Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Ervan.
Seorang anak kecil laki laki yang polos dan penurut. Hidup penuh dengan penderitaan bahkan untuk merasakan kebahagiaan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Siapa yang menyangka jika kedatangan Bella akan membuat Ervan merajuk seperti ini. Di dalam kamar yang bernuansa cerah daripada kamar yang lain, tercipta keheningan yang tak kunjung surut. Memang saat Ervan mengajak Ian tadi bilang jika akan mengajaknya bermain. Tapi saat sudah berada di dalam kamar, Ervan sibuk sendiri dengan ikannya. Sebelum mereka ke kamar Ervan, Ervan masih sempat membopong aquarium nya. Takut diambil Bella katanya.
Beberapa kali Ian menghembuskan napas beratnya. Bermain handphone pun rasanya sangat membosankan. Tatapannya turun menatap Ervan yang memilih duduk di bawah dan kepalanya ia tumpukan di atas meja. Dengan sebelah pipinya yang tergencet meja dan kepalanya menyamping menghadap aquarium. Sedangkan Ian duduk di sofa.
Begitu terus sampai saat ini. Dalam benak Ian, mungkin adiknya ngambek.
Selang beberapa menit, pintu kamar Ervan terbuka dari luar. Satu-persatu kakak-kakak Ervan masuk ke dalam. Kedatangan mereka tak membuat Ervan berpaling dari kesibukannya.
"Ervan," panggil Ansel dengan suara beratnya.
Hening, tak ada sautan dari Ervan sama sekali.
"Apa yang sedang dia lakukan?" tanya Gio dengan lirih. Berdiri bersebalahan dengan Kenzie. Kenzie melirik sebentar ke arah Gio, lalu arah pandangannya kembali menatap Ervan yang tak kunjung membalas sapaan sang sulung Orlando.
"Kakak," pekik Ervan terkaget-kaget lantaran merasakan tangan seseorang yang menggendongnya secara tiba-tiba. Menoleh menatap ke belakang, terpampang Varrel dengan raut muka datar andalannya. Ervan tak memberontak ketika merasakan ia yang akan dibawa menuju ke arah kasur.
"Jangan duduk di bawah, dingin," ucap Varrel setelah meletakkan Ervan di atas kasur. Tepat setelah Ervan diletakkan di tempat itu, Ervan langsung bergerak lincah mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.
Steve baru bergabung dengan saudara-saudara yang lain. Melihat sesuatu yang tertutup selimut membuat Steve terheran-heran dan bertanya pada Kenzie yang berada di sebelahnya.
"Ada apa?" tanya Steve hampir tak terdengar.
Kenzie menggidikkan bahunya, "Entah, mungkin merajuk," jawab Kenzie dengan akhir katanya melirik kakaknya.
Gio mengambil duduk di sebelah Ian. Sedangkan Varrel, Ansel, Steve dan Kenzie berdiri dekat dengan kasur Ervan. Ervan yang menyembunyikan diri di dalam selimut, kini dikelilingi oleh tubuh kekar kakak-kakaknya.
Ansel memijit keningnya sembari menutup mata. Kenapa lagi adiknya itu. Kedatangan anak panti itu sudah sangat menguras emosinya, kali ini adiknya menjadi-jadi. Harus berapa banyak ia menahan emosinya. Sabar bukanlah sifat Ansel.