33. Sticky Note & Keluhan Naza

10.5K 1.1K 24
                                    

Alby masih mencari cara untuk berbaikan dengan Naza. Pasalnya, hingga malam, belum ada satu kata pun yang terdengar dari bibir istrinya itu. Jujur saja, Alby sangat frustasi. Lebih baik Naza ngomel-ngomel mirip harimau betina, dibandingkan dengan didiamkan seperti ini. Rasanya, sekedar bernapas pun sangat sulit untuk Alby lakukan. 

Sambil memperhatikan Naza yang begitu telaten mengganti kompres Noel, Alby berdiri di ambang pintu. Pria itu hanya berani diam-diam menatap dari kejauhan. Dia benar-benar menyesal memberikan Noel es krim, padahal jika saja tadi Alby lebih tegas, Noel tidak akan seperti ini. Sejak pulang dari taman, Noel masih terkulai lemas. Bahkan, kini bocah kecil itu demam tinggi.

Makanya, sejak tadi Naza tidak beranjak dari kamar Noel, menunggu putra kecilnya kalau-kalau terbangun dan minta digendong. Waktu itu, Noel juga sempat seperti ini. Setelah konsultasi pada dokter, Noel memang sensitif pada makanan dingin dan disarankan untuk tidak makan atau minum es apalagi yang beku.

Alby pun tahu itu dengan betul, bahkan Leon juga mengerti itu. Namun, hal yang membuat Naza tak habis pikir hingga sekarang, apa yang dipikiran Alby tadi sore hingga berani memberikan Noel es.

Biar bisa berduaan sama cewek gatel? pikir Naza.

Dengan mengingatnya saja, membuat Naza kesal. Dia melihat secara langsung bagaimana Alby menggeser posisi duduknya agar berdekatan dengan perempuan itu. Naza ingat bagaimana Alby tersenyum dan mengusap kepala perempuan itu.

Argh! Gilak! Alby ganjen! batin Naza menggerutu kesal.

Di ambang pintu kamar, Alby memberanikan diri untuk mendekati Naza. Dia ikut duduk di samping istrinya itu. “Sayang,” panggilnya.

Tak ada jawaban dari Naza. Perempuan itu malah sibuk memeras handuk, untuk kembali mengganti kompres Noel.

“Biar mas yang kompres.” Alby ambil handuk itu dari Naza. Namun, tangganya kembali ditepis dengan kasar.

Alby beralih memegang kening Noel. Dia meringis, merasakan suhu tubuh si kecil yang sangat tinggi. “Kita bawa ke rumah sakit aja, gimana? Klinik Medika juga buka 24 jam, mau?” tanyanya.

Naza melirik jam dinding di sana. Sekarang memang sudah sangat larut, bahkan hampir berganti hari, tapi demam Noel tidak turun-turun. Tiba-tiba, rengekan Noel lebih dulu mengalihkan perhatian mereka.

“Ayah ... mau es klim,” gumam Noel. Dia terbangun dan menatap ayah dan bundanya. “Ayah,” rengeknya.

Alby segera membawa Noel ke dalam pangkuannya. Dia sandarkan tubuh Noel ke dadanya sambil menepuk-nepuk punggung mungil yang benar-benar terasa sangat panas. “Iya, ini ayah.”

Alby berjalan mondar-mandir di dalam kamar sambil menimang-nimang Noel yang masih merengek pelan. Alby usap punggung Noel sambil sesekali mengecek suhu tubuh putranya itu.

“Bunda ....” Di ambang pintu, Leon berdiri. Sepertinya, bocah itu terbangun dengan wajah bantalnya. Dia menatap Naza dan sesekali mencuri pandang pada Noel yang berada di gendongan ayahnya. “Abang gak bisa tidur.”

Naza mendekati di sulung. Dia usap wajah Leon. “Kenapa? Udah malem juga. Besok hari pertama Abang masuk ke sekolah baru.”

“Abang lapar.”

Sambil menutup pintu kamar dengan pelan, Naza menuntun Leon untuk turun ke dapur. “Ya, udah. Bunda buatin roti sama susu, mau?”

Leon mengangguk. Namun, bukannya ikut ke dapur, Leon malah belok ke ruang TV. Bocah itu duduk dengan tenang sambil menyalakan televisi dengan volume yang snagat kecil. “Sambil nonton, Bunda. Boleh?” tanyanya sedikit berbisik.

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang