“Eyon sayang bubu gak?”
Meski sambil sesenggukan, Leon mengangguk. Lalu, mengusap air matanya dengan kasar. “S-sayang,” katanya.
Naza bantu merapikan rambut Leon. Dia sisir dengan jemarinya, kemudian menyeka setiap air mata di wajah gembul itu. “Eyon mau digendong bubu?” tanyanya.
Leon kecil yang masih merajuk hanya mengangguk. Diam-diam, dia melirik Noel yang kini tidur di kasurnya mungilnya. Hidung merah dan wajah menggemaskan itu saat merajuk sanggup mengembangkan senyuman Naza.
“Sini, yuk!” Naza menuntun Leon agar lebih dekat melihat adik bayinya. Dengan Leon dalam pangkuannya, Naza menatap Noel yang tidur begitu damai. “Kenapa Leon gak suka adik bayi?” tanyanya.
Lagi-lagi, Leon tak mengatakan apa-apa. Dia hanya menggeleng. Bocah itu bahkan tak mau untuk sekedar menatap Noel di sana.
“Liat, deh. Tangan adik bayi kecil benget. Coba bubu pengen liat tangan Eyon. lebih besar punya adik bayi apa punya Eyon?”
Akhirnya, Leon mau menatap Noel. Dia langsung membandingkan telapak tangannya dengan telapak tangan adik bayinya di sana. “Punya Eyon besal.”
“Eh, iya ... punya Eyon lebih besar.”
Dengan hidung merahnya, Leon tersenyum. Dia terus menatap telapak tangan miliknya dan milik adiknya. “Adik bayi kecil,” gumamnya.
Naza ambil album foto di samping kasur Noel. Dia buka setiap lembaran foto itu dan menunjukkannya pada Leon. Ada banyak sekali foto Leon saat bayi di sana. “Nih, dulu ... Eyon juga kecil. Bayi Eyon”
“Ini Eyon?”
Naza mengangguk. “Iya. Eyon juga dulu bayi kecil, sama kayak adik bayi sekarang.”
Leon semakin penasaran dengan foto-foto dirinya. Dia buka setiap lembaran album foto itu dengan tangan mungilnya. Dia tertawa, melihat fotonya saat menangis. “Eyon nangis.”
Bocah kecil itu terus mengabsen setiap foto yang dilihatnya. “Eyon bobo ... Eyon mam,” begitu katanya.
“Sekarang, Eyon udah besar. Gak nangis lagi. Bisa bobo sendiri. Mam juga udah bisa sendiri, ya?” tanya Naza.
Leon mengangguk sambil beranjak dari pangkuan Naza. Bocah gembul itu berdiri sambil mengangkat tangan, seolah tengah memamerkan kedua otot lengannya. “Eyon besal! Bayi kecil!” teriaknya.
Naza meringis, dia khawatir Noel akan bangun karena suara abangnya. “Iya, Eyon udah besar, udah pinter. Kalau adik bayi masih kecil, belum bisa apa-apa. Makanya, tadi bubu gendong adik bayi dulu, bukan gak sayang Eyon. Siapa bilang Bubu sama Yaya gak sayang Eyon? Bubu sama Yaya sayang sama Eyon.”
Leon mengerucutkan bibirnya. “Banyak gak sayangnya?”
“Banyak ... banget.”
Leon merentangkan kedua tangannya, membuat lingkaran besar di atas kepalanya. “Segini?” tanyanya.
“Lebih banyak lagi.”
“Selumah?”
“Lebih banyak lagi.”
“Sedunia?”
Naza mengangguk. Dia langsung memeluk putranya itu. “Bubu sama Yaya sayang Eyon banyak ... banyak.”
Dalam pelukan Naza, Leon mengangguk, lalu menatap wajah bundanya itu. “Bubu gak boleh gendong Bayi lagi.”
“Kenapa?”
“Kalena, Eyon mau digendong.”
“Kasian dong adik bayi. Kalau nangis gimana? Gak boleh digendong juga?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Leon gak mau jadi Abang!
عاطفيةSEQUEL TURUN RANJANG Hanya keseruan Alby dan keluarga kecilnya ditambah dengan kegemoyan Leon yang gak mau jadi Abang. ps. Ada ilustrasi komik di setiap babnya.