32. Es Krim & Ulat Bulu

10.1K 1.1K 33
                                    

Setelah berdiskusi panjang dengan pihak sekolah, akhirnya Naza membawa Leon ke psikolog anak. Sebetulnya, Naza sempat ditertawakan oleh Alby. Naza yang dulunya juga seorang psikolog anak, kini malah mendatangi psikolog anak untuk mendiskusikan kondisi Leon.

Katanya, “Masa jeruk makan jeruk?”

“Sejago-jagonya tukang cukur, dia tetap minta tolong orang lain buat dicukur! Lagian, emangnya ada dokter bedah yang membedah dirinya sendiri?!” Kalimat itu yang Naza gunakan untuk membalas ejekan Alby.

Namun di balik semua itu, sejujurnya Naza meragukan kemampuannya sendiri. Sebelum menikah dengan Alby, Naza memang pernah menjadi praktisi psikolog anak, tapi sudah sangat lama dan itu pun masih perlu banyak belajar lagi. Rasanya, ilmu dan pengetahuan Naza masih sangat kurang untuk mengetahui kondisi Leon saat ini. Makanya, perempuan cantik itu mempercayakan Leon pada psikolog anak yang memang sudah memiliki jam terbang lama sekaligus dosen Naza saat kuliah dulu.

Meskipun begitu, Naza selalu berusaha untuk menerapkan semua ilmu dan pengetahuannya tentang anak pada Noel dan Leon. Hal itu pula yang mungkin menjadikan parenting Naza patut diacungi jempol.

Saat datang ke psikolog anak, Leon tidak ditanya-tanya ataupun diwawancara. Bocah itu malah diajak bermain dan melakukan hal yang ingin Leon lakukan. Kemudian, ditutup dengan Leon yang bercerita tentang hal yang dia sukai dan tidak disukai.

Tak sia-sia Naza dan Alby membawa Leon ke psikolog anak jauh-jauh dari Jakarta ke Bogor. Dari dosen berusia setengah abad itu, Naza dan  Alby mendapat banyak sekali ilmu dan pengetahuan untuk menghadapi kenakalan Leon, terutama kecemburuan Leon pada Noel yang menjadi pemicu bocah berusia enam tahun itu sangat suka berulah.

Nyatanya, banyak sekali hal yang harus Naza dan Alby ubah dari pola asuhnya pada Leon. Mulai dari cara berkomunikasi, membagi tugas dan tanggung jawab, hingga memberikan waktu khusus untuk  Leon dan Noel agar bisa terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan mereka berdua melakukan kerja sama.

Selain itu, Leon juga disarankan untuk bersekolah di tempat yang lebih mengutamakan hubungan sosial yang kuat dan mengeksplorasi imajinasi yang tidak terbatas. Hal itu sangat sesuai dengan penjelasan guru Leon di sekolah. Di kelas, Leon tidak bisa berbaur dengan teman-temannya. Terlebih dengan keterbatasan bahasa di mana Leon belum menguasai bahasa Inggris dan Mandarin yang mayoritas teman-teman sekelasnya gunakan. Dan, ternyata, Leon juga tidak terlalu suka dengan persaingan di kelasnya yang sangat kompetitif.

Bukan karena Leon tak mampu, bocah itu lebih memiliki jiwa sosial dan solidaritas yang tinggi. Leon lebih suka membangun piramid bersama-sama, dibandingkan dengan harus berlomba untuk menentukan siapa yang membangun piramid lebih cepat.

Singkatnya, jiwa Leon terasa terkurung jika tetap dipaksakan untuk sekolah Webster Academy.

Namun, Naza dan Alby pun tak boleh menyia-nyiakan kreativitas Leon yang berada di atas rata-rata. Setelah melakukan tes minat dan bakat. Leon cenderung memiliki ketertarikan dan keterampilan di bidang merakit dan menciptakan sesuatu.

Itulah sebabnya, Leon didaftarkan di sebuah akademi robotik. Namun, karena akademi itu tidak memiliki fasilitas pendidikan yang setara dengan pendidikan formal seperti SD, Alby dan Naza juga memindahkan sekolah Leon ke salah satu sekolah negeri di dekat rumah, SDN 07 Pagi yang berjarak sekitar 2km dari kompleks perumahan mereka. Di sekolah itu, mungkin Leon akan jauh lebih bebas berbaur dan bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.

Makanya, jangan tanya kenapa sore ini Alby dan kedua putranya tengah asyik bersepeda di taman kompleks. Katanya, Leon ingin berangkat ke sekolah barunya pakai sepeda baru. Dan, karena keadilan tetap harus dijunjung tinggi, Noel pun ikut merengek untuk belajar naik sepeda juga.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang