SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------Bagian paling sakit dalam mencintai, adalah dihadapkan pada pilihan antara perjuangkan, atau lepaskan. Setelah Bian tahu bahwa Kalani tengah berada di rumah Bu Yanti, Bian lebih sering mengunjungi Kalani disana. Beberapa kali Bian membujuk Kalani untuk pulang, lalu bertemu dengan ayahnya. Namun, selama itu pula Kalani selalu menolak. Kalani takut jika ayahnya benar-benar akan memisahkannya dari Bian. Namun, Bian juga tidak bisa membiarkan hubungannya diambang ketidakpastian.
"Kamu mau aku ketemu Papa, terus kita putus. Iya?" Tanya Kalani.
"Kamu percaya sama aku, nggak? Aku bakal berusaha yakinin Papa kamu kalau aku tuh nggak kayak mereka di masa lalu."
"Jaminannya apa?"
Bian sedikit tersentak mendengar pertanyaan Kalani, "Kal?"
"Bian, maksud aku-"
"That's okay. Kamu bener, kok. Aku emang belum bisa ngasih jaminan apa-apa untuk saat ini. Papa aku emang punya segalanya. Tapi, aku belum punya apa-apa." Bian mengelus rambut Kalani.
"Aku mau pulang. Tapi, gimana kalau Papa tetap nggak mau kita berhubungan lagi?"
Bian terdiam. Bian pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Awalnya, perjalanan kisah cintanya dengan Kalani sangat mulus dan hanya menemui kerikil-kerikil kecil. Namun, ternyata kini mereka dihadapkan pada tikungan tajam, yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
"Itu urusan nanti. Nggak perlu dipikirin apa yang belum tentu terjadi."
Hanya itu yang bisa Bian katakan pada Kalani. Pada akhirnya, Kalani pun mau diajak untuk pulang.
---------------------
"Tumben nggak sama cewek lu? Adik ipar lu juga kemana, sih?" Tanya Nayaka.
"Cewek gue lagi pergi sama temennya. Kalo si Bian, gue juga nggak tahu. Gue pikir dia udah ada disini."
"Susah emang kalau udah pada punya cewek. Tapi, gue kasian sama si Bian. Kelanjutan hubungannya gimana sih, Ndu?" Tanya Renjana penasaran.
"Gue juga nggak tahu pasti. Yang jelas, si Bian bukan orang yang gampang nyerah gitu aja." Balas Pandu.
"Gimana rasanya bisa mencintai orang yang kita cintai?"
Jaya yang sedari tadi memperhatikan mereka pun tiba-tiba angkat suara.
"Gue muak. Masalah pribadi gue aja harus diatur." Sambungnya.
"Ya? Eyang lo-"
"Iya. Gue muak banget, Ndu. Dulu, gue masih oke-oke aja. Sekarang, gue nggak bisa. Berujung gue berantem hebat sama nyokap gue dirumah."
"Gue pikir selama ini lo baik-baik aja, Ya." Kata Janu.
Jaya terkekeh, "Nggak ada manusia yang selalu baik-baik aja, Jan!"
---------------------
Bian dan Kalani sudah sampai dirumah Kalani. Terlihat ada Papa Kalani yang berada di teras rumah. Melihat Kalani datang bersama Bian, Papanya pun langsung menghampiri Kalani.
"Darimana saja kamu, Nak? Papa minta maaf."
Kalani hanya diam. Tidak ada reaksi apapun dari Kalani.
"Papa sayang Kalani, nggak?" Tanya Kalani tiba-tiba.
"Sayang banget, Nak! Kenapa kamu nanya gitu?"
"Kalau gitu, biarkan Kalani tetap bersama Bian."
Seketika Papanya langsung melepaskan pelukannya.
"Kamu jangan keras kepala, Kalani! Sekali Papa bilang tidak, ya tetap tidak!"
"Tapi, Pa-"
"Kamu sudah Papa jodohkan!"
Kalani dan Bian terkejut mendengar pernyataan Papa Kalani.
"Awalnya Papa menolak perjodohan ini. Tapi, sekarang Papa pikir akan lebih baik kalau kamu sama dia saja!"
"Maksud Papa apa? Papa nggak berhak mengatur kehidupan Kalani!"
"PAPA TAU YANG TERBAIK BUAT KAMU!"
"PAPA NGGAK PERNAH TAHU!" Balas Kalani dengan air mata yang sudah luruh.
"Kalani!" Bian menggenggam tangan Kalani, lalu menggeleng. Bian mengisyaratkan pada Kalani agar tidak mendebat Papanya.
"Jadi, ini yang kamu dapatkan dari anak ini? Melawan Papa? Iya?!"
"Bian nggak pernah bikin Kalani kayak gini! Tapi, Papa sendiri!"
"Om, maaf. Bian-"
"Bian, tolong lepaskan Kalani! Kalau kamu masih tetap sama Kalani, yang akan mendapatkan akibatnya bukan kamu. Tapi, kakak kamu, Vanya!"
Bian langsung mematung. Bian tidak bisa jika itu harus melibatkan Vanya. Selama ini, Bian berusaha mati-matian menjaga Vanya. Sekarang, Bian merasa dilema berat. Disatu sisi, Bian ingin memerjuangkan Kalani. Tapi, disisi lain, apa Bian akan tega melihat apa yang akan terjadi dengan Vanya. Perasaan Bian tidak pernah serumit ini.
"Papa!"
"Kalani, masuk!" Titah Papa tegas.
"Tapi-"
"Kamu masuk, ya? Istirahat! Aku pulang dulu. Nanti kita usahakan lagi. Om, Bian pulang, ya! Maaf sudah bikin keributan."
Bian pun lalu pergi setelah Kalani masuk kedalam rumah.
---------------------
"Kenapa lagi, lu? Masih belum mulus?" Tanya Nayaka ketika Bian baru saja sampai dirumahnya. Sudah ada keenam sahabatnya disana.
"Nggak bakal mulus kayaknya."
"Kenapa?" Tanya Janu penasaran.
"Gue nggak ngerti maksudnya apa. Tapi, bokapnya Kalani udah nyeret nama Vanya. Gue nggak bisa." Jelas Bian dengan tatapan kosong.
"Kenapa cewek gue ikut terlibat, Bi?"
"Gue juga nggak tahu, Ndu! Makannya gue bilang, gue nggak bisa. Gue nggak mau Vanya menderita cuma gara-gara keegoisan gue!"
"Itu bukan salah lo, Bi! Emang bokapnya si Kalani aja yang egois!" Kata Renjana.
"Terus, ternyata selama ini Kalani udah di jodohkan. Awalnya, Papanya nolak karena Kalani udah sama gue. Tapi, sekarang kayak gini." Kata Bian lesu.
"ANJIR?! LO SERIUS?!" Tanya Catur. Bian hanya mengangguk.
"Lo tahu siapa cowok yang dijodohin sama Kalani?" Tanya Nayaka.
"Nggak."
"Lo harus tahu, Bi!" Kata Jaya.
"Kenapa gue harus tahu, Jay?"
"Karena, cowok itu gue!"
-
-
-
-
bersambung...Jaya?
maaf, telat lagi. harusnya tadi malem :')
masih next?
Love, Grace ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LENGKARA ✔
Fanfiction"Bahkan, setelah gue tahu perjuangan gue akan semakin sulit, gue akan tetap memerjuangkan apa yang menurut gue layak untuk diperjuangkan!" -Biantara Kivandra