SELAMAT MEMBACA ❤️
(Direkomendasikan sambil dengerin lagu Samsons - Luluh)
---------------------
Layaknya badai yang menerjang kala tenang. Kabar bahwa Kalani mengalami kecelakaan, membuat perasaan Bian luluh lantak. Bian menyesali kenapa ia harus pergi saat itu.
Karena tidak mendapatkan tiket pesawat maupun kereta, Bian terpaksa pulang menggunakan bus. Tentu saja itu akan memakan waktu yang lebih lama. Namun, Bian tidak memiliki pilihan lain. Apa yang bisa membawanya pulang saat itu, itu yang akan ia pilih.
Sepanjang perjalanan, Bian terus saja gelisah. Bu Yanti dan Papa Kalani sulit untuk dihubungi. Bian paham. Mereka pasti tengah sibuk memerjuangkan yang terbaik untuk Kalani. Beruntunglah Pandu dan Jaya yang selalu memberikan informasi tentang Kalani padanya.
"Aku pulang, Kal. Kamu jangan kemana-mana!" batin Bian. Air matanya perlahan luruh disudut matanya yang terpejam.
●○•♡•○●
Tepat pukul 5 pagi, Bian sampai di terminal. Pandu yang memang sudah menyanggupi untuk menjemput Bian pun sudah berada disana sejak sepuluh menit sebelum Bian tiba. Bian yang melihat Pandu pun langsung menghampiri Pandu.
"Langsung ke rumah sakit aja, Ndu!" kata Bian ketika sudah berada di dalam mobil.
"Kita ke rumahnya, Bi."
"Lah? Kalani udah pulang emang?"
Pandu hanya mengangguk sambil terus fokus pada jalanan.
"Gue cemas banget selama perjalanan, Ndu." tutur Bian.
Namun, Pandu hanya tetap diam.
"Lo punya charger, Ndu? Batre gue lowbat. Punya gue susah nyarinya dalam koper."
"Ketinggalan di rumah lo."
"Lah? Ngapain lo ke rumah gue?"
"Nemenin cewek gue. Nangis mulu semaleman nggak berhenti."
Bian mendecak. "Kebiasaan cewek lo tuh ya gitu, Ndu. Kalau lagi cengeng, emang susah banget bujuknya."
Pandu tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Bahkan, Pandu benar-benar sakit melihat Bian saat ini.
"Bian,"
"Kenapa?"
"Nggak jadi,"
Bian hanya meninju pelan lengan Pandu, lalu mengusap kasar wajahnya. Bian berani bersumpah jika ia benar-benar lelah saat ini.
●○•♡•○●
Lantunan doa dan suara tangisan menggema di setiap sudut rumah Kalani. Bahkan, Bu Yanti tak henti-hentinya memanggil nama Kalani sambil memeluk jasad yang kini telah terbujur kaku tanpa nyawa. Vanya bahkan hanya bisa bersandar di bahu Catur. Memandang kosong ke arah tubuh Kalani di depannya. Kalani, memang sudah pulang. Namun, pulang ke pangkuan Sang Pencipta.
8 jam sebelumnya
Kondisi Kalani sudah semakin kritis dengan luka di sekujur tubuhnya, terutama kepalanya. Bahkan, Kalani sudah tidak mungkin menjalankan operasi. Semuanya hanya benar-benar tentang menunggu keajaiban. Kalani sempat sadar selama 5 menit. Namun, setelah itu Kalani kembali koma.
"Papa disini loh, Nak. Bian juga lagi perjalanan pulang. Nggak mau ketemu sama Bian?" bisik Papa Kalani. Air matanya terus luruh.
"Jangan hukum Papa kayak gini, Nak. Papa tahu kamu kangen sama Mama, sama Kak Nadia juga. Tapi, tolong. Jangan temui mereka secepat ini, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
LENGKARA ✔
Fanfiction"Bahkan, setelah gue tahu perjuangan gue akan semakin sulit, gue akan tetap memerjuangkan apa yang menurut gue layak untuk diperjuangkan!" -Biantara Kivandra