"Jadi, Aennish adalah seorang Guardian yang mendapatkan misi yang berhubungan dengan Putri Altheia?"
Ophalia mengangguk, ia baru saja melaporkan mimpi yang ia lihat semalam pada Ford. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama, Ophalia akui Ford terlihat sedikit berbeda-pembawaannya terasa lebih dingin daripada sebelumnya.
Kening Ford berkerut, ia mengangkat cangkir berisi teh hangat miliknya, dan menyesapnya sekilas. Ophalia melirik hal tersebut, jauh dari lubuk hatinya gadis itu bertanya-tanya mengapa Ford tidak memesan kopi yang biasanya lelaki itu pesan di kedai ini.
"Kurasa ada baiknya kau mulai melaporkan apa yang kau lihat, langsung pada Matthias," ucap Ford setelahnya, menatap Ophalia dengan tangan yang bersedekap.
"Aku tidak perlu melaporkan sesuatu padamu?"
"Bukan begitu," bantah Ford, lelaki itu menarik napas dalam sebelum melanjutkan. "Seperti yang kau tahu, aku tidak mengetahui banyak hal tentang Guardian walau aku memang tinggal di Roseline dalam waktu yang cukup lama. Jika kau sendiri juga bahkan tidak tahu siapa itu Aennish, mungkin Matthias bisa mencari tahu."
"Ia tahu banyak hal?"
Ford terkekeh, "Ia pusat informasi. Segala macam laporan akan bermuara padanya. Kau tidak lihat kantong matanya menghitam karena banyaknya dokumen yang ia baca? Tinta-tinta itu menyerap hingga tumpah pada kelopak matanya."
"Kau pasti bercanda," respons Ophalia, mendengkus pelan.
"Aku serius, Ophalia-maksudku, sebaiknya kau bicarakan tentang Aennish pada Matthias."
"Baiklah, aku akan memikirkannya. Tapi kurasa kau juga harus tahu, kau paling mengerti tentang hal ini," ujar Ophalia.
Ford terdiam, ia melirik ke arah Ophalia, "Kemampuanku belum kembali seperti semula, Ophalia."
Ucapan itu membuat lisan Ophalia kelu, ia menatap Ford dengan tatapan yang sulit diartikan. Gadis itu melirik ke arah cincin dengan batu mulia berwarna merah menyala yang tersemat di jemari Ford.
"Tidakkah itu membantu? Kau sama sekali ... belum melihat sesuatu?"
Ford terdiam, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, memperhatikan hilir mudik pelanggan kedai yang kini tengah memasuki masa-masa ramai. Lelaki itu lalu menghela napas, "Aku terakhir melihat sesuatu, itu bulan lalu. Saat aku berhasil menemukan jasad Rue."
"Ah-" Ophalia terkesiap, ia menatap Ford dengan pandangan bersalah, "Aku minta maaf."
"Tidak perlu," jawab Ford cepat, ia kembali menoleh dan menatap Ophalia. Lelaki itu tersenyum miring. "Aku belum melihat sesuatu lagi. Entahlah, mungkin memang Tuhan tidak menghendaki agar aku bisa mengetahui masa depan."
Ucapan itu terdengar mengambang, sampai kemudian Ford melanjutkan, "Mungkin masa depan kali ini tidak bisa kita lihat."
Ophalia tidak berkata apa pun, gadis itu terdiam merapatkan mulutnya. Ia menunduk menatap secangkir kopi yang ia pesan, kepulan uap dari kopi itu sudah mulai memudar, tanda bahwa kehangatannya mulai menghilang.
"Tapi aku berpikir bahwa mungkin-jika memang kita tidak bisa mengetahui masa depan-kau justru ditakdirkan untuk menguak masa lalu yang begitu krusial. Jelas Aennish adalah seseorang yang penting, tidak mungkin kau memimpikannya terus menerus tanpa ada alasan. Sebelumnya kau memimpikan hal-hal penting, bukan tidak mungkin masa lalu dari Aennish adalah hal yang penting juga." Ford menatap Ophalia dengan tatapan penuh keyakinan, seolah sangkaannya telah terbukti benar.
Ophalia mendongak, ia menatap Ford sejenak, lalu menarik napas dalam, "Itu berarti aku memang harus mencari tahu tentang siapa itu Aennish."
"Namanya Aennish? Hanya Aennish? Atau ... mungkin ada nama lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AUDUMA MASKEN : Whispers Of Heirlooms ✔
FantasyTatkala sebuah dataran menyimpan suatu hal. Laksana cermin, menyerupai mata pisau. "Dahulu kala, orang-orang dengan pakaian bersih dan bercahaya datang dari bintang memberikan hadiah pada raja kami. Auduma diberkati dengan banyaknya anugerah." ...