#66

562 34 0
                                    

CHRIS??

-Adelene Dé Cloups-

Tersisa tujuh hari lagi. Adelene dan lainnya tidak ingin membuang waktu yang sedikit itu. Mereka telah sampai di pusat benua, dimana tempat yang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan dan lain sebagai nya berada disini. Menggunakan alat teleportasi sihir yang dimiliki oleh Arlene agar menghemat waktu mereka.

Tidak banyak yang tahu nama daerah yang menjadi pusat dari benua Drovato. Kekaisaran atau lebih tepatnya istana kekaisaran Drovato tidak jauh dari penginapan yang Adelene dan lainnya tinggali. Travco adalah namanya.

Tampak banyak pengawal hilir mudik dengan suara kuda yang saling bersahutan. Entah ada apa yang terjadi diluar sana yang terdengar ramai dengan langkah kaki kuda.

"Apakah ada festival?" tanya Griz saat melewati Adelene yang sedang melihat melihat ke arah jendela yang terbuka.

Adelene menoleh sekilas, "entahlah." Adelene terlihat lesu, dengan sengaja ia merampas apel dari tangan Griz yang sudah digigit.

Kekesalan nya tak urung membuat Griz meninggalkan niatnya untuk duduk bersama Adelene.

"Kau terlihat lemas hari ini, ada yang menggangu pikiran mu?" tanya Griz penasaran. Laki-laki itu memegang dagu Adelene dan mengecek keseluruhan wajah gadis itu.

Karena kesal, ditepis lah tangan Griz dari wajahnya.

"Aku hanya merindukan Neolan."

Laki-laki itu terdiam.

"Adelene ayo keluar, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!"

Suara dari Veronica memecahkan kesunyian diantara mereka. Griz menyuruh Adelene untuk segera menghampiri Veronica.

"Pergilah!"

Helaan nafas dari Adelene terdengar. Griz geleng-geleng kepala melihat Adelene yang berjalan dengan kesal.

"Suasana hati gadis itu sangat sulit ditebak apalagi perilakunya."

Tidak mau berlama-lama berdiam diri di sana, Griz pun berniat untuk menghampiri teman-temannya yang sedang berada di taman.

-Adelene Dé Cloups-

Veronica mengajak Adelene ke sebuah rumah tua. Tercium wewangian yang saat dihirup akan membuat seseorang sakit kepala, termasuk Adelene salah satunya.

"Vero ... aku sangat mual," kata Adelene lemas. Ia mati-matian menahan nafas.

Kepalanya terasa sangat berat dan perutnya bergejolak dan rasa-rasanya ia ingin memuntahkan isi perutnya sekarang.

"Tahan sebentar, bau ini akan segera hilang." Veronica lantas mengetuk pintu tua, suara decitan yang menggangu pendengaran terdengar, pintu terbuka dengan sendirinya. "Tenanglah, bau yang tadi kau cium sudah menghilang," lanjutnya sambil melangkah masuk ke dalam rumah tua itu.

Adelene mencoba bernafas seperti biasa. Tidak ada lagi bau yang menyengat ia cium. Mengendus perlahan dan dia tersenyum lebar, "ahh akhirnya ..." ia bisa bernafas lega sekarang.

Langkah kaki mereka memasuki rumah tua tersebut. Tampak rapuh dan mudah goyah dinding-dinding rumah yang terbuat dari kayu, Adelene memelankan langkahnya.

"Sebenarnya kita berada di rumah siapa?" tanya Adelene penasaran.

Melihat Veronica melangkah masuk ke dalam ruangan tanpa pintu, Adelene menyusul.

"Emma bangunlah!" kata Veronica membangunkan seseorang yang tidak terlihat di mata Adelene.

Dalam hati Adelene bertanya-tanya, "Veronica membangunkan siapa?"

Hanya ada tempat tidur yang dilapisi daun kering tanpa ada satu sosok manusia.

"Veronica, kenapa kau kemari?"

Adelene terperanjat kaget saat sosok wanita yang sudah sedikit tua tiba-tiba muncul di antara mereka. Tampak kulit yang telah mengkerut dan garis-garis halus yang terlihat pada wajah wanita itu.

"Jangan kau mengganggu dia, Emma!" tegur Veronica sebelum wanita bernama Emma itu berjalan menuju Adelene.

Adelene sedikit takut melihatnya, warna mata putih dan di sekeliling wanita itu banyak kabut hitam.

"Aku ingin mengambil buku yang pernah dia titipkan padamu," kata Veronica menjelaskan tujuannya datang ke rumah Emma.

"Aku kira kau lupa akan hal itu."

Dengan sihir. Buku tersebut telah berada di depan Veronica. Adelene tidak lagi terkejut dengan apa yang ia lihat hampir setiap harinya.

"Kau tidak ingin memperkenalkan dirinya kepada ku?" kata Emma sambil memandang Adelene yang terdiam kaku di belakang Veronica.

Emma mengeluarkan tangannya yang memanjang dan hampir mengenai Adelene.

"Sudah kubilang jangan mengganggunya!" ketus Veronica kesal menghentikan apa yang akan Emma lakukan. Emma mencibir pelan.

"Baiklah baiklah. Silahkan keluar dari rumahku dan aku akan beristirahat dengan tenang."

Tidak mau berlama-lama, Veronica menarik tangan Adelene keluar dari rumah Emma.

Adelene tidak bisa berpikir jernih. Ia sedikit bingung dengan apa yang tadi ia lihat.

"Jangan melamun atau kau akan terkena sihir Emma yang bisa membuatmu berhalusinasi!" tegur Veronica.

Adelene tersadar. Ia melihat sekeliling yang ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Ia bernafas lega sekarang.

"Kau ingin menunjukkan apa padaku?" tanya Adelene penasaran.

Veronica berpikir sejenak. "Ah aku lupa akan tujuanku. Ikut aku!"

Lagi-lagi Veronica menarik tangan Adelene untuk mengikutinya.

Mereka berdua sampai di toko yang cukup ramai. Adelene terhimpit oleh orang-orang yang menyerbu toko tersebut. Adelene kesal dengan suara berisik yang ia dengar, suara orang-orang yang berteriak memesan, langkah kaki kuda yang terdengar dan lain sebagainya.

Adelene sedikit kesusahan untuk menerobos kerumunan orang dan akhirnya setelah bersusah-payah ia berhasil melewati orang-orang tersebut dan kini berada disebuah ruangan yang seperti ruangan ini dikhususkan untuk para bangsawan.

Lihatlah beberapa gadis yang mengenakan kaun yang sangat indah berada di ruangan ini.

"Duduk di sana!" suruh Veronica dan Adelene menurut.

Veronica pergi meninggalkan Adelene sendiri di tempat ini.

Mendengus kesal, "kenapa aku harus ditinggal sendirian?" geramnya.

Wajahnya tertekuk masam. Menopang dagu dan ia hanya bisa melihat bunga yang berada di atas meja.

"Adelene, apa ini kau?"

Suara yang sepertinya dikenali oleh Adelene.

Gadis itu menoleh dan melihat sosok pria dengan wajah tengilnya namun, nampak gagah dengan pakaian bak prajurit.

"Chris?"

"Hai."

"Apa yang kau lakukan disi–"

Chris langsung membekap mulut Adelene yang hendak meninggikan suaranya.

"Kecilkan suaramu bodoh!"

Adelene dengan kesal menepis tangan Chris. Menatap tajam pria itu dan melihat ekspresi tengil yang dikeluarkan Chris sedikit membuat Adelene geram.

Chris menggaruk kepalanya, ia tidak mengerti maksud dari eskpresi yang dikeluarkan oleh Adelene saat bertemu dengannya untuk pertama kali.

"Kenapa kau melihat ku seperti itu?" tanya Chris tidak mengerti.

"Kau terlihat ..."

Dengan sengaja Adelene menggantungkan ucapannya.

"... semakin jelek."

-Adelene Dé Cloups-

Adelene Dé Cloups Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang