17

703 112 10
                                    

***

"Oppa, handphone Lisa benar-benar hilang? Bagaimana dengan foto vulgar kalian?" Lisa terbahak-bahak membacanya. Sebuah pop up pesan di layar handphone kekasihnya. Jennie masih percaya kalau handphonenya benar-benar hilang dan foto-foto itu sungguhan ada.

Mendengar kekasihnya tertawa, Jiyong menoleh. "Apa yang kau tertawakan?" tanya pria itu. Mereka masih ada di apartemen Lisa sekarang. Jiyong baru saja datang, dari rumahnya di penthouse gedung itu. Ia baru mengeluarkan handphone dan kunci mobilnya dari saku, melepaskan jaketnya lalu menyampirkannya di atas kursi.

Jiyong tidak datang untuk berkencan malam ini, Rose masih di sana dan Heechul pun akan datang beberapa menit lagi. "Tidak ada," geleng Lisa, sengaja meraih tabletnya, mengambil foto dari layar handphone Jiyong lalu mengirimkan gambar itu pada Rose.

Di kamar Lisa, Rose yang sedang berbaring ikut terbahak-bahak. "Dia benar-benar tidak bisa mendengarnya!" kata Rose dari kamar. "Kapan Jennie eonni kembali?" sembari berlari keluar, Rose kembali bertanya.

"Oh? Kau masih di sini?" sekarang Jiyong yang terkejut, melihat Rose yang sudah lima hari menginap di rumah Lisa—sejak penembakan itu terjadi. "Padahal aku ingin berkencan sebelum Heechul datang," susulnya, sengaja mendengus untuk menunjukan ketidaksukaannya.

"Sorry, aku tidak berminat sekarang," balas Lisa, menepuk-nepuk bahu Jiyong kemudian membawa tabletnya pergi dari sana. Tentu sembari menggandeng Rose pergi ke kamarnya. Mengerjai Jennie lebih menyenangkan daripada berkencan—begitu menurutnya. Terlebih karena Jiyong sangat sibuk dan mengabaikan beberapa hari terakhir, Lisa ingin membuatnya sedikit memohon. "Ah! Oppa! Jangan balas pesan Jennie eonni!" suruhnya kemudian, membuat Jiyong langsung mengecek handphonenya dan melihat pesan itu.

Lisa bermain dengan Rose di kamarnya. Mengirim foto layar handphone Jiyong tadi pada Jisoo dan mulai tertawa, bersekongkol untuk menjahili Jennie. Sementara Jiyong, memilih untuk berdiri di ambang pintu yang mereka biarkan terbuka, bertanya tentang maksud dari pesan Jennie tadi.

"Kau punya foto vulgar di handphonemu?" Jiyong bertanya, namun Rose yang lebih dulu menoleh dan menatapnya. Sementara Lisa masih membalas pesan Jisoo lewat tabletnya.

"Oppa tidak tahu? Foto-foto itu... oppa tidak pernah melihatnya?" tanya Rose, baru saja merasa kalau ia akan punya korban baru.

"Foto apa yang kau simpan di handphonemu, Lisa?" Jiyong mengulang pertanyaannya.

"Oppa sungguh tidak tahu? Ya! Pada siapa kau mengirim foto-foto itu, kalau bukan pada Jiyong oppa?! Kau punya kekasih lain, iya kan?!" tebak Rose, dengan raut terkejut yang tentu dibuat-buat. "Oppa pasti terkejut kalau fotonya tersebar," katanya, dengan sengaja ingin membuat Jiyong kesal.

Jiyong melangkah mendekat sekarang. Merebut tablet Lisa, membuat gadis yang tersenyum itu menoleh ke arahnya. "Kenapa?" tanya Lisa, tanpa merubah raut wajahnya. Ia tetap tersenyum, tetap senang karena obrolannya dengan Jisoo. Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau sedari tadi Jiyong bertanya padanya.

Sekali lagi, menjahili Jennie terasa lebih menyenangkan baginya, yang sudah hampir seminggu ini dikurung di rumah. Selama hampir satu minggu ini, Lisa dan Rose hanya bisa bermain di gedung apartemen itu. Di tempat gym, membeli es krim ke minimarket lantai dasar, bersepeda di tempat parkir atau pergi berenang di penthouse. Semuanya terasa membosankan karena tidak boleh pergi, meski ia bisa menonton film lewat home teather di rumah kekasihnya.

"Foto apa yang kau simpan di handphonemu?"

"Foto vulgar-"

"Fotoku," Lisa memotong ucapan Rose, sekarang menyikut gadis itu agar ia diam. Jennie hanya akan mengeluh karena dijahili, tapi Jiyong bisa sungguhan marah sekarang. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk menjahilinya.

"Aku mengirim handphonemu untuk diperbaiki, kalau sampai ada foto vulgar yang tersebar, kita tidak akan bisa memperbaikinya," kata Jiyong dan lawan bicaranya kini menganggukan kepalanya. Sedang Rose kecewa sebab tidak diizinkan menjahili Jiyong.

"Tidak ada foto yang akan merusak karirku. Resiko terburuknya hanya... aku ketahuan berkencan denganmu, lalu dihujat penggemarmu. Tidak... oppa juga akan dihujat penggemarku, hanya itu," tenang Lisa, tahu kalau Jiyong mungkin akan meledak kalau mereka dapat masalah baru lagi sekarang. Pria itu hampir tidak tidur karena perubahan jadwalnya yang tiba-tiba, kalau Rose melanjutkan idenya, keadaan bisa jadi semakin buruk karena foto vulgar yang tidak pernah ada.

"Tidak ada foto vulgar?"

"Foto berdua denganmu saja tidak ada," geleng Lisa. "Menyedihkan, padahal kita sudah lama berkencan," lesunya kemudian, dengan raut yang dibuat-buat. "Sekarang, kembalikan," pintanya, kali ini ia ingin tabletnya di kembalikan. Hanya ingin benda itu kembali ke tangannya, jadi ia bisa melanjutkan permainannya.

"Kau masih merajuk? Rosie, keluar-"

"Ayo keluar," potong Lisa, sengaja bangkit dari ranjangnya. Ia raih tabletnya dari Jiyong, lalu memberi tanda pada Rose untuk mengekorinya keluar dari sana.

"Jangan libatkan aku kalau kalian bertengkar," Rose memprotes, namun tetap mengekor karena ingin melihat lanjutan kejahilan mereka.

Sementara Jiyong berdecak sebal, dua gadis itu sudah lebih dulu duduk di sofa. Menganggu para kucing yang tengah bersantai dan mengambil alih sofanya.

"Ya! Lalisa! Kita perlu bicara," Jiyong berseru, tentu sembari melangkah keluar dari kamar tidur itu.

"Tidak perlu," tolak Lisa. "Aku sudah tahu apa yang akan oppa katakan. Kau melarangku keluar, kau membatalkan semua jadwalku, kau melakukan segalanya untukku. Aku tahu maksudmu baik. Tapi kau juga harus tahu kalau semua itu menyebalkan," balasnya, tanpa berpaling dari tabletnya. "Aku sudah berusaha menyesuaikan diriku dengan pekerjaanku. Meski malas, meski lelah, aku tetap bekerja. Lalu setelah aku terbiasa, oppa tiba-tiba membatalkan segalanya. Sekarang aku perlu waktu lagi untuk membiasakan diri," katanya.

"Kenapa kau sangat sulit-" Jiyong yang kesal akan mengeluh, namun bel pintu sudah lebih dulu di tekan. Heechul baru saja datang.

"Harusnya kalian tidak bekerja bersama," komentar Rose sedang Jiyong melangkah keluar untuk membuka pintu depan. "Berkencan dan bekerja tidak bisa dilakukan bersamaan, aku sudah mencobanya, dan gagal," susulnya sembari menepuk-nepuk bahu Lisa.

"Loren oppa tidak menghubungimu?"

"Tidak, jahat sekali," pelan Rose, kali ini merebut tablet dari tangan Lisa. "Bekerja lah, aku akan bermain sendirian di sini," susulnya, lantas menulis sebuah pesan untuk Jisoo—Lisa dan Jiyong oppa bertengkar karena foto vulgar itu—begitu yang ia tulis di grup percakapan mereka.

Heechul melangkah masuk, jadi Lisa harus berdiri sekarang. Meeting harus dimulai dan ia perlu bersikap profesional. Sembari melirik pada Jiyong yang lebih dulu duduk di meja makan, Lisa menarik kursinya. Ia duduk di depan Heechul, setelah menyapanya. Sementara Kim Heechul mendudukan dirinya di sebelah Jiyong. Posisi yang sama seperti ketika mereka meeting di agensi.

"Aku ingin kembali bekerja," kata Lisa memulai pembicaraan itu. "Atau setidaknya, biarkan aku keluar. Akan bertemu reporter, fans bahkan binatang buas di luar, aku tidak keberatan. Sungguh," ucapnya kemudian, dengan keyakinan yang tergambar jelas di nada suaranya. Bahkan Rose yang duduk tidak jauh dari sana menggerakan tangannya seolah sedang bertepuk tangan—mengomentari keberanian Lisa di depan orang-orang agensi barunya. Di agensi lama, Lisa tidak akan bicara setegas itu. Di banding dengan Lisa, Jennie jauh lebih berani—saat mereka ada di agensi yang sama.

"Kau bahkan belum bisa tidur nyenyak," pelan Jiyong, hanya melirik tajam pada kekasihnya, sembari membuka laptop di depannya. Sejak membangun agensinya sendiri, pria itu mulai mengerjakan hal-hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

"Lalu sampai kapan aku akan jadi tahanan rumah?" tanya Lisa, jelas tidak mau kalah. Sekarang Jiyong terdiam. Pria itu pun tidak tahu sampai kapan ia harus melindungi Lisa di rumahnya. "Aku tahu oppa khawatir, aku tahu kau takut kejadian yang sama mungkin akan terulang lagi. Tapi... sampai kapan oppa akan begitu? Aku baik-baik saja, sungguh... kalau oppa mau, aku juga bisa menemui psikiater setiap minggu, untuk memastikan aku bisa tidur nyenyak. Aku mohon... berhentilah khawatir," bujuknya, dengan wajah memelas khasnya. Saking sedihnya wajah itu, Jiyong tidak bisa menatapnya. Ia khawatir dirinya akan berubah pikiran kalau melihatnya.

***

The ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang