29. BIMBANG

182 25 13
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu Fadhilah Intan - Dawai)
---------------------

Katanya, waktu itu mampu menumbuhkan, atau malah memudarkan perasaan. Pertemuan pertama Bian dan Kalani setelah perpisahan panjang mereka, nyatanya malah memupuk rasa rindu yang tidak berkesudahan.

Keduanya saling meluapkan perasaan yang selama satu tahun ini tertahan. Untuk pertama kalinya, Bian melihat kembali senyuman Kalani. Dan untuk pertama kalinya juga, Kalani merasa memiliki alasan baru untuk kembali bertahan.

"Kalani." Papa Kalani tiba-tiba datang dengan napas yang tersengal.

Kalani sontak kaget, lalu dengan refleks menggenggam tangan Bian.

"Kalani."

Papa langsung memeluk tubuh Kalani. Kalani menegang. Takut jika Bian mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari Papanya.

"Papa minta maaf, Kal. Papa udah egois sama kamu selama ini." aku Papa Kalani.

"Bian ..."

"Iya, Om."

Tanpa berkata apa-apa, Papa Kalani langsung memeluk Bian.

"Om?"

"Diam dulu, Nak. Biarkan Om seperti ini."

Dengan melawan rasa ragunya, Bian pun menepuk-nepuk pelan punggung Papa Kalani.

●○•♡•○●

Suasana canggung menyelimuti rumah Bu Yanti. Kalani membuatkan teh hangat untuk Papa, dan juga cokelat hangat untuk Bian. Karena, cokelat yang pertama Kalani buat sudah habis. Kalani tidak banyak bicara. Begitu juga dengan Bian. Keduanya sama-sama membisu. Sebelum pada akhirnya, Papa Kalani membuka suara.

"Kenapa kamu nggak bilang sama Papa kalau kamu sakit?" tanya Papa Kalani.

"Emang Papa akan peduli?" balas Kalani.

Bian menatap Kalani, lalu menggeleng. Mengisyaratkan agar Kalani tidak bersikap seperti itu pada Papanya.

"Kamu benar, Nak. Bahkan, Papa tahu kamu sakit saja dari Jaya."

Ada sedikit rasa sakit dihati Bian, ketika Papa Kalani menyebut nama Jaya. Karena, bagaimana pun juga, posisi Jaya tetaplah lebih tinggi daripada dirinya bagi Papa Kalani.

"Bian."

"Iya, Om?"

"Terimakasih, ya."

Bian mengerutkan alisnya. "Untuk apa, Om?" tanyanya.

"Karena tetap menyayangi Kalani."

Bian hanya tersenyum kecil. Ia tak ingin berharap lebih banyak. Dengan ia tak diusir saat bertemu dengan Kalani pun ia sangat bersyukur.

"Papa pulang dulu, Nak. Udah malam. Sebaiknya, kamu juga pulang, Bian." kata Papa Kalani.

"Papa pulang naik apa?" tanya Kalani.

"Papa kesini tadi naik ojek. Papa buru-buru. Sekarang, Papa mau naik ojek lagi."

"Biar Bian antar, Om." ujar Bian.

Tanpa menolak, Papa Kalani pun langsung mengangguk.

Setelah berpamitan pada Kalani dan Bu Yanti yang saat itu baru saja pulang, Bian pun langsung mengantar Papa Kalani pulang.

●○•♡•○●

Dinginnya cuaca malam, dan heningnya jalanan, membuat Bian dan Papa Kalani sedikit kaku. Bian bahkan sengaja menyalakan musik dengan volume kecil, hanya sekadar untuk membunuh rasa canggung.

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang