28

485 70 9
                                    

***

Skandal tidak bisa menghentikan apapun. Meski namanya tengah ramai dibicarakan, meski orang-orang sedang memperhatikannya, Lisa tetap harus pergi bekerja. Kim Heechul ada di rumah sakit hari ini, usus buntunya hampir pecah dan pria itu perlu di operasi siang ini. Setelah mendengar kabarnya, Jiyong akan pergi ke kantor, mengerjakan pekerjaan yang seharusnya Heechul kerjakan. Sementara Lisa akan kembali ke rumahnya, akan menunggu Jeno di sana.

"Agensinya Jennie tidak akan mengeluarkan statement apapun," begitu yang Jiyong katakan sebelum mereka berpisah di lift.

"Lalu agensi kita akan bilang apa?"

"Kami tidak bisa mengkonfirmasi urusan pribadi artis kami?" jawab Jiyong, dengan tanda tanya besar di akhir ucapannya. Rasanya ada yang salah dengan kalimat itu—pikirnya.

"Oppa tidak bisa mengkonfirmasi urusan pribadimu sendiri?" tanya Lisa, dengan dahinya yang berkerut. Sama seperti Jiyong, gadis itu pun bisa merasakan kesalahan dalam kalimat tadi. "Tidak usah mengeluarkan statement apa-apa, seperti Jennie eonni saja," susulnya kemudian, dengan gerakan tangannya yang kelihatan santai. "Omong-omong, handphoneku tenang sekali dari tadi, sudah tidak ada yang menghubungiku lagi," katanya kemudian dan saat ini baru ia sadari kalau sedari tadi handphonenya dalam keadaan mati. "Oh? Batereinya habis? Cepat sekali," gadis itu berkomentar, lantas menyimpan lagi handphonenya yang mati ke dalam saku celananya.

Jiyong, si alasan handphone itu mati hanya diam. Tidak mengakui apapun. Sembari menunggu pintu liftnya terbuka, pria itu justru meraih pinggang kekasihnya, menariknya ke depan untuk dipeluknya dari belakang. "Bau, cuci rambutmu nanti," suruh Jiyong, tanpa melepaskan pelukannya.

"Ya! Aku sudah keramas kemarin! Di salon," protes Lisa, dengan tangannya yang sengaja menyikut pinggang kekasihnya di belakang.

"Kemarin lusa. Kemarin kau pergi belanja seharian dengan Jennie, sampai lupa menjemputku," ralat Jiyong. "Kau tersesat saat keluar tol? Alasan bodoh, tidak ada pintu keluar tol di jalanmu kemarin. Di antara pintu masuk dan keluar tol yang kalian lewati kemarin, tidak ada pintu keluar. Hanya ada tiga pintu masuk dan satu tempat peristirahatan," katanya, dan kali ini Lisa langsung menoleh dengan matanya yang membulat sempurna.

"Sungguh? Tidak ada pintu keluar tol di jalur kemarin?" tanyanya dan Jiyong mengangguk. "Oppa tahu sedari awal? Kalau aku berbohong?" susulnya dan lagi, pria itu mengangguk. "Lalu kenapa tidak marah? Kau bukan oppaku ya?! Siapa kau?! Dimana Jiyong oppa yang sebenarnya?! Dimana kau menyembunyikannya?!" serunya, sungguh-sungguh mendorong Jiyong sampai pelukan pria itu terlepas dari tubuhnya.

Di sana Jiyong terkekeh. Tapi mereka tidak punya cukup waktu untuk kembali bicara. Lift sudah berhenti di lantai rumah Lisa, dan gadis itu harus segera keluar dari sana. "Sampai ketemu nanti. Nyalakan handphonemu, aku harus bisa menghubungimu," suruh Jiyong. Ia sempatkan dirinya untuk mengusap rambut kekasihnya, lalu mereka bertukar lambaian tangan sampai pintu liftnya kembali tertutup.

Kini Jiyong harus pergi ke tempat parkir, sementara Lisa masuk ke rumahnya dan melihat Jennie ada di depan pintunya. Keduanya bertukar tatap, lalu Jennie menguap dan bergerak mundur agar Lisa bisa membuka pintunya. "Belanjaanku kemarin sudah di sini atau masih di mobil?" tanya Jennie, sementara si pemilik rumah membiarkannya masuk.

"Ada di closet," kata Lisa, menunjuk pintu walk in closet-nya yang tertutup rapat. Melindungi semua hasil jerih payahnya di sana dari hewan-hewan berbulunya. "Eonni sudah lihat beritanya?" tanya Lisa, sementara gadis yang ia ajak bicara pergi ke mengambil barang belanjaannya.

"Sudah, agensi sudah meneleponku," kata Jennie. "Aku jadi penjahatnya lagi. Pelacur, murahan, gadis jahat, bisa-bisanya dia berselingkuh di depan kekasihnya sendiri, bisa-bisanya dia melibatkan Lisa dalam hubungan menjijikannya—komentarnya jahat sekali. Ingin aku tuntut mereka semua," gerutu Jennie, pada gadis yang sekarang sibuk mengurusi peliharaannya.

"Eonni membaca semua komentar jahatnya? Aku melewatinya," balas Lisa. "Yang aku baca justru... Aku mendukung mereka! Jenlisa selamanya! Aku merestui Jennie berkencan dengan Lisa, mereka cocok sekali—komentar-komentar itu yang aku baca," susulnya.

"Kalau begitu, haruskah kita berkencan saja?"

"Tidak mau, Jiyong oppa masih lebih kaya darimu," tolak Lisa, memecahkan tawa renyah Jennie di dalam closet pakaian, membuat gadis itu hampir terjatuh saat akan mencoba baju barunya. "Tapi eonni... Di perjalanan pulang kemarin, aku mencium Jiyong oppa di tempat peristirahatan. Di tempat parkir, tapi tidak ada yang merilis fotonya. Aneh kan? Mereka mengikuti kita dari mall sampai ke camp lalu ke studio, tidak mungkin mereka melewatkan foto itu," ceritanya.

"Apa? Kau mencium Jiyong oppa di depan umum? Di tempat parkir?" Jennie yang terkejut melompat keluar dari ruang penyimpanan pakaian itu. Ia tendang pintunya dengan kaki, memastikan tidak seekor pun binatang masuk ke sana, lalu melangkah menghampiri Lisa sembari mengancingkan celana barunya. "Kapan? Saat aku tidur?" tanyanya dan Lisa mengangguk.

Semalam, di tempat peristirahatan mereka berhenti. Jiyong mengeluhkan pakaian militernya yang kurang nyaman, maka pergilah ia ke bagasi. Ia cari pakaiannya di sana, tapi hampir tidak bisa menemukannya. Lisa menyusul, membantu Jiyong mencari pakaian lalu setelahnya pria itu pergi untuk mengganti pakaiannya, ke toilet di tempat peristirahatan itu.

Lisa tetap duduk di bagasi mobilnya, tetap membiarkan bagasi mobilnya terbuka sembari menunggu Jiyong kembali. Sembari bertukar pesan dengan Mone juga Jisoo, gadis itu duduk di tepian bagasi mobilnya. "Jennie eonni mendengkur, dia kelelahan," Lisa ingat jelas pesan yang ditulisnya pada Jisoo semalam. Ia bahkan pergi ke kursi tengah untuk memotret Jennie yang sedang tidur. Menunjukannya pada Jisoo lalu menertawakannya, menjahili Jennie tanpa sepengetahuannya.

Kemudian Jiyong kembali, dengan pakaian kotornya, juga dengan tiga kotak makan dan sekantong minuman. "Oppa aku ingin jeruk, tadi Jennie eonni tidak mau menemaniku ke sana," Lisa ingat, dirinya bilang begitu saat Jiyong kembali. Karenanya mereka menutup pintu bagasi, meninggalkan Jennie seorang diri di mobil dan pergi membeli jeruk. Senang karena Jiyong mau menemaninya berjalan membeli jeruk, Lisa mencium pria itu. Sebuah ciuman ringan di pipi, hampir menyentuh bibirnya.

Seolah hanya ada mereka berdua di tempat peristirahatan itu, Jiyong terkekeh karena perlakuan kekasihnya. Lalu mengusap rambut Lisa dan berjalan berdua untuk membeli jeruk. "Jiyong oppa memang tidak merangkulku, tidak menggandeng tanganku juga, tapi aku berjalan berdua ke penjual jeruk kemarin," cerita Lisa, pada Jennie di depannya. "Aku bahkan menyapa seorang penggemar di depan penjual jeruk itu. Dia meminta tanda tanganku dan Jiyong oppa membantu kami berfoto, kami juga berfoto bertiga. Tapi tidak ada yang diunggah. Kalau melihat berita-berita kencang Jiyong oppa yang lalu-lalu, harusnya fotoku menciumnya dan dia mengusap rambutku yang dirilis, iya kan?"

"Apa mungkin agensi membeli fotonya?" tebak Jennie, namun langsung ia ralat sendiri ucapannya. "Tapi untuk apa? Kau bukan artis kami lagi. Jiyong oppa yang membeli fotonya dari reporter? Atau managermu yang galak itu?" tebaknya sekali lagi.

Lisa menggeleng sekarang. Jiyong tidak mungkin membeli foto-foto itu tanpa memberitahunya. Pria itu pasti akan memamerkan foto-foto itu, kalau ia memang sudah membeli dan memilikinya. "Heechul oppa ada di rumah sakit sekarang. Siang nanti dia akan operasi usus buntu. Tsk... Sudah tua tapi masih kena usus buntu. Dia tidak mungkin membelinya, apalagi tanpa sepengetahuan Jiyong oppa. Jiyong oppa pelit kalau soal urusan pengeluaran agensi," sanggahnya, lalu ingat kalau ia perlu mengisi daya dan menyalakan lagi handphonenya. Sekarang sudah saatnya ia membalas dan menanggapi semua pesan juga panggilan yang masuk.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang