“Kita ke sekolah Leon sekarang!”
Naza setuju. Dia dan Alby segera bergegas. Mereka berdua begitu tergesa sampai-sampai tidak memedulikan langkah mereka atau televisi yang masih menyala di ruang tengah. Namun, saat pintu rumah terbuka, mereka malah berpapasan dengan Leon yang kembali pulang ke rumah.
“Abang?” panggil Naza.
Leon tersenyum. Dia memarkirkan sepedanya di pekarangan rumah, kemudian berlari mendekati Naza dan Alby yang masih mematung di beranda rumah. Bocah laki-laki itu menyodorkan selembar kertas di tangannya pada Naza. “Bunda, ayah salah ngasih. Ini bukan punya Abang.”
Naza ambil fotokopi akta kelahiran itu. Jelas-jelas di sana tertulis nama Leon. “B-bang ... i-ni,” ucapnya gelagapan.
“Bukan punya Abang, Bunda. Gak ada nama Bunda di sana.” Leon ambil kembali fotokopi akta itu dari tangan bundanya. Meski sambil mengeja, Leon baca tulisan dalam akta itu dengan lantang. “Tuh, anak kesatu dari Alby Jovandiro dan Nazia Dinda. Kata temen Abang, harusnya nama ayah sama bunda yang ada di sini. Harusnya, Alby Jovandiro dan Naza Diana, iya ‘kan, Bunda?” tanyanya, memastikan.
Naza menatap nanar sosok Leon yang begitu semangat menerka-nerka apa yang terjadi. Dia tak sanggup jika harus mematahkan hati Leon.
Leon berpikir sebentar. Dia mengangkat telunjuknya seolah mendapat ide yang cemerlang. “Oh, atau mungkin, Bunda ... petugasnya salah catat nama bunda. Naza dan Nazia ‘kan mirip-mirip. Yang ini ada huruf i-nya. Abang juga sering salah tulis nama Abang. Leon jadi Lean,” jelasnya dengan sedikit tawa.
Naza dan Alby saling melempar pandangan satu sama lain. Baik Naza maupun Alby bingung harus menjelaskan seperti apa pada Leon. Mereka tidak berniat merahasiakan Zia dari Leon selamanya. Leon berhak tahu dan mengenal ibu kandungnya. Namun, tidak sekarang. Leon masih terlalu kecil untuk mengerti. Sebagai orang tua, Naza dan Alby takut fakta itu akan mempengaruhi mental Leon nantinya.
“Bunda, gimana? Kata Bu Guru, ini harus dikumpulin hari ini.” Leon kembali menyodorkan kertas di tangannya.
“Abang, masuk dulu. Ayah mau bicara,” ucap Alby.
“Mas,” sahut Naza sambil meraih lengan Alby. Dia menggeleng samar. Namun, anggukan kecil dari Alby membuat jantung Naza seakan berhenti berdetak.
“Ayah sama Bunda mau bicara sama Abang.” Alby kembali masuk ke rumah dan langsung diekori oleh langkah kecil Leon.
Kini, Naza, Alby, dan Leon duduk di kamar Leon. Ketiganya saling berhadapan tanpa sepatah kata pun yang terdengar. Leon yang tak mengerti apa-apa, hanya bisa duduk dengan gelisah. Pikirannya malah terfokus pada akta kelahiran yang harus dia berikan pada gurunya hari ini. Namun, dalam pengetahuan Leon, dia tak mungkin memberikan akta kelahiran yang salah.
“Abang, sebenernya—” Ucapan Alby langsung terpotong karena genggaman Naza. Pria itu langsung menoleh.
“Biar aku yang bicara,” ucap Naza. Meski terlalu cepat, mungkin ini waktu yang tepat untuk Leon mengetahui segalanya. Bisa saja, Leon akan jauh lebih sakit hati jika dia mengetahuinya setelah dewasa atau malah mengetahuinya dari orang lain.
“Abang suka mainan apa?” tanya Naza.
“Banyak.”
“Yang paling disuka?”
“Robot Ironman.”
Naza tersenyum kecil. “Kalau misalnya, sekarang bunda kasih satu robot Ironman, Abang seneng gak?”
Leon mengangguk antusias.
“Kalau bunda kasih dua robot, seneng atau seneng banget?” tanya Naza.
![](https://img.wattpad.com/cover/349400486-288-k154897.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Leon gak mau jadi Abang!
RomanceSEQUEL TURUN RANJANG Hanya keseruan Alby dan keluarga kecilnya ditambah dengan kegemoyan Leon yang gak mau jadi Abang. ps. Ada ilustrasi komik di setiap babnya.