24. Memar Biru & Bumbu Instan

11.9K 1K 34
                                    

Hingga malam, Naza dan Alby masih perang dingin. Tak ada yang menyapa atau memulai obrolan lebih dulu. Keduanya bahkan menghindar satu sama lain. Naza pura-pura menyibukkan diri dengan Leon dan Noel. Alby pun asyik berkutat dengan ponsel dan laptopnya. Meskipun begitu, Alby juga menggendong dan menjaga Noel saat Naza fokus pada Leon tanpa ada satu kata pun yang keluar baik dari bibir Alby atau Naza.

Sekarang sudah cukup larut untuk makan malam. Meski marahan, perut mereka tetap keroncongan. Naza khawatir pada Alby yang belum makan sejak pagi, hanya sepotong roti dan selai yang Alby makan sebelum kedatangan Cipta. Tadi siang pun, Naza sengaja mogok masak. Perempuan cantik itu hanya memasak sup bening untuk Leon dan menggoreng nuggets untuknya sendiri.

Jadi, seorang istri ternyata tak bisa benar-benar cuek. Niatnya, dia akan masak. Tak peduli Alby akan makan atau tidak, setidaknya Naza sudah menyediakan. Perempuan itu melenggang ke arah dapur. Namun, perhatiannya teralih melihat Alby yang begitu telaten merapikan mainan Leon yang berserakan di ruang tengah.

Urung berjalan ke dapur, Naza lebih malah mendekati Alby. "Lapar gak?" tanyanya.

Alby menoleh. Pria itu mengangguk seperti anak kecil. Rasanya, Naza ingin tertawa tapi terlalu gengsi untuk baikan. Secara dia masih kesal pada suaminya itu. Tanpa berkata apa pun lagi, Naza pergi ke dapur dan mulai memasak. Tak seperti menu makan malam yang selalu Naza siapkan biasanya, tidak banyak yang Naza masak kali ini, hanya ayam dengan bumbu instan dan rebusan sayur tanpa bumbu.

Berkutat di dapur sendirian, Naza malah melamun. Setelah di pikir, hari ini Leon memang sangat menguji kesabaran, tak sebentar Noel menangis tadi pagi karena cubitan abangnya. Namun, Alby juga keterlaluan, tangan Leon sampai membiru.

Sebetulnya, salah Alby juga yang ingkar janji. Sudah dari kemarin malam Leon menunggu-nunggu untuk pergi ke proyek bersama ayahnya, jadi wajar juga rasanya jika Leon marah. Meski, Naza juga tidak membenarkan kelakuan Leon yang melempar vast bunga dan mencubit adiknya.

"Ah, yang salah Cipta sih, kenapa harus datang pagi-pagi," gumamnya. "Eh, tapi kalo Cipta gak datang, Mas Alby gak bakal punya modal lagi."

Pikiran Naza sibuk bekerja, meski tangannya juga sibuk mengerjakan hal lain. Satu demi satu wortel Naza potong menjadi dadu. Sampai akhirnya, Naza mendengar suara langkah. Naza menoleh untuk memastikan, siapa lagi kalau bukan Alby. Pria itu mendekati Naza.

"Yang, udahan yuk marahannya." Alby ngerecokin masakan Naza. Pria itu mengaduk-aduk ayam yang sudah matang di atas kompor.

"Jangan diaduk-aduk." Naza rebut spatula dari tangan Alby.

"Kata Ibu, gak boleh suami-istri marahan sampai ganti hari." Alby kembali membujuk. Dia berdiri di samping Naza, memperhatikan jemari lentik istrinya yang begitu lihai menggunakan pisau dapur. "Iya, mas keterlaluan hari ini, tapi Leon juga udah kelewat batas, 'kan?"

Naza menghela napas, lalu menatap Alby melalui sudut matanya. Naza memilih untuk menghidangkan masakannya di atas meja. "Aku mau ke atas."

"Temenin mas makan," ucap Alby.

Meski sambil bermuram durja, Naza tetap duduk, menunggu Alby selesai makan.

"Hmm ... masakan kamu emang yang terenak. Pasti pegel ngulek bumbunya. Belajar dari mana menu begini. Kayaknya, gak ada yang bisa masak kayak gini deh." Entah bentuk apresiasi atau bujukan, Alby tak henti memuji masakan Naza.

"Aku pake bumbu instan," singkat Naza.

Alby menghentikan kunyahan masakannya. Dia menelan makanannya dengan kasar. "Oh, pake bumbu instan," gumamnya canggung. Dia tatap wajah istrinya yang sibuk main ponsel. "Kamu gak makan?" tanyanya.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang