23

542 84 7
                                    

***

Di cafe mereka bertemu. Pukul sebelas nanti tempat itu tutup, jadi Mone merasa ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatannya. Waktunya tidak banyak, untuk bicara dan memandangi idolanya. Karenanya, gadis itu datang lebih dulu. Duduk dan memesan lebih dulu, memesan Lisa yang masih dalam perjalanan.

"Tunggu sebentar, aku naik dulu," kata Lisa, berkata sembari berlalu tanpa menunggu Mone menjawabnya. Buru-buru gadis itu melewati meja Mone, melangkah ke pintu belakang, lalu naik ke lantai dua. Ke tempat agensinya berada.

Lisa akan menghampiri kekasihnya, namun Jiyong masih ada di ruang meeting, bersama dengan Heechul dan Dahee, juga setumpuk pekerjaan mereka. Hyunjin tidak ada di sana, sedang menemani Jisoo keluar kota katanya. Ia hanya mengintip dari pintu ruang meeting, meski ketiga orang di dalam sana menyadari kehadirannya, Lisa tidak melangkah masuk. Ia hanya menunjukkan senyum cantiknya, sedikit melambai kemudian melangkah pergi dari sana. Kembali ke bawah setelah melihat kekasihnya masih bisa duduk tegak di ruang meeting.

"Maaf, ada beberapa hal yang perlu aku urus di atas," kata Lisa, sedikit berbohong sebab Mone keliatan tidak senang. "Kau sudah memesan? Mau cake?" tawarnya. Gadis itu belum duduk, sebab ia masih perlu memesan minumannya sendiri, juga memesan beberapa camilan untuk teman mengobrol mereka.

Lisa terlihat santai. Sama seperti biasanya. Sedang Mone menunjukkan ketidak sabarannya. Ia ingin Lisa cepat-cepat duduk di depannya, ingin mereka segera berbincang. Ingin Lisa segera mengenalnya. Segera menjadikannya teman sungguhan—bukan sekedar penggemar yang sudah menyelamatkannya.

Lalu keinginannya tercapai. Malam ini, sembari menikmati kopi dalam cangkir masing-masing, mereka banyak berbincang. Lisa tertawa, terlihat begitu cantik bagi Mone. "Kau punya teman yang begitu?" tanya Lisa, keheranan dengan cerita Mone barusan. Tentang seorang temannya yang menulis fanfiction dengan Lisa sebagai tokoh utamanya. "Dia menulis tentangku dan Jennie eonni? Kami berkencan dalam ceritanya? Happy ending?" tanyanya antusias.

"Ada juga fanfiction tentangmu dan G Dragon," kata Mone kemudian. "Lalu mereka jadi semakin bersemangat saat tahu kalian bekerja bersama, saat tahu kau mendatangi kontrak di agensi barunya," ucapnya, seolah tengah melapor pada Lisa tentang apa-apa saja yang terjadi di kelompok para penggemar.

"Aku dan Jiyong oppa? Bagaimana ceritanya?" tanya Lisa, antusias juga penasaran. Dan tentu saja merasa sedikit malu.

"Cerita-cerita klise, seperti kalian bertemu di agensi, love at the first sight, fans tidak setuju tapi cinta bisa mengalahkan segalanya. Lalu kalian bertengkar karena rumor di berita, putus lalu sakit, menangis, depresi lalu kembali bersama setelah menyadari kalau kalian saling membutuhkan, cerita-cerita yang seperti itu," Mone menggambarkan cerita yang pernah ia baca, sedang Lisa yang mendengarnya tidak bisa menahan kekehannya.

Lisa terkekeh, hampir terbahak-bahak mendengar kisah itu. "Lucu sekali. Aku berkencan dengannya lalu sakit karena putus? Tidak bisa aku bayangkan aku akan begitu," katanya sembari terbahak.

"Iya kan? Lucu sekali, mana mungkin kau berkencan dengan G Dragon, dia terlalu tua untukmu," kata Mone kemudian.

"Oh ya? Dia tidak setua itu, jangan bilang dia tua, dia sensitif dengan umurnya. Dengan berat badannya juga," santai Lisa, sembari menunjuk ke langit-langit cafenya. "Jangan keras-keras saat membicarakan umur dan berat badannya, dia ada di atas, nanti dia mendengarnya," katanya, masih sembari terkekeh. Bicara dengan begitu santai, seolah ia tidak pernah mengencani pria itu.

Mereka terus berbincang. Tertawa seolah sudah berteman cukup lama. Terus mengobrol sampai seorang baristanya memberitahu kalau cafe akan tutup. Mereka harus berpisah sekarang, pertemuan itu harus di selesaikan sekarang. Namun Mone justru bertanya, apa Lisa ingin pergi ronde kedua, di bar. Mone bilang ada bar wine sepi di sekitar sana, berkata kalau mereka bisa kembali berbincang di sana.

"Maaf," Lisa menolaknya. Jiyong tidak akan senang kalau ia pergi ke bar tanpa memberitahunya, terlebih dengan seorang yang baru beberapa hari dikenalnya. "Aku harus kembali ke studio malam ini-"

"Lagu baru?! Kau akan comeback?!" seruan senang Mone, menyela suara Lisa.

"Semoga saja, belum diputuskan," geleng Lisa. Mengulang jawaban yang selalu ia katakan atas pertanyaan itu.

Akhirnya, Lisa kembali naik ke agensinya. Setelah ia meminta empat gelas minuman pada baristanya. Meminta si barista laki-laki untuk memberinya pelayan terakhir malam ini. Sedang Mone sudah melangkah pergi, pulang ke rumahnya—begitu katanya. "Ini pertama kalinya aku melihatmu mengobrol lama dengan penggemarmu, noona," kata barista itu, sembari menyiapkan empat gelas teh untuk Lisa. Ini sudah terlalu larut untuk minum kopi.

"Uhm... Karena aku baru dapat kesempatan sekarang?" santai Lisa, ia berdiri di depan counter cafe itu, menunggui barista yang sedang memunggunginya. "Dia yang menolongku di bandara waktu itu. Aku harus memperlakukannya dengan baik," susulnya.

"Kelihatannya dia tidak akan senang kalau tahu kau berkencan," barista itu berkomentar.

"Bagaimana kau tahu kalau aku berkencan?"

"Bagaimana mungkin tidak tahu? Noona selalu membuatku harus menulis yang seperti ini," ucapnya, menunjukan gelas yang ia pakai untuk mengemas teh pesanan Lisa. Love you—begitu pesan yang biasanya Lisa tulis di salah satu gelasnya.

"Kau juga tahu siapa yang aku kencani?"

"Sepertinya? Pria itu juga sering memintaku menulis pesan begini, dia kan? Pria itu?"

"Whoa... Cerdas sekali. Tapi kau harus merahasiakannya... Tidak, kau selalu merahasiakannya, selama ini, baik sekali," kata gadis itu, tetap santai.

"Tentu saja, aku berencana memerasmu, untuk menjaga rahasia itu," balas sang barista, sama santainya.

"Apa yang kau mau untuk tutup mulut?"

"Berhentilah memesan setelah jam kerjaku selesai? Jangan membuatku harus lembur setiap hari," katanya dan Lisa terkekeh. Menganggukan kepalanya untuk mengiyakan permintaan itu. "Bilang juga pada kekasihmu dan teman-temannya. Kalau mereka ingin bekerja keras sampai pagi, jangan mengajakku," gelengnya, mengeluh karena beberapa kali ia ditelepon hanya untuk membuatkan kopi. Barista itu tinggal di belakang cafe, di dalam sebuah kamar kecil tanpa uang sewa. Pemilik gedung yang memberinya izin tinggal di sana, sebab ia mengaku kesulitan mencari tempat tinggal dengan gaji dan beasiswanya yang terbatas.

Sekali lagi Lisa mengangguk, tapi tetap terkekeh mendengar keluhan si barista. Sampai akhirnya empat gelas tehnya selesai dan Lisa pergi membawa gelas-gelas itu ke lantai dua, ke agensinya. Gadis itu melangkah di tengah-tengah lorong yang terang seorang diri, lalu masuk dan melihat pintu ruang meeting sudah terbuka. Meetingnya sudah selesai.

Karena pintu ruang kerja Dahee juga terbuka, Lisa melangkah masuk ke sana. Ia mengetuk pintunya, menegur Dahee yang sedang bersiap untuk pulang. "Teh hijau sebelum tidur, agar tidurmu nyenyak malam ini, eonni," katanya sembari meletakan segelas teh yang ia beli tadi.

"Thank you," santai Dahee. "Jiyong ada di studio sekarang, masih kelas," susulnya sebelum Lisa sempat bertanya.

Lisa mengangguk, mengatakan kalau ia akan pergi ke studio setelah mengantar segelas teh untuk Heechul, di ruang kerjanya. "Jadwalku besok dimulai siang kan? Hanya interview majalah, lalu syuting di acara YouTube-nya Somi, setelah itu pemotretan lagi?" tanya Lisa setelah meletakkan teh untuk Heechul.

"Hm... Besok lusa latihan pole dance-mu bisa dimulai lagi. Kalau kelas pilates yang kau bicarakan baru bisa dimulai minggu depan," susul Heechul, mengatakan pembaharuan jadwal artist-nya. "Ah! Dan Jiyong sudah setuju untuk merekrut manager baru. Dia berencana memperkejakan dua orang baru. Kau mau ikut interview-nya?" tanyanya.

"Kapan?"

"Entah lah, lowongan kerjanya baru akan aku publish lusa," santainya.

"Ah... Bukan manager profesional?"

"Tentu bukan. Kita masih harus menekan pengeluaran. Kita hanya akan merekrut anak magang atau fresh graduate, yang gajinya belum terlalu tinggi," geleng Heechul. "Mungkin interview-nya sekitar minggu depan atau dua minggu lagi. Kalau Jiyong sedang wamil saat interview itu, kau bisa menggantikannya kan?"

"Oppa atur saja jadwalnya. Aku bahkan tidak ingat apa jadwalku besok lusa," santainya, yang setelahnya justru berpamitan untuk pergi ke studio, ingin segera menemui kekasihnya di sana.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang