20. Logika & Perasaan

11.7K 1K 19
                                    

“Kenapa lumah Eyon banyak olang telus!”

Di dapur, Leon terus mengeluh sambil meminum susu. Bocah itu duduk di depan meja makan, menuruti pesan bundanya untuk duduk manis dan menunggu bersama Bu Ratna. Meskipun berbagai macam mainan juga sudah berserakan di lantai dapur, tapi Leon sangat anti untuk duduk manis atau bermain bersama Bu Ratna. Dia malah terus menggerutu.

Sebetulnya, Leon bukan tak suka banyak orang, tapi dia selalu tak suka jika ada tamu, apalagi orang baru. Karena menurut Leon, tamu akan merebut seluruh perhatian ayah dan bundanya. Jika ada tamu yang datang, dia tak bisa main puas-puas bersama ayah dan bundanya. Sepertinya sekarang, dia harus menunggu bersama Bu Ratna yang tak asyik diajak bermain.

“Abang mau main apa?” tanya Bu Ratna.

“Gak mau! Bu Latna gak bisa jadi lobot kayak Yaya.” Leon malah meminta turun dari kursi dan langsung mengabsen setiap mainan di atas lantai.  “Olang itu kapan pelgi?” tanyanya.

Bu Ratna ikut duduk di depan Leon, mengambil salah satu mainan robot di sana, tapi matanya malah menatap Alby dan Naza dari kejauhan yang tengah mengobrol dengan seorang perempuan di rumah tamu. Entah apa yang mereka bicarakan. Hanya terdengar sayup-sayup seseorang menangis.“Ibu juga gak tahu,” jawabnya.

“Eyon suka kalo yang datang Om Jimmy, Tante Miki.”  Leon bepikir sejenak, mengabsen setiap yang diingatnya. Dia memang sudah sangat pandai bicara dan meniru. Semua nama keluarga dan teman Alby juga sudah dia ingat. “Om Halsa ... kakek, nenek, telus ... nenek tanggelang sama ....”

“Sama siapa lagi?” tanya Bu Ratna.

“Sama ....” Bocah laki-laki itu kembali berpikir, meski tangannya tak henti membongkar pasang mainan lego. “Sama udah. Itu aja!”

“Om Mako gak suka?” tanya Bu Ratna.

Leon langsung menggeleng “No! Om Mako gak like,” katanya.

“Kenapa?”

“Om Mako ngomong telus sama Yaya. Ngomongnya banyak ... banget ... dali pagi, dali malem.”

Bu Ratna terkekeh. Maksud Leon adalah ayah sama omnya ngobrol dari pagi sampai malam gak ada berhentinya. “Kalau sama Bu Ratna suka gak?”

Leon meletakkan mainan di tangannya, kemudian menatap Bu Ratna begitu lamat. Dia mengedip beberapa kali. “Sedikit,” katanya.

“Kenapa?”

“Mam telus.”

Kening Bu Ratna mengerut. “Makan terus? Oh, ibu nyuruh Abang mam terus?”

“Iya, Yon gak suka makan. Suka sih ... tapi gak banyak-banyak.”

Saat Bu Ratna asyik berbincang dengan Leon, berbeda dengan keadaan di ruang tamu. Di sana, Alby dan Naza terdiam, mendengar perempuan di depannya bercerita.

Laila, istri dari karyawan Alby. Perempuan itu memang sempat bertemu dengan Alby beberapa kali saat acara gathering perusahaan beberapa tahun yang lalu. Sekarang, Alby tak menyangka mereka akan bertemu lagi dengan situasi seperti ini.

“Pak Heru bekerja dengan saya bukan sebulan dua bulan, Bu.” Alby mulai berbicara. Dibandingkan dengan kerugian perusahaan yang tak sedikit, Alby lebih kecewa dengan karyawannya yang begitu tega berkhianat.

Sesuai dengan laporan keuangan, Heru yang menjabat sebagai ketua divisi purchasing ketahuan menggelapkan keuangan perusahaan hampir dari dari dua tahun terakhir. Jika diakumulasikan, milyaran rupiah Heru raup dengan modal laporan keuangan fiktif.

“Bertahun-tahun Pak Heru kerja dengan saya. Bahkan, jauh sebelum Rigelton menjadi besar seperti sekarang.”

Alby benar-benar tak habis pikir. Heru yang Alby  kira loyal pada perusahaan ternyata menjadi duri dalam daging. Padahal, banyak lika-liku perusahaan yang Heru ketahui. Tak sedikit juga perjalanan karir Heru di Rigelton. Mulai dari Heru yang cuma magang harian, kemudian Alby kuliahkan untuk mendapat skill dan jabatan. Kemudian, Heru menjadi staff dan tak lama menjadi karyawan tetap karena kinerjanya yang memang sangat bagus. Hingga sekarang Alby percayakan divisi purchasing pada Heru, tapi malah berakhir dengan pengkhianatan.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang