Cahaya mulai memasuki celah celah jendela kamar, menciptakan sedikit sinar cahaya yang mampu membangunkan seseorang dari tidur lelapnya. Matanya mulai mengerjap-erjap, sedikit demi sedikit mata itu terbuka.
Setelah mata itu terbuka lebar, seseorang itu memilih untuk tetap dalam posisinya. Tidur terlentang dengan arah pandangan ke atas.
Seseorang itu Ervan. Menelisik sekitar, ini bukan kamarnya. Tampilan kamarnya sangat berbeda dengan kamar saat ini. Ah benar, ia kan dibawa ibunya ke tempat ini. Ervan tidak tau ini dimana. Karena pada saat itu ia tertidur di pelukan ibunya. Bangun-bangun sudah berada di tempat seperti ini.
Ervan rindu mommy. "Mommy." Bibir mungil Ervan melengkung ke bawah dengan matanya yang menyendu. Tangan kini mulai mengusap kedua matanya. Ia ingin mommy nya. Tidak ingin di sini. Tidak ingin dengan ibunya.
Ervan mulai bangun dari acara tidurnya. Menatap ke tubuhnya, ternyata ia sudah tidak memakai seragam lagi. Kini tergantikan dengan kaos polos agak kebesaran. Sedikit lusuh di beberapa bagian. Dan celana selutut. Penampilannya hari ini sangat berbanding terbalik dengan kehidupan barunya.
Bagaimana respon mommy nya jika melihat ia memakai pakaian seperti ini. Mommy nya pasti akan heboh dan cepat-cepat untuk mencarikan pakaian ganti untuknya.
Untuk mommy nya yang cinta kebersihan, pasti akan memarahinya jika Freya melihat ia memakai pakaian ini.
"ERVAN."
Teriakan nyaring Nara dari luar kamar.
Ervan menghembuskan napasnya kasar. Suasana pagi dulu kini terulang kembali. Saat Ervan sudah mulai merasakan kehidupan yang aman dan tentram, kini dunia menariknya kembali ke dalam kehidupan yang suram ini. Teriakan pagi ibunya selalu menjadi suasana paginya saat dulu. Dan kini ia merasakannya lagi.
Mau tak mau Ervan harus menuruti panggilan Nara. Ervan tidak ingin dihukum oleh ibunya lagi. Jika kakak-kakaknya Ervan menghukumnya pasti tidak akan ada kekerasan fisik. Tapi jika ibunya, jelas melibatkan fisik.
Ervan turun dari kasurnya. Berjalan dengan lemas ke arah ibunya yang sekarang duduk di kursi.
"Ervan di sini," ucap Ervan tepat di depan ibunya.
Nara menatap Ervan dari atas ke bawah. Tatapan menelisik itu membuat Ervan tidak nyaman.
"Kenapa kelihatan lemas sekali? Apakah karena sudah terbiasa hidup enak sampai membuatmu jadi anak pemalas, hah!" Tuduh Nara kepada Ervan. Enak sekali hidup anaknya, kapan ia bisa merasakan itu semua. Tidak adil rasanya jika anaknya saja yang dapat merasakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ervan [End🤎]
Teen Fiction[Brothership] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Ervan. Seorang anak kecil laki laki yang polos dan penurut. Hidup penuh dengan penderitaan bahkan untuk merasaka...