3. INCARAN BIAN

576 59 5
                                    

SELAMAT MEMBACA! ❤️

———————————————————————

Sinar lampu remang-remang, suara alunan musik jazz yang memanjakan pendengaran, serta aroma kopi yang menenangkan, menjadi sahabat terbaik tujuh sekawan malam ini. Enam cangkir kopi, segelas jus mangga, dan beberapa makanan lainnya menghiasi meja yang berada di depan mereka. Kenapa hanya enam kopi? Bukankah mereka bertujuh? Jawabannya adalah Bian. Lambung Bian bukan lambung gaul yang bisa dengan bebasnya meminum kopi. Bahkan, hanya dengan sekali teguk, Bian bisa muntah. Jus mangga lah penyelamatnya disaat nongkrong meskipun harus menerima sedikit ejekan dari mulut jahanam keenam sahabatnya. Sungguh kurang ajar.

"Kembaran lo nggak ngerengek minta ikut, Bi?" Tanya Jaya sambil menghisap nikotin diantara dua jarinya.

Bian hanya menggeleng.

"Tumben? Biasanya ribet banget itu anak!" Sambung Catur.

"Kenapa? Lo naksir?" Tanya Renja.

"Kalo di restuin Bian sih gue sikat, laaah! Masa cewek secantik Vanya dianggurin!" Kata Catur ngasal yang mengundang geplakan Bian di pahanya.

"Lo ribut dulu sama gue! Enak aja maen sikat! Dikata kakak gue cewek apaan!"

Keenam sahabat keparatnya itu hanya bisa tertawa.

"Lagi sibuk nangis-nangis dia." Sambung Bian.

"Kenapa?"

Bian menghela napas pasrah, "Lagi nonton drama Korea. Katanya si pemeran cowoknya meninggal. Sampe tisu di meja makan aja diembat buat lap ingusnya."

Seketika tawa keenam sahabatnya pun pecah.

"Bahagia banget kayaknya kalo gue punya saudara kayak Vanya." Celetuk Jaya.

Bian mendecak, "Lu pada nggak tahu aja kalo dia lagi dalam mode senggol bacok! Abis gue di perbudak sama tu cewek! Mana tololnya gue pake nurut aja lagi."

Keenam sahabatnya semakin tertawa. Bahkan, Pandu sampai memukul-mukul paha Janu. Janu yang kesabarannya setebal dompetnya pun hanya bisa pasrah.

"Gede juga nyalinya si Vanya. Udah berapa cewek yang masuk daftar blacklistnya dia, Bi?" Tanya Catur penasaran.

"Saking seringnya, gue kaga ngitung. Bahkan, gue nggak tahu terakhir kali gue deketin cewek."

"Tapi ... lo tetep suka cewek kan, Bi?" Tanya Janu khawatir yang mendapat hadiah jitakan dari Bian.

"Bangsat banget mulut lo, Jan! Gue lakban juga lama-lama! Emang elu yang doyannya ngobrol sama pohon!"

"Ya maap. Kirain."

Ekspresi polos Janu sukses membuat semuanya tertawa. Kecuali Bian, yang raut wajahnya kusut.

"Lo nggak risih digituin Vanya, Bi? Lo cowok, loh! Lo berhak memilih!"

"Gue sih fine-fine aja, Na! Kan nanti cewek gue bakal jadi iparnya si Vanya juga. Jadi, yaaa ... harus ada chemistry lah antara kakak gue, sama cewek gue." Jelas Bian. Semuanya mengangguk paham.

"Lagian, gue juga punya daftar blacklist yang sama kayak dia." Sambung Bian.

"Emang iya? Udah berapa banyak cowok yang lo tolak buat jadi cowoknya Vanya?" Tanya Renja.

"Banyak. Tapi, yang paling parah ada enam."

"Buset. Banyak juga yang ngincer kembaran lo!" Kata Nayaka.

"Ya iyalah. Kembaran gue cantik. Lu pada liat aja gue! Ganteng begini!" Kata Bian pede.

"Muak banget gue, Sat!" Celetuk Jaya. Bian hanya tertawa.

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang