9

818 125 6
                                    

***

Ia baru saja tiba di rumah, baru saja melepaskan cardigannya dan berbaring di sofa, saat bel rumahnya di tekan. "Augh! Siapa yang datang malam-malam begini?!" keluh Lisa, yang terpaksa harus bangun dan melihat tamunya. Lewat intercom gadis itu melihat tamunya, lalu mendengus karena Jiyong yang datang. "Untuk apa menekan bel? Buka sendiri pintunya! Manja!" seru gadis itu, meski tahu Jiyong tidak akan mendengarnya. Ia tetap membuka pintunya, lantas kembali berbaring di sofa dan membiarkan kucing-kucingnya naik untuk menindihnya.

"Aaaa... lelah," katanya, mengeluh pada kucing-kucing yang sibuk menggerayanginya, menginjaknya, menjilatinya, sedang seekor anjingnya, ikut naik dan berbaring di atas kakinya.

Selang beberapa menit, Jiyong masuk dengan sendirinya. "Kau sudah makan malam?" tanya pria itu, langsung melangkah ke meja makan dan meletakkan dua kotak makan di atas meja.

"Belum," balas Lisa, tetap berbaring, sembari sesekali memeluk kucingnya.

"Beri mereka makan, mereka begitu karena lapar," suruh Jiyong namun Lisa tetap pada posisinya.

"Tidak, mereka begini karena merindukanku- akh! Ya! Siapa yang mengigitku?!" serunya, namun tetap pada posisinya, sama sekali tidak bergerak.

Jiyong berdecak, lantas ia hampiri gadis itu di sofa, mengulurkan tangannya dan menarik bangun kekasihnya setelah tangannya diraih. "Aku cemburu," Lisa berucap, membuat lawan bicaranya lantas mengerutkan dahinya.

"Huh? Tiba-tiba? Setelah bertahun-tahun?" tanya Jiyong, tentu heran.

"Kenapa terkejut? Aku juga manusia, aku bisa cemburu," balas Lisa, sembari duduk dan mengelus-elus anjing yang naik ke pangkuannya, sedang para kucing melangkah pergi karena merasa diabaikan.

"Kenapa?"

"Oppa membukakan pintu mobil untuk Jisoo eonni, kau mengantarnya ke salon, membukakan pintu mobil lagi, bahkan membukakan pintu salonnya. Apa oppa pikir Jisoo eonni tidak bisa membuka pintunya sendiri? Lalu, di salon, oppa menungguinya, kau tidak pernah melakukannya untukku. Menungguku mandi saja oppa kesal. Oh! Lalu kau mengantarkan slipper untuknya. Untuk apa itu? Apa kaki Jisoo eonni terluka? Pakai ini dulu, kau harus pakai high heels nanti. Slipper siapa yang oppa berikan padanya? Setelah itu kau memotretnya di tempat pemotretan, untuk apa? Kau mau menyimpan foto Jisoo eonni? Di internet ada banyak fotonya, mau aku mengumpulkannya untukmu? Karena kau sangat menyukainya? Dan setelah semua itu kalian masih makan bersama! Untuk apa kau membawakanku makanan? Oppa sudah makan dengan Jisoo eonni. Kalian makan daging panggang dan memesan empat porsi padahal hanya berdua. Kau ingin menghabiskan waktu lebih lama dengannya? Kalau begitu untuk apa oppa ke sini? Pamer?"

Jiyong terdiam, tanpa menunjukan ekspresi apapun. Dahinya berkerut, namun ia sendiri tidak yakin bagaimana perasaannya sekarang. Haruskah ia tertawa? Atau berseru kagum sebab Lisa bicara dengan sangat cepat hanya dalam beberapa tarikan nafas. Sepertinya aku bisa memberinya lagu yang lebih cepat untuknya—sekelebat rencana muncul dalam kepalanya sekarang.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Lisa kemudian. "Oppa tidak akan menjelaskan apapun padaku?" susulnya kemudian.

Ditanya begitu, Jiyong tidak bisa menahan dirinya. Ia tertawa sekarang. Merasa gadis di depannya itu sangat lucu hingga ia tidak bisa berdiri lagi. Didudukannya tubuhnya di atas meja, masih sembari terkekeh dan menutup mulutnya sendiri. Berusaha untuk tidak terbahak terlalu keras, karena tawanya mungkin akan membuat Lisa kesal.

Namun alih-alih merasa kesal dan disepelekan, Lisa pun terkekeh. Ia tertawakan sendiri keluhan-keluhannya tadi. Ocehan panjang tadi pun terdengar lucu baginya.

"Darimana kau mendengar semua itu?" tanya Jiyong kemudian, sesekali masih terkekeh.

"Jisoo eonni," jawabnya, yang kemudian menunjukkan layar handphonenya. Menunjukan sebuah pesan panjang yang Jisoo kirim padanya. Sebuah surat keluhan sepanjang satu layar lebih sedikit. "Katanya oppa menyeramkan karen tiba-tiba bersikap begitu. Jisoo eonni merinding sepanjang sore tadi, karenamu," susul Lisa.

"Ya! Bukan mauku melakukan semua itu," bantah Jiyong kemudian. "Aku harus menunjukan sesuatu ke penonton, kalau aku hanya mengantar lalu meninggalkannya, apa yang menarik? Karena itu aku melakukannya," susulnya, membela diri. Mengatakan kalau ia pun terpaksa saat melayani Jisoo bak manager baik hati tadi.

"Ya ya ya, anggap saja aku percaya kalau oppa terpaksa melakukannya," santai Lisa, yang selanjutnya bangkit dari duduknya. Ia langkahkan kakinya ke dapur, berdiri di rak piring dekat bak cuci piring, mengambil beberapa mangkuk bersih di sana lalu mengisinya dengan makanan kucing, juga makanan anjingnya. Ada beberapa dispenser makanan hewan di atas meja dapurnya, tepat di sebelah lemari esnya. Kalau tamu yang pertama kali datang, pasti akan mengira Lisa kecanduan sereal cokelat, karena penataan dapurnya itu.

Di bawah meja dapurnya, lantas ia bariskan mangkuk-mangkuk makanan hewan itu, memberi makan para peliharaan yang tinggal bersamanya, sembari sesekali mengusap bulu-bulu halus mereka.

"Tadi aku sudah meeting dengan kru I Live Alone," lapor Lisa kemudian, masih sembari menemani kucing-kucingnya makan. Sedang Jiyong duduk di sofa, memangku si anjing, Love yang lebih suka dielus daripada makan. "Mereka akan merekamku seharian penuh dan oppa harus membawa barang-barangmu pergi dari sini. Jangan muncul di depanku saat aku direkam, jangan berlaga baik seperti yang oppa lakukan pada Jisoo eonni tadi," katanya kemudian.

"Kenapa? Kau tidak ingin mengakuiku sebagai kekasihmu?" goda Jiyong. "Lagi pula, apa barang-barangku yang ada di sini? Milikku yang ada disini hanya dirimu," susulnya.

"Augh! Cheesy!" keluh Lisa, bergerak berdiri sembari menunjukan tubuhnya yang bergetar kegelian. "Topi, jaket, mantel, jasmu, bawa semuanya pulang," suruh Lisa kemudian. "Jangan sampai ada foto jaketmu di rumahku. Ingat apa yang reporter lakukan waktu itu? Hanya karena Rolls-Royce putihmu sama seperti Jennie eonni, kalian dibilang berkencan," katanya.

"Karena itu, kenapa kau membeli yang biru? Harusnya kau membeli yang putih jadi reporter akan bilang kalau kita yang berkencan," Jiyong berkomentar, sementara Lisa mengintip makanan yang pria itu bawa. "Dari semua warna, kenapa kau memilih biru?" ulangnya berlaga heran.

"Dari semua makanan, kenapa oppa membeli ini?" Lisa balas bertanya, mengambil sepotong udang goreng yang ada di kotak makan itu lalu mencicipinya. "Hmm... enak," serunya kegirangan. Ia sedikit melompat menikmati gurihnya udang goreng itu.

Jiyong tentu mengatakan kalau ia membeli makanan itu karena tahu Lisa menyukainya. Lantas, setelahnya, Lisa menunjuk pria itu, lalu berkata, "alasan bagus, aku pun begitu," katanya. Menjawab pertanyaan yang sebelumnya Jiyong tanyakan.

Pria itu kini menaikan alisnya, "kau membeli mobil biru karena aku menyukainya? Aku tidak terlalu suka biru," katanya Jiyong kemudian.

"Tidak, bukan begitu. Aku membeli yang biru karena aku suka yang biru," jawab Lisa, tentu membuat lawan bicaranya mendengus. Jiyong yang salah karena terlalu berharap.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang