Ervan berlari menjauh dari jangkauan orang tua. Ia tak suka meminum obat. Pahit. Kenapa obat itu pahit? Kenapa tidak manis seperti permen. Jika mommynya membawa permen, ia dengan sendirinya akan menempel pada mommy nya. Tak perlu melakukan aksi kejar-kejaran seperti ini.
Dengan kecepatan penuh, Ervan berlari keluar mansion. Dengan riang, Ervan menyapa beberapa bodyguard yang berjaga di depan pintu megah mansion Orlando. Tak perlu khawatir jika Ervan akan keluar dari kawasan mansion, karena gerbang mansion yang tinggi itu sudah tertutup rapat.
Alhasil, Ervan berlari-larian di halaman dengan salah satu bodyguard mengikutinya dari belakang. Takut jika Ervan tiba-tiba terjatuh. Mengantisipasi.
Mengetahui ada bodyguard yang mengikutinya dari belakang, Ervan semakin mempercepat laju larinya. Dalam benaknya, ia sedang bermain dengan bodyguard itu. Tak mempedulikan rasa pusing yang masih mendera nya. Ervan berlari dengan riang di halaman luas ini.
Tiba-tiba gerbang itu terbuka, muncul sebuah mobil melaju menuju halaman mansion yang luas. Ervan seketika menghentikan lariannya. Sorot matanya terpaku pada mobil itu. Apakah itu daddynya? Atau kakaknya?
Pintu mobil terbuka dari dalam. Sepasang kaki terbalut celana hitam muncul pertama kali tatkala pintu itu terbuka. Lalu muncul kepala yang semula menunduk, kini menatap Ervan yang berada tak jauh darinya. Mata elang Varrel menelisik adiknya yang berada di halaman mansion. Bukannya adiknya sedang sakit? Kenapa dibiarkan berada di luar.
Varrel menutup pintu mobil. Melangkah menuju dimana Ervan berdiri. Ervan mendongak menatap tubuh Varrel yang menjulang tinggi.
"Anak nakal, kenapa di luar?" suara berat nan serak milik Varrel terdengar. Netranya menghunus tepat ke arah Ervan, sedangkan Ervan tak merasa terintimidasi oleh tatapan itu. Ervan sudah biasa mendapati tatapan tersebut menyorot padanya, tak merasa terintimidasi seperti dulu lagi. Setiap hari kakak-kakaknya selalu menatapnya seperti itu. Mungkin itu bentuk kasih sayang dari mereka padanya. Romantis sekali kakak-kakaknya itu. Ervan dengan positive thingking nya.
Ervan menggaruk pipi nya yang tak gatal dengan ekspresi keheranan. Bodyguard yang berada di belakang sontak membungkukkan badannya ketika tuan mudanya berada di depan.
"Kak Varrel? Di sini?" tanya Ervan dengan polos. Bukannya kakaknya ini sedang berada di luar negeri? Kenapa sekarang berada di sini. Tiba-tiba lagi. Apakah kakaknya berteleportasi ke mansion ini? Atau menggunakan pintu doraemon? Mustahil.
Tanpa menjawab perkataan adiknya, Varrel menurunkan sedikit tubuhnya untuk menjangkau Ervan. Mengulurkan tangannya pada Ervan dan menggendongnya ala koala. Ervan langsung memberontak di gendongan kakaknya. Ia tak mau masuk ke dalam. Di sana ada monster. Monster kecil menurut Ervan.
"Gak mau masuk ke dalam. Turunin, kakak!" seru Ervan dalam gendongan Varrel.
Varrel seakan tak mendengar ucapan adiknya. Suara Ervan itu lucu, suara khas kekanakannya selalu menjadi candu baginya. Mendengar adiknya cerewet padanya, ia tak risih. Malahan ia suka. Bahkan tak jarang ketika Ervan berbicara, Varrel merekam suara itu. Dan Varrel sesekali memutar rekaman tersebut saat berada di luar negeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ervan [End🤎]
Teen Fiction[Brothership] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Ervan. Seorang anak kecil laki laki yang polos dan penurut. Hidup penuh dengan penderitaan bahkan untuk merasaka...