Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Ervan.
Seorang anak kecil laki laki yang polos dan penurut. Hidup penuh dengan penderitaan bahkan untuk merasakan kebahagiaan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adegan di bawah ini tidak untuk ditiru atau dicontek. Itu ga baik. Apalagi nyontek pas ujian. Itu juga ga baik. Ngakuuu kalian semua ahahhahah.
Suasana ruang tengah saat ini begitu suram. Pada malam hari ini hawa dingin bercampur aura dingin dari masing-masing kakak Ervan menyelimuti ruangan ini. Ansel menatap penuh murka ke arah Varrel, sedangkan Varrel sendiri dengan santai menghembuskan asap rokok dengan ekspresi datar.
Aric dan anak-anaknya telah sampai di mansion sejak beberapa jam yang lalu. Dan yang membuat Ansel murka karena Varrel telah menghabisi Jack di sana. Tanpa melibatkan dirinya. Dan itu membuat emosi yang sempat turun kini naik kembali.
Ansel teringat jawaban Varrel yang terkesan santai.
"Jack adalah musuh bebuyutan ku, dan itu urusanku. Aku sendiri yang akan menghabisinya."
Perkataan Varrel membuat Ansel nyaris menghajar Varrel, jika tidak dihalangi oleh Axton dan Gio, ia pasti sudah menghajar Varrel. Lihat saja jika situasinya lengah, Ansel akan menggunakan kesempatan itu untuk menghajar Varrel guna meredamkan emosinya.
Langkah kaki seseorang turun dari tangga. Sontak atensi semua keluarga yang tengah berkumpul di ruang tengah mengarah ke seseorang itu. Seseorang itu ialah Freya.
Freya turun dari lantai atas. Tepatnya dari kamar Ervan. Menemani Ervan sampai tidur. Dan saat ini Ervan telah tertidur pulas. Maka dari itu Freya menuruni tangga untuk sampai ke lantai satu. Sebenarnya Freya tidak ingin beranjak dari kamar Ervan, hanya saja ada urusan yang penting dan harus terselesaikan.
"Semuanya sudah di sini?" Freya memastikan jika semua keluarganya telah berkumpul.
"Ayo, kita ke bangunan itu." Axton bangkit dari duduknya dan berjalan terlebih dahulu.
"Mommy akan menemani Ervan di kamarnya." Danita tidak ikut ke bangunan itu. Lebih baik ia menemani cucu menggemaskannya daripada melihat wanita itu. Tidak ada gunanya, sudah ada anak dan cucunya yang akan membalasnya.
"Baik mom," balas Megan dan Freya secara bersamaan sebagai bentuk kesopanan kepada ibu mertua.
Setelah Danita pamit untuk pergi ke lantai atas, kini mereka mulai menyusul Axton yang sudah pergi terlebih dahulu dengan Aric dan Aaron. Freya dan Megan menyusul suaminya. Ian, Kenzie, Steve dan Gio pergi menyusul mereka. Tersisa Ansel dan Varrel.
Tanpa banyak pertimbangan, Ansel langsung berjalan cepat mengarah ke Varrel. Tangan kekarnya langsung menarik kerah Varrel dan membantingnya kuat di atas lantai. Varrel mendesis, ia tau Ansel pasti akan menghajarnya. Tapi ia tidak mengetahui gerak gerik Ansel yang akan menghajarnya. Gerakan cepat Ansel memang tak terbaca.
Tak tanggung-tanggung. Bogeman mentah tanpa henti dari Ansel mampu membuat muka Varrel lebam sana sini. Pukulan Ansel tak perlu diragukan lagi apalagi jika sedang tersulut emosi seperti ini. Makin menjadi-jadi Ansel itu.