11. Di Rumah & Orang Luar

13.9K 1K 10
                                    

Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Harusnya, keadaan rumah sudah tenang dan damai. Namun, ternyata tidak. Setelah Bagas pulang, Naza dan Alby belum sempat istirahat sama sekali. Mereka harus bergantian menjaga Leon yang demam.

Bocah gembul itu tak henti menangis dan merengek minta digendong. Bahkan, Leon meracau tak jelas karena suhu tubuhnya sangat tinggi. Padahal, sempat dikompres air hangat, tapi demamnya belum turun dan tangisannya malah makin menjadi. Suara bocah laki-laki itu terus memenuhi seisi rumah sepanjang malam.

Tangisan Leon yang semakin larut semakin nyaring, malah membangunkan adiknya. Noel terjaga dan ikut menangis, menyahuti tangisan kakaknya bagaikan paduan suara yang menusuk telinga. Makanya, jangan heran kenapa kini Alby bersusah payah menulikan pendengarannya. Gendang telinganya bisa saja pecah karena tangisan kedua putranya sejak tadi. Suara Leon dan Noel seakan menusuk di kiri dan kanan telinganya.

Dengan gendongan bayi bermotif batik warna cokelat, pria itu terlihat sudah kelelahan menimang-nimang Noel yang rewel. Sebotol susu pun tak mempan untuk membuat Noel berhenti menangis.

Alby menarik napasnya begitu panjang. Setelah menatap wajah putra kecilnya, dia melirik Naza yang juga kerepotan mengurus Leon. “Sayang ...,” panggilnya.

Di sana, Naza begitu fokus mengganti kompres Leon. Perempuan cantik itu sampai tak sempat untuk melirik Alby. “Bentar, Mas,” sahutnya.

“Kasian Noel, Sayang.”

Naza mengangguk. Dia mengusap kening Leon. “Yon, bubu gendong adik bayi dulu, ya. Kasian dari tadi nangis.”

Leon malah menggeleng ribut. Tangan mungilnya begitu erat memegangi ujung baju Naza, melarang bundanya untuk pergi.

“Eyon sama Ayah dulu,” bujuk Naza.

“Kita nonton video, yuk!” Alby ikut membujuk.

Leon langsung mengangguk antusias. Dia mengulurkan tangan, meminta ponsel ayahnya.

Sebetulnya, Alby dan Naza tak mau Leon yang masih kecil sudah kecanduan ponsel, apalagi terkontaminasi dengan tontonan-tontonan internet yang kadang sangat sulit untuk difilter. Namun, saat seperti ini mereka tak punya pilihan. Sambil diawasi, Alby membiarkan Leon menonton beberapa video.

Sementara Naza tengah bersusah payah memberi Noel susu. Sampai sekarang Noel memang belum minum ASI, Naza masih mengandalkan susu formula yang tak jarang Noel tolak.

Bayi merah itu terus menangis. Sebetulnya, dia lapar, tapi tak mau susu formula. Saat Naza coba beri ASI pun, tangisan Noel makin menjadi karena tak ada sesetes air pun yang keluar.

“Mas, gimana ini?” tanya Naza bingung.

“ASI-nya masih belum keluar?” tanya Alby.

Naza hanya menggeleng. Dia terus menimang-nimang Noel yang masih tak henti menangis. “Noel lapar, Mas. Tapi, gak mau minum susunya.”

Saat Leon masih anteng dengan ponselnya, Alby mendekati Naza. Dia ambil botol susu formula dari Naza. Dia pandangi botol mungil berkakter beruang biru itu. “Kayaknya, dot-nya gak cocok deh buat Noel, makanya dia gak mau. Coba kasih pake sendok sedikit-sedikit. Boleh gak?”

“Boleh aja, sih, Mas ... kayaknya. Setahu aku.” Naza agak ragu sebetulnya.

“Kita coba aja dulu. Besok kita konsultasi ke dokter sambil cari dot yang cocok buat Noel.”

Berkat saran dari Alby, akhirnya Noel bisa kembali tidur setelah kenyang. Leon pun kembali tidur meski panasnya belum turun.

Tak terasa, ternyata waktu bergulir cepat. Malam ini memang terasa sangat panjang, tapi tanpa disadari sekarang sudah pukul 4 pagi. Setelah lelah bergantian menjaga kedua putra mereka, akhirnya Naza dan Alby bisa beristirahat meski sekarang sudah menjelang subuh. Keduanya berbaring sambil terus mengawasi Leon dan Noel.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang