Tak terasa, hari-hari berlalu begitu saja. Dari sore hingga ke sore lagi seakan berlalu dalam sekejap mata. Dari Rabu ke Rabu seolah bejalan dalam hitungan detik.
Apa mungkin saat ini Naza sangat terlena dengan hidupnya?
Kata orang, jika terlena saat menjalani hidup, semuanya akan berjalan dengan cepat. Rasanya, baru kemarin dia mendengar tangisan Leon. Rasanya, baru kemarin dia merasakan genggaman mungil dari Noel untuk pertama kalinya. Dan, rasanya, baru kemarin dia menangis dalam pelukan Alby, berpikir untuk mengakhiri segalanya.
Sekarang, jangankan berakhir, bahkan Naza tak rela satu detik pun berlalu tanpa senyuman Alby dan kedua putra mereka.
Naza buka lembaran album foto keluarga kecilnya bersama Alby. Ternyata, banyak sekali hal yang sudah mereka lewati bersama. Tangis, tawa, luka, dan kebahagiaan. Semua berpadu menjadi kolase demi kolase kehidupan.
Terkadang, Naza takut kebahagiaan mereka berakhir. Saking takutnya, dia sampai melupakan bahwa semuanya bukan sepenuhnya miliknya sendiri.
Naza buka kembali lembaran album foto di tangannya. Semakin jauh deretan foto itu Naza pandangi, semakin jauh pula kenangan itu membawa Naza ke masa lalu. Hingga akhirnya, Naza menemukan foto Zia dan Alby.
Dalam foto itu, Zia tengah hamil. Perutnya begitu bulat dan besar. Di sampingnya, ada Alby yang duduk sambil tertawa. Tiba-tiba, terbersit pertanyaan dalam benak Naza. Jika bersama Zia, apa Alby juga akan sama bahagianya seperti bersama Naza atau malah akan jauh lebih bahagia?
Naza penasaran, akan tumbuh seperti apa sosok Leon jika bersama Zia. Apa Leon akan sama menyebalkannya atau malah menjadi anak yang jauh lebih manis?
Namun, satu hal yang Naza yakini. Jika Zia masih ada, Naza tak mungkin ada di sini bersama Noel yang begitu pintar menyayangi abang dan ayahnya.
Naza menarik napasnya begitu dalam. Perempuan cantik itu tersenyum kecil. Dia ambil foto itu dari tempatnya. Sekali lagi dia pandangi selembar foto itu. “Makasih, Kak,” gumamnya.
“Hayoloh! Lagi ngapain!” Tiba-tiba, Alby datang. Pria itu melompat ke atas kasur untuk duduk di samping Naza. “Liatin apa, sih?” tanyanya.
Naza yang terkejut langsung menoleh sambil mendesis kesal. “Ih, kebiasaan banget bikin kaget.”
Alby tertawa hingga matanya sipitnya melengkung. “Lagian, serius amat, sampai gak denger mas datang dari tadi.”
“Lagian, Mas kok pulang lagi ke rumah? Gak ke kantor? Katanya, tadi udah nganterin Noel mau meeting, gak jadi?”
Alby begeser untuk duduk di belakang Naza. Pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Naza, lalu meletakkan kepalanya di lengkungan bahu istrinya itu. “Gak jadi. Kasian, istri mas sendirian di rumah,” bisiknya.
Naza mencebik. “Udah biasa aku sendirian. Anak-anak sekolah, suami aku juga sibuk kerja sampai pulang malam,” ucapnya, menyindir Alby yang akhir-akhir ini mulai kembali sibuk dengan pekerjaannya.
“Makanya, mas ada di sini sekarang. Udah lama kita gak pacaran berdua. Kita jalan-jalan, yuk! Sebelum anak-anak pulang sekolah.” Alby ambil selembar foto di tangan Naza. Dia langsung tertegun. Pupilnya bergetar, menatap foto yang sudah hampir Alby lupakan.
“Kangen Kak Zia,” ucap Naza. Dia menoleh, menyadarkan lamunan Alby dengan kecupan kecil. Dia berbalik agar duduk berhadapan dengan suaminya itu. “Aku gak marah kalau Mas juga kangen Kak Zia.”
Alby hanya tersenyum kecil.
“Ya, dulu aku sempat cemburu saat Mas pasang foto Kak Zia. Aku juga sempat marah saat Mas manggil aku dengan sebutan Tante buat Leon. Padahal, kita udah nikah.” Naza menghela napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leon gak mau jadi Abang!
DragosteSEQUEL TURUN RANJANG Hanya keseruan Alby dan keluarga kecilnya ditambah dengan kegemoyan Leon yang gak mau jadi Abang. ps. Ada ilustrasi komik di setiap babnya.