40. BINTANG

199 23 4
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu
Maudy Ayunda - Kamu dan Kenangan)

---------------------

Wajah yang lembut dengan senyuman yang terukir manis, menambah pesona seorang Kalani Maheswari. Langkahnya mengayun riang di rerumputan. Tempat ini asing. Namun, indah.

"Kalani."

Samar, Kalani mendengar sebuah suara memanggil namanya. Suara yang selama ini Kalani rindukan-bahkan hampir terlupakan- kini terdengar lagi. Kalani mencoba mencari sumber suara itu. Sebelum pada akhirnya, Kalani menemukan dua wanita, tengah melambaikan tangan kearahnya.

"Mama? Kak Nadia?"

Tanpa berpikir lebih lama, Kalani langsung berlari dan memeluk tubuh kedua orang yang begitu ia rindukan kehadirannya, di seumur hidupnya.

"Kenapa kalian pergi ninggalin Kalani sendirian? Kalani capek nahan kangen yang nggak ada ujungnya," isak Kalani di pelukan Mama. Namun, Mama dan Kak Nadia hanya diam.

"Kalani mau disini aja. Disini, Kalani lebih ngerasa tenang," ujar Kalani.

"Pulang, Kal! Kasian Papa nanti sendirian."

"Nggak, Kak. Kalani mau disini aja." balas Kalani.

Kak Nadia menghela napas berat. "Kamu yakin? Kalau kamu disini, kamu nggak akan pernah ketemu mereka lagi,"

Kalani mengerutkan alisnya bingung, "Mereka? Siapa? Bukannya Kalani cuma ninggalin Papa aja?"

Kak Nadia menggeleng. "Ada Bian, Kal. Kamu yakin mau ninggalin dia disana? Kalau kamu pergi, Bian nggak bakal pernah bisa ketemu lagi sama kamu,"

Kalani terdiam. Tiba-tiba, dadanya sakit. Benar, ada Bian yang akan menangisi kepergiannya. Namun, kerinduan Kalani pada Kak Nadia dan Mama jauh lebih besar dari itu semua.

"Nggak, Kak. Aku mau disini sama Kakak, sama Mama juga. Kalani udah cukup menghabiskan waktu Kalani tanpa kalian. Sekarang, Kalani ingin disini,"

Kalani benar-benar ingin bersama Mama dan Kak Nadia. Hingga pada akhirnya, Kalani benar-benar meninggalkan dunia yang banyak luka untuknya.

●○•♡•○●

Sebulan setelah kepergian Kalani, mampu membuat kehidupan Bian berubah 180 derajat. Bian yang terbiasa banyak berbicara, akhir-akhir ini lebih banyak diamnya. Bian masih ingat dengan jelas, bagaimana ketika ia sampai di kediaman Kalani, yang ia temui bukanlah lagi Kalani yang selalu menyambutnya dengan senyuman manis, tawanya yang berisik, atau bahkan dengan wajah masamnya jika tengah bertengkar kecil dengan Bian.

Yang Bian temui saat itu adalah wajah kekasihnya yang sudah pucat pasi, dengan tubuh kekasihnya yang sudah terbujur kaku, dan ditutupi oleh kain ditengah orang-orang yang melantunkan doa. Bahkan, Bian tak mampu lagi berbicara meski hanya sepatah kata. Kekasihnya, pergi tanpa adanya ucapan perpisahan. Kekasihnya, pergi selama-lamanya saat ia tak ada disisinya.

Dengan buku yang selalu ada ditangannya, Bian menatap langit malam yang dihiasi bintang-bintang, juga cahaya bulan sabit yang terang. Bian memegang buku dari mendiang Kalani, yang bahkan baru Bian baca beberapa halaman saja. Bian ingin sekali membacanya sampai akhir. Namun, rasanya ia tak sanggup. Buku tentang menikahi cinta pertamanya itu, harus berakhir dipeluk oleh orang yang kehilangan cinta pertamanya.

"Semenjak kamu pergi, hari-hari aku rasanya kosong, Kal. Kalo kamu emang jadi salah satu dari jutaan bintang di atas sana, bintang mana yang menandakan bahwa itu adalah kamu, dan bisa aku ajak bercerita, Kal?"

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang