7

985 120 2
                                    

***

Dua rumah berdiri di atas sebuah halaman yang sama. Satu rumah berukuran besar, sedang di sebelahnya berdiri rumah yang lebih kecil. Sejak kemarin sore beberapa kamera sudah di pasang di rumah kecil itu, namun Jisoo tetap terkejut saat bangun dari tidurnya. Rasanya canggung, ketika ia keluar dari kamar dan ada beberapa kamera merekamnya. Rambutnya acak-acakan ketika itu, ia sempat lupa kalau staff dari acara TV The Manager akan merekamnya seharian ini.

Ingat kalau acara bangun tidurnya mungkin akan disiarkan, Jisoo kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia tata rambutnya, bahkan membasuh wajah dengan sisa air dalam gelasnya semalam. Mengusap-usap wajahnya dengan tisu, berharap tidak ada sisa air liurnya yang mungkin terekam.

"Good morning," sapanya kemudian, pada sebuah kamera yang akhirnya merekam di ruang tengah rumahnya. "Kalian ada di rumahku sekarang, halo," ocehnya pada kamera itu, menunjuk satu persatu kamera yang dipasang pada tripod di sudut-sudut rumahnya. "Aku tidak punya kegiatan apapun pagi ini, tapi karena kalian merekamku, aku jadi tidak bisa tidur lalu bangun lebih awal," katanya lagi, kali ini bicara pada kamera yang paling dekat dengan sofa. Sebelum duduk, gadis itu meraih kameranya, merekam wajahnya sendiri dengan kamera itu, seluruh wajahnya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya, bicara hanya pada kamera di tangannya. "Kau berat sekali, apa tidak ada saudaramu yang lebih ringan?" katanya, tetap pada kameranya. Meski berat, Jisoo tetap memegangi kamera itu, dari tempatnya duduk, ia rekam sudut-sudut rumahnya. "Di sana kamarku," katanya lagi. "Di sebelah kamarku, ada kamar untuk baju-bajuku, tapi hari ini kalian tidak boleh melihatnya. Aku belum merapikannya. Lalu itu kamar mandi, dan ini ruang tengah. Aku ada di ruang tengah sekarang. Sudah. Sudah? Ya sudah, hanya ini isi rumahku," ia memperkenalkan isi rumahnya.

"Kenapa hanya ini isi rumahku? Tidak ada dapur? Hm... tidak ada dapur, aku tidak memasak di sini. Sudah tiga tahun aku tinggal di sini. Sebelum tinggal di sini, aku tinggal bersama orangtuaku, di... sana," ia sempat menggantung kalimatnya, sembari melangkah ke arah pintu kaca yang tertutup tirai krem. Di depan pintu itu, ia buka tirainya, lalu menunjukan sebuah rumah besar pada kameranya. "Memasak, mencuci, makan, semuanya aku lakukan di sana. Sebelumnya tempat ini adalah gudang, tapi aku merobohkannya lalu membangun kamarku sendiri di sini. Tidak... maksudku, rumahku," ceritanya pada kamera itu.

Sepanjang pagi Jisoo terus mengoceh pada kamera-kamera yang merekamnya. Meski tidak ada seorang pun yang menanggapinya, gadis itu tetap bicara. Sampai akhirnya ia pergi keluar rumah dan ada beberapa staff acara yang datang untuk merekamnya. Kelihatannya para staff itu sudah lama menunggunya di depan rumah, maka masuklah lagi Jisoo ke dalam rumahnya. "Tunggu sebentar di sini, ada yang tertinggal," kata Jisoo, yang kemudian berlari masuk lagi ke halaman rumahnya, berlari ke arah rumah utamanya.

Kira-kira lima belas menit, sampai gadis itu kembali ke gerbang depan dengan sekantong oat bar di tangannya. "Sarapan," katanya, memberi beberapa bungkus camilan itu pada staff yang menunggunya.

"Apa jadwalmu hari ini?" tanya seorang staff, setelah ia berterima kasih atas camilan yang Jisoo bagi.

"Pilates, sarapan, lalu pergi ke agensi, lalu ada pemotretan juga," santainya. Jisoo tetap berdiri di depan rumahnya, berkata kalau ia harus menunggu seseorang datang menjemputnya pagi ini. "Dia masih tidur saat aku meneleponnya tadi. Tapi katanya dia mau menjemputku hari ini," katanya.

Kira-kira lima menit Jisoo menunggu di depan rumahnya, bersama beberapa staff yang merekamnya. Lalu setelahnya, datang lah sebuah Rolls-Royce biru yang berhenti di depan mereka. Jendela mobil itu dibuka, dan Lisa ada di sana. Duduk dibalik roda kemudi, lalu menyapa Jisoo dengan gaya keren yang ia buat-buat.

"Hei, yo!" sapanya, dengan gerakan tangan khasnya yang membuat Jisoo terkekeh.

"Hei, yo!" Jisoo mengikutinya, baru kemudian membuka pintu mobil di depannya. "Kau sudah mandi?" tanyanya, sedang para staff merekam mereka lalu memberi Jisoo sebuah kamera untuk diletakkan dalam mobil itu.

"Sudah, sebelum tidur," jawab Lisa. Ia datang dengan pakaian tidurnya, sebuah kaus juga celana olahraga panjang berwarna hitam. "Untung saja aku keramas kemarin," susulnya, kali ini sembari menata rambutnya di depan kaca tengah mobilnya. "Tapi... eonni tidak bisa pergi pilates sendiri? Kenapa kau menelepon berkali-kali? Mengganggu tidurku saja," keluhnya, namun tetap menyalakan mobil dan melaju pergi setelah urusan Jisoo dan staff acaranya selesai.

"Hmm... aku tidak bisa pergi sendiri," kata Jisoo. "Aku tidak suka pergi olahraga, tapi aku harus pergi. Aku membutuhkanmu sekarang," susulnya, sengaja bersandar sembari menatap memelas pada gadis di sebelahnya.

"Tsk... kau sedang menipu dirimu sendiri? Aku harus berangkat, Lisa akan menjemputku—seperti itu?"

"Hm... seperti itu," angguk Jisoo, mengiyakan ucapan Lisa. "Harusnya Hyunjin yang menjemputku, tapi... tiba-tiba, tadi pagi, kekasihnya melahirkan," cerita Jisoo, jelas mengejutkan lawan bicaranya. Sekali, Lisa menoleh karena tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Karina melahirkan?!" serunya, jelas terkejut. "Bukan kah harusnya dia melahirkan minggu depan?" tanyanya dan Jisoo mengangkat bahunya.

Ia pun tidak tahu karena Hyunjin tidak menjelaskan apapun. Hyunjin hanya mengirim pesan, mengatakan kalau ia tidak bisa datang karena kelahiran anaknya yang tiba-tiba. Jisoo sudah mencoba meneleponnya, tapi tidak seorang pun menjawabnya. Ia juga mengirim pesan, namun managernya tidak menjawab pesan itu.

"Mungkin bayinya ingin keluar lebih cepat? Beberapa bayi begitu," kata Jisoo. "Setelah mendapat pesan itu, aku menelepon Heechul oppa, tapi dia tidak menjawab teleponku juga. Aku juga menelepon CEO, dia juga tidak menjawab teleponku. Lalu aku menimbang-nimbang harus menelepon siapa, jadi aku meneleponmu. Apa aku harusnya menelepon Dahee eonni?"

"Dahee eonni ada di Tokyo," kata Lisa, tanpa memberitahu Jisoo alasan Dahee pergi ke sana.

"Dia belum pulang? Bukan kah sudah dua hari?"

"Mungkin nanti sore dia kembali- whoa..."

"Apa? Kenapa? Kenapa kau tiba-tiba terkejut?"

"Rasanya aneh," aku Lisa. "Aku tahu semua yang terjadi di agensi. Aku bahkan tahu kalau putranya Bibi Cho diterima di SNU," susulnya, membicarakan seorang wanita paruh baya yang bertugas membersihkan gedung mereka. "Aku jadi sangat perhatian sekarang, iya kan? Aku tahu segalanya."

"Tidak," Jisoo menyanggah kesimpulan itu. "Itu karena agensi kita sekarang terlalu kecil, justru aneh kalau kau tidak mengetahuinya," susulnya sebelum kemudian ia terkekeh atas ucapannya sendiri. Di agensi lama mereka hampir tidak mengetahui apapun, ada terlalu banyak orang di sana dan semuanya sibuk—tanpa melibatkan mereka. Tapi di Yellow Ent., mereka kekurangan orang, sampai Lisa harus menggantikan Hyunjin menjemput artisnya.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang