Gerbang berwarna emas dan sangat besar itu terbuka dengan sendirinya. Suara decitan keras dan suara yang menggema yang berasal dari dalam hutan memekakkan telinga mereka. Adelene dan lainnya menutup telinga mereka masing-masing, suara-suara dari dalam hutan semakin mengeras saat gerbang hampir terbuka sepenuhnya.

"Apa-apaan ini?!" batin Adelene tak terima.

Kembali sunyi.

Mereka melepaskan kedua tangan mereka dari telinga. Mata yang berair memandang hutan di depan sana. Angin seakan menyambut kedatangan mereka.

Gerbang emas tersebut telah terbuka lebar dan seketika menghilang tanpa jejak. Tanah yang tadinya tertancap bahkan tak meninggalkan bekas apapun.

Ini sungguh aneh.

Hampir saja Adelene melangkah memasuki garis tak kasat mata. Suara lantang Joan dan Veronica mencegah mereka untuk melangkah memasuki hutan Extermuct.

"Kenapa?" tanya Adelene tidak mengerti.

Joan yang tadi terbang bersama dengan Veronica yang ia buat terbang turun. Mereka berlari kecil menghampiri Adelene dan yang lainnya.

"Kenapa kalian kemari tidak memberitahu aku?!" tanya Veronica kesal.

"Aku dan lainnya bisa menghadapi ini," jawab Adelene dengan suara rendah.

Joan menghampiri Eliza yang diam menatap mereka dengan tatapan datar.

"Kau bukan Eliza," kata Joan tiba-tiba.

Semuanya menoleh dan menatap Eliza dan Joan yang saling bertatapan. Tidak ada yang aneh dengan penampilan Eliza, sama seperti sebelumnya.

Tiba-tiba suara tertawa memekik yang berasal dari Eliza mengejutkan mereka semua. Mata yang mulai berubah warna dengan ekspresi yang menyeramkan ditujukan oleh Eliza saat ini.

Adelene dan lainnya bergerak mundur.

"Eliza, kau-" ucap Ravi terbata.

Tatapan mata tajam dari Eliza membuat Ravi terkesiap, warna mata semerah darah dengan ekspresi yang begitu kentara bak seorang yang marah nan murka. Ravi mundur perlahan dengan kaki yang bergetar.

"Dia bukan Eliza. Dia adalah goblin muft yang menyamar sebagai Eliza." Veronica berjalan maju paling depan untuk melindungi Adelene dan lainnya.

Suara tertawa memekik kembali terdengar dari Eliza palsu.

"Ternyata kalian sangat bodoh," katanya disusul dengan suara tertawa yang begitu menyeramkan.

"Lalu, dimana Eliza?" tanya Ravi spontan.

Adelene terdiam, ia menatap Eliza serta Joan dan Veronica yang berjaga-jaga jika goblin itu tiba-tiba menyerang mereka.

"Teman kalian ..."

Eliza palsu itu memutar kepalanya 360°. Adelene merinding melihat apa yang terjadi di depannya saat ini. Darah mulai bercucuran dari mulut goblin itu, seandainya itu adalah Eliza mungkin Eliza telah mati diperlakukan seperti itu.

Adelene terdiam saat sadar dengan apa yang ia pikirkan. Mati?

Tidak mungkin, dengan cepat ia menatap ke arah goblin itu.

"Eliza tidak mungkin mati!" geram Adelene. Elmerda yang berada di paling belakang dilindungi oleh Felix, Griz dan Kalio bergetar hebat. Ia merasakan ketakutan yang amat dahsyat apalagi dirasakannya aura yang mencekam dan mana sihir yang keluar dari tubuh mereka dan membuat nya panas.

Mendengar perkataan Adelene, Ravi dan Alesya serempak menoleh.

"Tidak mungkin," sahut Ravi tidak terima.

Veronica memandang datar Eliza palsu. Ia menghela nafas berat.

"Namun, ada kemungkinan jika Eliza telah mati disebabkan goblin itu." Veronica memejamkan matanya, helaan nafas berat terdengar.

Mereka terdiam dengan perasaan yang sama. Sedih, marah dan ingin membunuh goblin itu sangat meningkat.

"Hanya satu cara, kalian harus menemukan keberadaan tubuh Eliza dan membunuh goblin muft ini," terang Joan.

Eliza palsu tertawa kencang dan bertepuk tangan.

"Kalian memang manusia bodoh!"

Menghilang seketika Eliza palsu dari hadapan mereka.

Adelene dan yang lainnya menggeram marah. Apalagi Ravi dan juga Alesya. Ekspresi mereka terlihat menyeramkan, jangan sampai mereka benar-benar kehilangan Eliza. Salah satu sahabat mereka.

Dengan langkah pasti, tetap berhati-hati dalam setiap langkah mereka. Berjalan memasuki hutan Extermuct ini untuk mencari Eliza.

Misi pertama mereka, harus diurungkan terlebih dahulu. Menyelamatkan Eliza lebih penting untuk sekarang.

"Semoga kami tidak terlambat, Eliza."

-Adelene Dé Cloups-


Adelene Dé Cloups Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang