Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Ervan.
Seorang anak kecil laki laki yang polos dan penurut. Hidup penuh dengan penderitaan bahkan untuk merasakan kebahagiaan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana malam tampak sunyi. Hawa dingin mulai terasa di setiap penjuru. Suasana malam selalu terlihat menenangkan. Di kawasan mansion Orlando tampak begitu damai dan tentram jika kita berjalan-jalan di area halaman tersebut. Tak banyak pekerja pada malam hari ini, karena mereka sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya ada bodyguard yang senantiasa berjaga di kawasan mansion Orlando.
"Kalian jadi kembali ke luar negeri? tanya Axton pada sang kakak yakni Aric. Mereka berdua duduk di sofa ruang keluarga. Axton tidak akan berada dalam satu ruang dengan Aric jika ia tidak mendengar kabar bahwa kakaknya itu akan kembali ke luar negeri.
"Ya, mommy dan daddy juga akan kembali," jawab Aric sembari menghembuskan asap rokoknya dengan santai.
"Bahkan mommy dan daddy juga?" tanya Axton kembali memastikan apa yang ia dengar.
Aric menganggukkan kepala menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh Axton. Ya, mereka akan kembali ke tempat asal mereka. Pekerjaan mereka di sana, mansion mereka juga di sana. Tak bisa di tinggal begitu lama.
Di sini mereka hanya menumpang saja. Niat ke sini ingin mengetahui secara langsung anak yang diadopsi oleh keluarga adiknya yang bisa dibilang cukup mustahil jika keluarga itu mengadopsi seorang anak. Dan ternyata ia dan keluarganya cukup lama tinggal di sini karena terjerat pesona Ervan.
Itu membuat mereka tak ingin cepat-cepat kembali ke mansion mereka yang berada di luar negeri. Membicarakan tentang ini, Aric jadi mengingat perbincangan antara ia, istrinya dan Ervan pagi itu.
Flashback
"Ervan dengar apa yang kita bicarakan?" tanya Megan dengan lembut.
"Iya Ervan dengar, mau nyulik Ervan ya?" tanya Ervan dengan santai.
"Benar," jawab Aric pada Ervan.
"Kenapa kalian mau nyulik Ervan?" tanya Ervan sekali lagi.
Aric dan Megan saling tukar pandang. Berbicara melalui isyarat.
"Jadi begini Ervan sayangku," ucap Megan yang siap memberitahu maksud niatan mereka.
Ervan diam menatap Megan dengan sorot mata tersirat penuh keingintahuan. Tubuhnya diseret oleh papanya untuk duduk di sebelahnya.
"Mama sama papa akan kembali ke luar negeri dalam waktu dekat," terang Megan memberi penjelasan pada Ervan.
"Kakakmu, Varrel dan Steve juga akan ikut kembali. Kecuali Kenzie, karena ia sekolah di sini," imbuh Megan.
Kening Ervan mengerut dalam. Keluarga papanya akan kembali ke luar negeri? Lalu, ia ditinggal sendiri begitu?
"Tapi tapi... Kenapa? Tinggal di sini saja sama Ervan," timpal Ervan dengan polos. Kenapa mereka harus kembali ke luar negeri. Di sini kan lebih menyenangkan. Ervan jadi punya banyak teman untuk diajak bermain, ah ralat, untuk jadi korban kejahilan Ervan lebih tepatnya.