14. Penglihatan Kedua

115 28 5
                                    

Ophalia memperbaiki posisi berbaringnya, ia menghadap ke arah kanan, tempat di mana nakasnya berada. Helena yang tidur di ranjang sebelahnya sudah terlelap sedari tadi, begitu pun halnya dengan Alice yang berada di ranjangnya, di sebelah kiri Ophalia.

Gadis itu memasang wajah bosan. Malam sudah semakin larut, dan ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Bukankah latihan pedang sore tadi cukup untuk membuat tubuhnya lelah? Dan, seharusnya itu juga cukup untuk membuat Ophalia bisa memejamkan matanya dengan mudah, tertidur lelap tanpa perlu kesulitan.

Ia pun menghela napas. Cahaya temaram dari lilin yang berada di nakas Helena — cukup jauh dari tempatnya — sama sekali tidak berhasil membuat netranya ingin beristirahat.

Apa yang harus dilakukan jika pandangannya justru sama sekali enggan untuk menutup. Jika tubuhnya enggan untuk terlelap.

Beberapa detik penuh keheningan, suara burung hantu samar-samar terdengar dari arah luar. Ophalia menarik selimutnya, meringkuk mencari posisi nyaman. Tetapi, berapa kali gadis itu memejamkan matanya, semua itu seolah percuma, Ophalia tetap akan membuka matanya dan kemudian mendengus kesal.

Dalam pandangan bosan seraya menanti rasa kantuk, netra Ophalia tertuju pada cincin pemberian Nolec yang terletak di atas nakasnya. Ia sempat melepasnya sebelum berlatih pedang, dan memang selama beberapa malam Ophalia tidak lagi memakai cincin itu.

Dengan gerakan pelan, Ophalia pun mengulurkan tangannya meraih cincin dengan batu mulia berwarna biru tersebut, dipasangnya cincin tersebut pada jari manisnya. Ophalia berbaring terlentang, ia mengangkat sebelah tangannya, tempat di mana cincin itu melingkar.

Mari kita lihat, apakah ada hal yang berubah jika Ophalia memakai cincin ini dalam keadaan tertidur? Karena jujur saja, sudah tiga pekan berlalu sejak gadis itu mendapatkan cincin ini, beberapa kali juga Nolec bertanya apakah ada dampak signifikan yang disebabkan oleh cincin itu.

Setelah beberapa detik memandangi jemarinya, Ophalia pun menurunkan sebelah tangannya. Pemandangan kota Astrilde dari jendela kamar ini terlihat begitu indah, beberapa cahaya temaram dari pemukiman menandakan bahwa banyaknya orang kini sudah terlelap.

Ophalia mendengus, gadis itu beralih posisi menghadap ke arah kiri. Alice berbaring di tempat tidurnya membelakanginya, gadis itu tidur dalam keadaan meringkuk dengan selimut yang hampir menutupi kepalanya. Ophalia tertegun beberapa saat.

Dan matanya pun akhirnya mulai terasa lelah. Perlahan ia pun memejamkan matanya, dan suara burung hantu yang semula terdengar pun samar-samar menghilang.

Ophalia akhirnya tertidur.

Dan malam itu pun akhirnya berlalu, dengan Ophalia sadari bahwa cincin yang ia kenakan benar-benar memberikan pengaruh.





Rasanya persis seperti tersadar dari lamunan. Ophalia terdiam menatap dinding di hadapannya. Beberapa detik gadis itu mematung seolah tak sadar atas apa yang telah ia lihat, hingga akhirnya ia pun menoleh ke sekitar.

Beberapa rak buku berjajar dengan begitu rapi. Jendela-jendela tinggi di salah satu sisi menjadi satu-satunya sumber cahaya. Langit tampak menguning, bisa dipastikan ini adalah sore hari. Ophalia terdiam, seolah ia baru saja bangun dari tidurnya.

Beberapa detik dipenuhi keheningan, hingga suara lembaran kertas yang dibuka pun membuat Ophalia menoleh ke salah satu sumber suara. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya, melangkah perlahan takut-takut mengganggu siapa pun yang sedang membaca di ruangan ini.

Sepertinya ini adalah perpustakaan, Ophalia merasa tidak asing akan tempat ini.

"Cawan adalah penyebabnya." Suara laki-laki membuat langkah Ophalia terhenti.

THE AUDUMA MASKEN : Whispers Of Heirlooms ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang