41. I'M STILL HERE

227 23 2
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu
Maudy Ayunda - Kamu dan Kenangan)

---------------------

Merelakan, nyatanya hanyalah sebatas omong kosong yang terucap dari seseorang yang menderita karena tertampar oleh kehilangan. Tak ada yang benar-benar sembuh ketika kehilangan itu mampu membuat sebagian dari dunia mereka runtuh.

Satu tahun setelah kepergian Kalani, nyatanya masih meninggalkan luka yang membekas. Mungkin, Bian sudah tak terpuruk seperti dulu. Namun, malam selalu menjadi saksi tentang batinnya yang masih diselimuti oleh sendu.

"Nongkrong nggak, sih?" tanya Pandu yang kini tengah berada di rumah Bian. Tentu saja untuk menemui kekasihnya, Vanya.

"Itu si Jaya udah nggak ribet lagi emang?" tanya Bian.

Pandu mengedikan bahunya. "Nggak tahu deh gue. Emang nggak main-main itu anak. Langsung tunangan dong."

"Ya itu namanya cinta, Ndu! Nggak mau orang lain milikin si Kanaya. Makannya, si Jaya beneran langsung sikat." tutur Bian.

Pandu mendecak. "Ini kok kesannya lo nyindir gue, ya? Anjir nembus banget ke hati gue." kata Pandu hiperbola, lalu mendapat tinjuan dari Bian.

"Nyindir apaan sih, monyet? Sensitif banget, lu!" kata Bian.

"Ya ... gue masih belum bisa bikin kakak lu bener-bener terikat sama gue."

Bian menatap Pandu. "Gue nggak bakal maksa apa-apa tentang lo berdua. Urusan gue cukup ngasih restu doang. Sama satu lagi. Selama lo masih bisa jagain kakak gue, nggak bikin dia ngerasa tersiksa, dan nggak macem-macem sama dia, lo aman, Ndu!" tutur Bian.

"Kalo gue macem-macem sama kakak lo?" tanya Pandu.

Bian yang kaget, langsung menarik kerah baju Pandu hingga Pandu terangkat. "Maksud lo apaan, bangsat? Lo udah apain si Vanya?"

Pandu gelagapan. Ia tak menyangka jika Bian memiliki sisi seperti ini jika sudah menyangku Vanya. "Nggak gue apa-apain, nyet! Gue iseng nanya doang! Lepasin, please!"

Bian yang mendengar itu pun langsung melepas kasar lengannya dari kerah Pandu, hingga membuat Pandu hampir terjungkal.

"Gede juga tenaga lo." kata Pandu sambil merapikan kembali kerah bajunya.

"Gede juga nyali lo buat main-main sama kakak gue!" kata Bian penuh penekanan.

"Nggak lagi-lagi dah gue iseng-iseng sama lo perihal si Vanya." kata Pandu pelan.

"Pada kenapa, sih? Ribut banget kedengeran sampe dapur." kata Vanya yang keluar dari arah dapur sambil menenteng dua gelas sirup rasa melon.

"Cowok lo nih kurang ajar!" adu Bian.

Pandu yang merasa tidak terima pun menoleh dengan wajah kaget. "Kok gue?!"

Namun, Bian tidak mengindahkannya, lalu beranjak. "Udah, ah. Gue mau keluar dulu."

"Mau kemana lo?" tanya Vanya.

"Nyari udara segar! Empet banget gue tiap hari liat muka asem si Pandu mulu. Kaga di tongkrongan, kaga di rumah! Udah, ah. Lo macem-macem sama kakak gue, gigi lu gue rontokin semua!" kata Bian sambil berlalu.

"Emang brengsek lu ya. Kalo bukan karena calon adik ipar gue, udah gue musnahin lu kayak nyamuk di kamarnya si Catur!" umpat Pandu.

Vanya yang mendengar itu hanya bisa pasrah. Sudah biasa mendengar umpatan, ataupun pertengkaran antara kekasih, dan adiknya itu. Itulah resiko yang mau tidak mau harus Vanya terima karena memacari sahabat adiknya sendiri.

●○•♡•○●

Tentang bayang yang masih melekat. Tentang nayanika indah yang selamanya tidak akan pernah lagi bersitatap. Hembusan angin seolah mengelus lembut wajah Bian yang tengah terbungkam dalam kesendirian.

Sorot matanya yang teduh, juga tangan halusnya terulur untuk mengelus dengan sayang batu nisan yang tertulis nama orang tersayangnya disana.

"Sayang, aku datang lagi." kata Bian mulai bersuara.

"Seharusnya, aku nggak usah ngomong gitu. Toh selama ini, aku kesini setiap hari, kan?" imbuhnya sambil tertawa kecil.

"Banyak banget hal-hal yang berubah dalam hidup aku setelah kamu pergi, Kal. Terutama, dalam diri aku. Awalnya, aku seperti kehilangan apa itu warna dalam kehidupan. Tapi, semakin lama, aku semakin ngerti kalau dunia ini tuh banyak warnanya. Dan kamu, nyatanya hanya salah satu warnanya." tutur Bian.

"Bukannya kamu nggak penting, Sayang. Maksud aku nggak gitu. Tapi, aku sadar bahwa apapun, atau siapapun yang pergi, dunia tetap berputar dan nggak akan pernah berhenti. Bukan berarti kamu nggak memiliki makna apa-apa buat hidup aku. Bukan, Sayang. Justru karena kamu adalah salah satu warna yang hilang, warna dunia aku jadi nggak sempurna lagi karena ada yang kurang. Dan itu karena kepergian kamu, Sayang."

Sial. Sekuat apapun Bian menahan, nyatanya air matanya luruh juga.

"Kal, suatu saat nanti, aku pasti jatuh cinta lagi. Tapi, Kal. Sampai kapanpun, kamu nggak akan pernah terganti." tutur Bian sambil terisak.

"Kamu akan menjadi penghuni sudut hati aku yang paling dalam. Aku akan mencintai wanitaku dimasa depan nanti. Tapi, mustahil kalau aku akan melupakan seluruh tentang kamu. Aku udah mencoba merelakan kamu. Nyatanya, aku masih belum mampu. Aku hanya perlu menjalani hidup aku, tanpa harus repot-repot ngelupain kamu."

"Andai waktu bisa diulang, aku nggak akan pernah pergi dan jauh dari kamu, Kal. Aku bakal peluk kamu selama yang aku bisa. Tapi, aku cuma manusia biasa yang cuma bisa berandai-andai aja."

"Kalani, do you see me? I'm still here, Babe." kata Bian lirih sambil mengusap air matanya.

Kepergian Kalani yang tiba-tiba, memang membuat Bian kehilangan kebahagiaannya dalam sekejap mata. Namun, kini Bian sudah sadar. Sekuat apapun ia menyangkal keadaan, kekasihnya sudah tak lagi ada.

Sekalipun Bian harus menangis darah hingga mati, selamanya Kalani tidak akan pernah kembali lagi ...

-

-

-

bersambung...

Biantara gueeeeeee 😭

Bian terluka. Tapi, Bian nggak menutup mata kalau hidup dia juga harus tetap berjalan seperti seharusnya.

Beberapa part menuju ending~

Love, Grace ❤️

LENGKARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang