18

55.7K 3.1K 52
                                        

Ian memperhatikan Ervan yang kini masih menangis dengan keras, tarikan pelan di celananya ia hiraukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ian memperhatikan Ervan yang kini masih menangis dengan keras, tarikan pelan di celananya ia hiraukan. Menatap dalam diam Ervan, menunggu tangisan Ervan reda. Lebih baik ia diam daripada ia lepas kendali.

Ervan menangis dengan mengadahkan kepalanya ke atas, mulutnya yang menganga dan mata yang tertutup, tak lupa tangan kecilnya menarik-narik pelan celana Ian.

Sedangkan kedua bodyguard itu menatap ke arah depan dengan raut muka datar. Bersiap kapan saja ketika Ian memerintahkan mereka.

Siswa-siswi tidak berani terus terang memperhatikan mereka.

Ian mengecek jam tangan, ternyata hari sudah semakin sore. Tangisan adiknya mulai reda, pasti Ervan capek menangis terus dari tadi. Siapa suruh menangis.

Ian menundukkan kepala guna mensejajarkan tubuh mereka. Menatap dengan teduh adiknya yang kini sesenggukan.

"Masuk ke mobil. Kita akan membahasnya di dalam. Oke?" ajak Ian dengan penuh perhatian.

Ervan menanggapinya dengan anggukan pertanda setuju. Salah satu bodyguard dengan sigap membukakan pintu belakang mobil. Setelah Ian dan Ervan masuk ke dalam mobil, kedua bodyguard itu masuk ke mobil bagian depan.

Bodyguard itu tidak segera menjalankan mobilnya, mereka menunggu perintah dari Ian.

Kembali ke Ervan dan Ian.

"Sudah selesai menangisnya?" tanya Ian memastikan.

"Sudah," balas Ervan lirih. Menundukkan kepalanya dengan sesekali mengusap air matanya yang masih mengalir di pipi tembemnya.

"Jelaskan," tuntut Ian.

"Ervan emm." Ervan menggantungkan ucapannya. Mendongak menatap Ian lalu menundukkan kepalanya lagi, jari-jarinya saling bertautan menyiratkan jika ia gugup saat ini.

"Ya?" timpal Ian. Melipat kedua tangannya di depan dada, menunggu penjelasan Ervan.

"Ervan. Uang Ervan hilang," cicit Ervan hampir tak terdengar.

Ian menaikkan alisnya. Ervan berbicara terlalu pelan, ia tidak dapat mendengarnya.

"Katakan dengan benar," peringat Ian dengan tegas.

"Ish, uang Ervan yang dikasih daddy sama kak Ansel hilang," jelas Ervan dengan menolehkan kepalanya ke samping. Menghindari tatapan Ian.

Ian mencerna perkataan Ervan. Uang Ervan hilang, lalu apa? Kenapa Ervan sampai menangis sesenggukan.

"Lalu?" tanya Ian.

Ervan [End🤎]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang