25. Sepatu Roda & Oleh-oleh

11.4K 1.2K 53
                                    

"Noel sayang sama Abang gak?" Leon menatap adiknya yang berdiri di ambang pintu dengan sendal biru muda yang terbalik kanan-kiri.

"Sayang." Noel menjawab. Bocah kecil itu mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kalo sayang, gak usah ikut! Abang mau main sama temen abang!" Leon menolak pinggangnya dengan jengkel. Bocah itu sudah siap bermain sepatu roda bersama temannya di taman kompleks. Helm merah sudah dia pakai, sepasang sepatu roda pun sudah dia bawa dengan rapi lengkap dengan pelindung lutut dan siku. Namun, Noel terus merengek ingin ikut. Adiknya itu terus gelendotan sampai tidak memedulikan sendal terbalik yang dipakainya.

"Noel mau ikut."

Entah sudah berapa kali Leon menghela napasnya dengan kasar. Mata sipitnya menatap ke arah dapur, memandangi punggung bundanya yang sejak tadi sibuk dengan segala macam masakan. "Bunda! Noel nih! Abang mau main!"

"Ajak aja, Bang!" Dari arah dapur, bunda mereka menyahuti dengan asal. Bahkan, perempuan cantik berambut panjang itu tak menoleh sama sekali.

"Bunda, ih!"

"Bunda lagi masak dulu, Bang. Bentar lagi Ayah pulang."

"Bunda, ih! Nanti, kalo Noel nangis, Noel jatuh, Noel pengen jajan es, gimana?"

"Jagain sama Abang."

"Abang mau main, Bunda! Bukan mau jagain Noel!" Leon terus merengek, meski sangat sia-sia. Hari ini, ayah mereka akan pulang setelah lebih dari sebulan menyelesaikan proyek di luar kota. Makanya, bunda mereka sibuk menyiapkan segala macam hal untuk menyambut kepulangan pria berusia 36 tahun itu. "Bunda, ih!"

Dengan apron merah muda di tubuhnya, Naza menoleh sekilas, memeriksa kedua putranya yang memang tidak pernah akur. Noel yang tak mau jauh dari abangnya, sedangkan abangnya tak mau direpotkan karena harus menjaga adiknya. "Emang mau main ke mana sih, Bang? Ayah mau pulang juga, Abang malah mau main."

"Sama Gilby. Main sepatu roda."

"Ya, udah. Jangan lama!"

"Noel gimana?"

"Ajak."

Memang tak berguna Leon merengek pada bundanya yang tengah sibuk. Bocah itu berdecak kesal, lalu menatap adiknya yang kini tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar seperti anak kucing. "Okay ... ikut, tapi nonton aja! Jangan jajan, jangan nangis, jangan minta pulang."

Noel mengangguk. Bocah kecil itu langsung berlari, mengambil tas kecil berisi mainan yang tak pernah dia tinggalkan. Bahkan, dia tak lupa memasukkan mainan kereta lengkap dengan relnya yang berwarna-warni.

"Cepet! Kalo masih lama, Abang tinggal!"

"Tungguin!"

Meski sambil menggerutu dan menekuk wajahnya dengan sempurna, Leon tetap menuntun Noel. Dia genggam tangan mungil adiknya dengan erat. Kedua bocah berwajah mirip itu berjalan keluar rumah dengan langkah mungil Noel yang menggemaskan.

Baru saja Leon membuka pintu rumah, mereka berdua malah berpapasan dengan ayahnya.

"Hayoloh! Mau pada ke mana?" tanya Alby.

"Ayah!" Noel berteriak senang. Dia langsung melompat ke pangkuan ayahnya. Berbeda dengan Leon yang diam-diam kabur. Bocah itu terbirit dengan sepasang sepatu roda yang menggantung di lehernya.

"Hey, Abang mau ke mana?" tanya Alby.

Leon menoleh sekilas. "Main sama Gilby!" teriaknya.

"Leon, ayah baru pulang juga! Gak mau main sama ayah?" teriak Alby.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang