15

744 119 7
                                    

***

Tiba di rumah setelah mengantar orang-orang yang terlibat dengannya, Lisa langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa. Tangannya yang bergetar hebat ia tekan kuat-kuat. Tubuhnya gemetar, masih menahan takut. Matanya pun berkaca-kaca, berusaha untuk tidak menangis. Ia tahan semua rasa takutnya, semua debar jantungnya.

Jiyong ada bersamanya di sana, dan sama seperti Lisa, pria itu pun takut. Dengan gusar, Jiyong langsung berjalan ke dapur. Ia raih sebotol air mineral di sana, menenggaknya dengan rakus seolah sedang berusaha menelan amarahnya.

"Bagaimana dia bisa meninggalkanmu sendirian di sana?! Bajingan berengsek!" marah Jiyong, justru membuat suasana jadi semakin buruk di sana. Suara keras pria itu membuat Lisa tersentak, semakin takut meski tahu kalau bukan ia yang sedang dimaki.

"Dan kemana semua bodyguardmu?!" kini pria itu memarahi kekasihnya. "Kenapa kau pulang lebih awal tanpa mereka?!" kesal Jiyong kemudian.

Lisa dijadwalkan untuk pulang besok. Bodyguard, layanan keamanan khusus, tiket pesawatnya, semua sudah dipesan untuk besok. Tapi di detik-detik terakhir, Lisa bersikeras untuk kembali lebih awal. "Pakai penerbangan mana saja. Atur agar aku sampai di sana saat malam. Bandara sudah sepi saat malam, jadi aku tidak butuh bodyguard," begitu ia bersikeras. Bersikeras pulang lebih awal, sebab kekasihnya sudah merengek ingin menemuinya. Bahkan Jiyong tidak tahu kalau Lisa akan membeli tiketnya sendiri, dan pulang lebih awal.

"Maaf," Jiyong kemudian menurunkan suaranya. Ia kembali membuka lemari es di sebelahnya, mengambil lagi dua botol air mineral di sana, lantas memberikan satu pada Lisa. "Aku benar-benar terkejut, maaf," ulangnya, sembari mendudukan dirinya tepat di sebelah Lisa. Memeluk gadis itu hingga tangisnya pecah.

Lisa ketakutan. Sejak penembakan itu, ia ketakutan. Lama, gadis itu menangis. Hanya menangis sampai tubuhnya lelah dan ia terlelap di sofa. Sembari mengabaikan berbagai panggilan, Jiyong menemaninya sepanjang malam. Membiarkan Lisa tidur, setelah menelan obat penenangnya.

Lalu, baru dipagi harinya Kim Heechul datang ke rumah itu. Ia datang setelah mengetahui segalanya. Menekan bel rumah Lisa, lalu melihat Jiyong membukakan pintu untuknya. "Seorang tentara melarikan diri, dia ingin terbang keluar negeri, tapi tidak diizinkan dan mengamuk di sana," kata Heechul setelah ia mendengar beritanya, langsung dari beberapa kenalan di kepolisian.

"Bagaimana keadaan Lisa?" tanyanya kemudian.

"Masih tidur, jadwalkan pertemuan dengan psikiaternya, hari ini," kata Jiyong, yang langsung kembali duduk di sofa sementara Heechul mengintip ke kamar Lisa yang terbuka. Melihat Lisa terlelap di sana dengan selimut tebalnya.

"Dia sangat terkejut?" gumam Heechul, yang sudah tahu pasti jawabannya. "Dia tidak terluka? Perlu ke rumah sakit juga? Aku sudah membatalkan semua jadwalnya hari ini, kita juga bisa mengatur ulang jadwal lainnya, dia perlu beberapa hari untuk pulih," tanyanya kemudian.

"Hanya terkilir, dan sangat terkejut," balas Jiyong. "Bajingan berengsek itu, kau menemukannya?"

"Siapa? Penembaknya? Dia di kantor polisi," jawab Heechul, yang hanya Jiyong jawab dengan kerutan di dahi. Bukan itu jawaban yang Jiyong inginkan. "Ahh... maksudmu Jeno?" ulang Heechul, setelah menerima beberapa petunjuk dari raut lawan bicaranya.

"Hm... dia. Bisa-bisanya dia membawa Lisa pulang tanpa menghubungiku?! Dia memberitahumu kalau mereka akan kembali tadi malam?! Tidak kan?! Bajingan!" kesal Jiyong, tetap terdengar marah meski ia tidak meninggikan suaranya sekarang. Pria itu tidak bisa berteriak, sebab takut kekasihnya akan terkejut lalu bangun dari tidurnya.

"Dia di rumah sakit sekarang, dia jadi salah satu korban," pelan Heechul, tentu membuat Jiyong harus menekan dalam-dalam emosinya sekarang.

Jeno jadi salah satu korban dalam kekacauan semalam. Ia keluar dengan ransel besarnya, sebuah koper milik Lisa, tas jinjing Lisa yang ditumpangkan ke atas koper itu, lalu handphonenya juga handphone Lisa dalam pegangannya. Jeno juga perlu membawa beberapa hadiah dan surat pemberian fans saat penembakan itu terjadi. Ketika orang-orang mulai panik, Jeno berusaha keras untuk meraih Lisa, untuk melindunginya. Ia pun berteriak pada para penjaga keamanan, namun kekacauan tidak bisa dikendalikan. Belasan peluru dilemparkan, dengan suara yang begitu mengerikan.

Manager lapang itu kemudian jatuh, terinjak keramaian dan dilarikan ke rumah sakit sebagai salah satu korban, meski tidak terluka sangat parah. Tangannya patah karena jatuh dan terinjak, ditambah beberapa luka memar di berbagai bagian tubuhnya, lagi-lagi karena terinjak. Bahkan seorang yang begitu kuat pun tidak akan bisa dengan mudah bangkit lagi setelah terinjak-injak. Jeno hanya bisa meringkuk, melindungi kepalanya selama kekacauan semalam terjadi.

Seluruh jadwalnya hari itu dibatalkan, tapi sorot kamera tetap tidak bisa meninggalkan Lisa. Rekaman cctv saat kekacauan itu terjadi tersebar, beberapa kamera yang sebelumnya sedang merekam Lisa berganti fokus pada penembakan itu. Video-video tersebar, dan Lisa ada di sana. Ikut panik, ikut ketakutan.

Banyak orang berempati. Mengasihani Lisa yang baru saja pulang bekerja tapi harus bertemu situasi mengerikan itu. Tapi tidak semua orang punya hati yang baik. Sebagian dari mereka juga menyalahkan Lisa, bahkan agensi barunya.

"Yellow Ent., benar-benar jahat! Bisa-bisanya mereka membiarkan Lisa kembali sendirian tanpa bodyguard?!" berbagai komentar seperti itu muncul di internet. "Agensi barunya sangat buruk! Hanya karena dia mantan idol, dia pikir dia tahu segalanya?! Kwon Jiyong berengsek! Lihat apa yang dia lakukan pada Lalisa! Kalau Lisa masih di agensi lamanya, dia tidak akan diperlakukan begini! Dia akan dijaga belasan bodyguard!" meski tidak berada di lokasi penembakan itu, sang CEO tetap disalahkan. Ia tetap dihina dan dimaki-maki penggemar kekasihnya yang khawatir.

Keadaan jadi semakin rumit karena beberapa penggemar menemukan Jeno. Mereka yang marah, mendatangi rumah sakit tempat Jeno dirawat. Menyalahkan sang manager yang tidak bisa melindungi Lisa malam itu. Meski tidak bisa masuk ke kamar rawatnya, para penggemar Lisa yang kecewa tetap berdiri di depan rumah sakit, membawa papan-papan bertuliskan amarah yang ditunjukkan pada Jeno. "Manager bodoh! Kau harusnya tertembak di sana!" begitu salah satu tulisannya, sangat menggambarkan kekecewaan orang-orang itu pada Jeno yang tidak bisa melindungi Lisa.

"Berapa banyak yang berdiri di depan rumah sakit?" tanya Lisa, dipukul lima sore setelah ia bangun dari tidur panjangnya.

"Hanya lima sampai enam orang," jawab Jiyong, yang seharian ini sibuk menelepon dan mengecek siaran publik di apartemen Lisa. "Tapi reporter juga ada di sana, jadi beritanya sedikit dibesar-besarkan," susul pria itu. Tanpa memberitahu Lisa semua umpatan yang ia terima di akun sosial medianya hari ini.

"Bagaimana ini? Jeno tidak bisa dipindahkan saja?" Lisa terdengar khawatir sekarang. Ia berjalan kesana-kemari, berusaha mengurangi perasaan resahnya. "Dia tidak terluka parah kan? Augh! Harusnya aku tidak merengek ingin pulang," gadis itu menyalahkan dirinya sendiri, meski Jiyong sudah berkali-kali menenangkannya.

Mengatakan kalau Lisa sama sekali tidak bersalah, pria yang menembakkan senjata itu lah yang bersalah. Awalnya pria itu memang kesal karena Jeno tidak berada di sebelah Lisa saat penembakannya terjadi. Jiyong memang sempat menyalahkan Jeno yang tanpa mengabarinya, mengganti jadwal penerbangan Lisa. Tapi sekarang, justru Jeno lah yang banyak terluka. Jiyong tidak bisa terus menyalahkannya, ia harus bergerak maju, melakukan sesuatu untuk mengurangi kerugian mereka.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang