39. TANPA KAMU LAGI

237 23 1
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu Shanna Shannon - Rela)

---------------------

Sebab, hari-hari setelah kehilangan pasti menimbulkan berbagai macam perasaan. Salah satunya, kerinduan. Tiga hari setelah kepergian Kalani, Bian baru bisa menemui orang-orang. Keenam sahabatnya, Mama, Papa, bahkan Vanya sekalipun tidak bisa mengganggu Bian dalam memulihkan lukanya.

Karena bagi Bian, setiap luka itu membutuhkan perawatan. Dan setiap kehilangan, itu membutuhkan peratapan.

Setelah dirasa hatinya sedikit membaik, Bian pun memutuskan untuk mengunjungi kekasihnya. Meski kini, rumah kekasihnya tak lagi berbentuk bangunan. Melainkan, gundukan tanah dengan bunga yang bertaburan.

"Mau kemana, Dek?" tanya Vanya yang baru saja keluar dari kamarnya.

Vanya heran, Bian terlihat begitu rapi dan wangi. Tidak seperti seseorang yang baru saja mengalami kehilangan.

"Ketemu kekasih,"

Mendengar itu, Vanya terbelalak. Apakah adiknya ini sudah kehilangan kewarasannya?

"Maksud lo? Siapa pacar lo itu?"

"Kalani, lah! Pake nanya lagi lu! Amnesia?" balas Bian sambil terkekeh.

"Dek, Kalani-"

"Aku tahu, Kak," ucap Bian memotong ucapan Vanya.

"Terus?"

"Ya makannya aku mau nemuin dia sekarang. Terakhir kali aku ketemu dia, keadaan aku lagi hancur. Aku mau memperbaiki itu," ujar Bian.

Vanya hanya diam sambil menatap mata Bian. Ada rasa sakit yang tak terungkap disana. Mata Bian memerah, suaranya juga bergetar. Vanya tahu betul bahwa adiknya itu tengah menekan luka batinnya sendirian.

"Mau aku temenin?" tawar Vanya. Namun, Bian dengan mantap menggeleng. "Nggak, Kak."

"Yakin mau sendiri?"

"Kak, aku tahu kok kamu tuh khawatir. Tapi, percaya sama aku! Aku nggak pa-pa." balas Bian sambil menepuk pelan pundak Vanya.

"Ya udah, kamu hati-hati, ya!"

Dengan senyuman singkat, Bian pun mengangguk, lalu pergi.

●○•♡•○●

Langkah yang pelan, dan juga batin yang membawa jutaan beban, mengantarkan Bian pada awal jurang kehampaan. Tak pernah Bian membayangkan akan menginjak tempat ini demi menemui orang tercintanya. Tak pernah sekali pun Bian menyangka, jika kebahagiaannya bersama Kalani, sesingkat hidup kekasihnya itu.

"Hai, Cantik!"

Bian berjongkok, kemudian meletakkan setangkai bunga mawar disana. Bian menatap lekat epitaf dengan nama "KALANI MAHESWARI" yang tertulis disana. Tadinya, Bian merasa sudah mampu menahan lukanya. Namun, nyatanya Bian salah. Luka yang semula mereda, nyatanya makin parah.

Bian menangis diatas pusara Kalani. Tak peduli jika bajunya, bahkan wajahnya kotor terkena tanah. Sejujurnya, Bian masih ingin menyangkal keadaan. Namun, tiga hari sudah berlalu. Dan Kalani masih belum juga membalas pesannya. Yang tersisa hanyalah ungkapan-ungkapan bela sungkawa.

"Aku pikir aku udah cukup kuat buat nerima kenyataan kalo kamu udah nggak ada lagi. Tapi, ternyata aku nggak lebih dari manusia yang lemah."

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang