Di bawah cahaya rembulan yang terang, kereta gerobak beratap itu bergerak perlahan di tengah jalan berbatu, menyusuri hutan perbatasan Dellway menuju Anneliana-Roseline.
Tiga gadis duduk di dalamnya, mengenakan pakaian berwarna gelap disertai jubah bertudung, sementara kusir mereka, Hansel, tengah sibuk memandu kuda dengan hati-hati.
"Mengapa ada banyak sekali batu?" Helena mendecak, kesal karena duduknya tidak nyaman akibat jalan yang ditempuh oleh kereta.
Hansel dari tempatnya terkekeh pelan, "Sabarlah sedikit, kita sudah hampir keluar dari hutan. Hutan barat Dellway memang tidak ramah untuk kereta," jawab Hansel.
Helena hanya bisa mengerucutkan bibirnya, gadis itu lalu mengeratkan sehelai kain yang ia gunakan sebagai pengganti selimut. Siapa yang akan menyangka bahwa suasana hutan akan cukup dingin bahkan meskipun sekarang sedang musim panas?
Gadis itu lalu melirik ke arah Ophalia, "Apakah tidak masalah membawa pedangmu ke Roseline?"
Ophalia - yang sedang sibuk mengelapi pedangnya - menoleh ke arah Helena, gadis itu menaikkan sebelah alis, sempat melirik pedang miliknya, lalu menghela napas, "Mereka tidak akan mengenali pedang milikku. Ini hanya pedang biasa, ukiran pada gagangnya pun tidak begitu mencolok."
Helena manggut-manggut, ia lalu beralih pada Alice yang sedari tadi duduk dan menundukkan kepalanya, ternyata dia sedang tertidur.
Setelahnya, Helena pun melirik ke arah Hansel, "Kenapa?" tanya Hansel seolah sadar bahwa Helena tengah memperhatikannya dari belakang.
Helena sempat terkejut, ia lalu mengerutkan keningnya, "Kira-kira kapan kita sampai?"
Hansel tidak langsung menjawab, lelaki itu menengadah menatap rembulan yang tampak samar-samar tertutupi oleh daun-daun pepohonan - mencoba menebak sekarang sudah jam berapa.
"Kemungkinan kita sampai ke pusat kota sore hari. Ketika fajar tiba, kita sudah sampai di desa paling ujung Anneliana, itu perkiraanku."
"Kita akan ke pusat kota?"
Hansel mengangguk, "Tentu saja, informasi apa yang bisa kita ambil jika hanya di desa-desa pinggiran?"
Ucapan Hansel membuat Helena terdiam, ia kembali menatap Ophalia sejenak, lalu memperbaiki posisi duduknya, "Jangan lewati tanah yang banyak batu, aku ingin tidur sebentar."
Hansel terkekeh, ia menoleh sekilas ke arah Helena, "Baiklah, Tuan Putri, tidurlah yang nyenyak~"
Helena sontak mendelik kesal, gadis itu sempat mendengkus sebelum akhirnya memejamkan matanya dalam posisi duduk yang dirasa sudah cukup nyaman.
Keadaan pun kembali hening. Hansel menoleh ke arah Ophalia yang masih sibuk dengan pedang miliknya.
"Kau tidak akan tidur?" tanya Hansel, "Masih ada beberapa jam sampai fajar terbit."
Ophalia tersentak, ia lalu menggeleng pelan, "Tidak, aku baik-baik saja. Aku tidak akan tidur."
"Ah, begitu," Hansel mengangguk paham, lelaki itu pun terdiam sejenak, "Kalau begitu ayo bercerita."
"Cerita? Cerita apa?" Kening Ophalia berkerut.
Hansel mengedikkan kedua bahunya, "Apa saja. Kita harus berbincang agar tetap terjaga."
Benar juga, Ophalia terdiam. Gadis itu melirik Alice dan Helena yang duduk di dekatnya. Keduanya sama-sama sudah memejamkan matanya, dan Ophalia memang memutuskan untuk tidak akan tertidur di perjalanan, ia harus memastikan perjalanan ini aman, dan mereka berempat bisa tiba dengan selamat.
"Lebih baik kau ceritakan saja padaku tentang pusaka Dellway," sahut Ophalia membuat Hansel terkejut, ia bahkan sampai menoleh ke arah Ophalia seolah memastikan benar apa tidak pertanyaan itu terlontar dari gadis ksatria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AUDUMA MASKEN : Whispers Of Heirlooms ✔
FantasyTatkala sebuah dataran menyimpan suatu hal. Laksana cermin, menyerupai mata pisau. "Dahulu kala, orang-orang dengan pakaian bersih dan bercahaya datang dari bintang memberikan hadiah pada raja kami. Auduma diberkati dengan banyaknya anugerah." ...