SELAMAT MEMBACA ❤️
(direkomendasikan sambil dengerin lagu Della Firdatia - Belum Sembuh)
-----------------------
Banyaknya hari yang sudah dilalui, nyatanya masih belum bisa memulihkan diri. Hampir satu tahun hubungan Bian dan Kalani kandas. Dan selama itu pula Kalani dan Bian tidak pernah bertemu lagi. Raga mereka terlihat sangat asing. Padahal, perasaan mereka masih terikat satu sama lain.
"Nak, nanti ajak Jaya kesini, ya! Udah lama Papa nggak ada teman main catur." Kata Papa Kalani yang tengah bersantai di depan rumahnya.
"Iya." Jawab Kalani singkat.
Papa Kalani sebenarnya sangat menyadari. Setelah dipaksa untuk mengakhiri hubungannya dengan Bian, Papanya juga seperti kehilangan Kalani. Kalani menjadi dingin, cuek, acuh, bahkan terkadang ada satu waktu dimana Kalani tidak mengeluarkan suaranya sama sekali.
"Nggak boleh gitu loh sama orang tua!" Kata Papa Kalani. Namun, Kalani tidak menghiraukannya. Jiwa Kalani seperti sudah mati. Kalani tidak pernah lagi mengharapkan bahwa kebahagiaannya akan datang menghampiri.
------------------------
Jaya dan Kalani tengah berada di sebuah toko buku. Tanpa Jaya tahu, toko buku itu adalah tempat favorit Kalani untuk pergi bersama Bian. Kalani sebenarnya sangat tidak tega mengacuhkan Jaya. Namun, Kalani juga sakit ketika ia harus pura-pura menerima Jaya dalam hatinya.
"Kamu mau beli yang mana, Kal? Kalau udah, bilang aku, ya?" Kata Jaya. Kalani hanya mengangguk.
"Jaya?"
"Iya? Udah?" Tanya Jaya. Kalani hanya menggeleng.
"Aku pusing. Aku mau pulang."
Kalani tidak berbohong. Perutnya mual, wajahnya pucat. Dan ketika Jaya mencoba menempelkan punggung tangannya pada leher Kalani, leher Kalani benar-benar mengeluarkan keringat dingin. Tanpa berlama-lama, Jaya pun langsung membawa Kalani keluar.
"Langsung ke dokter aja, ya?" Tanya Jaya sambil memasang sabuk pengamannya pada tubuh Kalani.
Kalani menggeleng lemah, "Nggak mau, aku mau pulang aja."
"Tapi, Kal-"
"Jaya, tolong! Aku mau pulang aja."
Jaya sudah tidak ingin lagi mendebat Kalani. Bohong jika Jaya tidak sakit hati. Bohong jika Jaya tidak muak dengan hubungan ini. Namun, harus bagaimana lagi? Ia dan Kalani benar-benar sudah sepakat untuk menjalani hubungan ini. Kesepakatan paling bodoh yang mereka terima tanpa berpikir berkali-kali.
------------------------
Kalani diantar oleh Jaya ke kamarnya. Papa Kalani bahkan mencoba membujuk Kalani. Namun, berakhir Kalani malah berteriak seperti orang yang kehilangan kesadaran. Akhirnya, Bu Yanti yang memang tengah berada di rumah pun harus turun tangan demi menenangkan Kalani.
"Nak, udah ya, Sayang. Ada Ibu disini." Bu Yanti terus mengelus punggung Kalani. Sesekali, mencium pucuk kepala Kalani agar sedikit tenang. Jaya hanya bisa melihat Kalani dengan tatapan lirih. Jaya sangat sadar. Yang sakit dari Kalani, bukanlah fisiknya. Melainkan luka dari dalam batinnya.
"Jaya."Kata Kalani sambil melirik ke arah Jaya.
Jaya pun langsung mendekati Kalani.
"Aku mau ngobrol sama kamu." Jaya pun melirik ke arah Bu Yanti dan Papa Kalani. Mereka pun memutuskan untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENGKARA ✔
Fanfiction"Bahkan, setelah gue tahu perjuangan gue akan semakin sulit, gue akan tetap memerjuangkan apa yang menurut gue layak untuk diperjuangkan!" -Biantara Kivandra