15. INI CINTA?

242 36 15
                                    

SELAMAT MEMBACA! ❤️

-----------------------

Perjalanan yang panjang, membuat tujuh sekawan itu benar-benar kelelahan. Pandu dan Jaya sesekali bergantian untuk menyetir. Meskipun jarak yang ditempuh cukup jauh, tidak menyurutkan semangat mereka untuk berlibur. Nayaka dan Renjana sibuk mengunyah perbekalan mereka selama perjalanan. Jangan ditanya kemana Bian, Janu, dan juga Catur. Tentu saja mereka tertidur pulas di jok paling belakang, setelah membuat kebisingan yang hampir saja membuat Renjana mengeluarkan jurus emak-emak kompleknya.

"Masih lama nih nyampenya?" Tanya Nayaka. Matanya sayu karena ia pun mulai mengantuk.

"Sekitar setengah jam lagi." Balas Jaya.

"Itu manusia curut bertiga sepi amat dibelakang." Kata Pandu sambil terkekeh.

"Lowbat tuh! Boros banget emang batre mereka kalo lagi dalem mobil." Balas Jaya sambil terkikik.

"Udah, biarin! Gue yang pusing ya kalo mereka bangun."

"Lagian lo nya juga gampang kepancing! Ya anak-anak gemes lah pengen ngisengin. Apalagi si Bian tuh!" Ujar Nayaka setengah sadar, namun masih bisa mendengar suara Renjana. Renjana hanya bisa mendengus sebal.

Ketika sedang menertawakan Renjana, tiba-tiba saja ponsel Pandu berdering menandakan ada panggilan masuk. Pandu sedikit bingung. Karena, tidak biasanya Vanya menghubunginya. Apalagi sampai menelpon. Pandu pun segera mengangkatnya.

"Kenapa, Van?"

"Pandu, lagi sama Bian, nggak?"

"Iya, ini kita masih di perjalanan. Kenapa, Van?"

"Nggak pa-pa, sih. Ini Mama cuma cemas aja. Katanya Bian nggak bisa dihubungi terus daritadi."

"Itu Bian lagi tidur di jok paling belakang sama Janu, sama Catur juga. Ini gue di depan sama Jaya. Nanti kalo bangun, gue sampein deh ya."

"Oke, makasih ya, Ndu! Hati-hati ya!"

HATI-HATI, YA!

Hanya bermodal kalimat sederhana itu mampu membuat Pandu salah tingkah. Katakanlah jika perasaannya mudah sekali tersentuh. Padahal, kalimat itu tidak dikhususkan untuk dirinya. Tapi, juga untuk mereka semua.

"Mulai deh mulai! Yang masih bangun disini cuma gue sama lo ya, Ndu! Lo jangan gila dan bikin gue takut!" Kata Jaya yang merinding melihat Pandu yang tiba-tiba saja bertingkah gemas sendiri.

"Si Vanya udah mulai perhatian sama gue. Enaknya gue nanti pas nikah, konsepnya gimana ya, Jay? Terus, ntar lo berenam nginep dulu di rumah gue nggak, sih? Eh, lupa. Berlima. Si Bian kan adiknya. Terus-"

"Woooy! Pikiran lo udah kejauhan, Nyet!" Jaya menoyor Pandu kesal.

"Sorry. Gue seneng abisan."

"Seneng doang. Resmiin lah, bodoh! Jangan macem-macem juga! Inget! Si Vanya itu adiknya si Bian! Apa nggak bonyok tuh muka lo kalo sampe lo macem-macem sama dia?" Kata Jaya mengingatkan.

Pandu menggeleng, "Nggak, Jay. Gue beneran sayang banget sama si Vanya selama ini. Cuma, ya itu. Gue kehalang restunya si Bian aja. Belum lagi selama ini kita tahunya si Catur ngincer si Vanya juga. Gue nggak mau ngerusak persahabatan kita, terus ngerusak hubungan si Bian sama kakaknya juga. Makannya gue tahan." Jelas Pandu.

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang