01. Celana Dalam & Perut Besar

56.1K 1.9K 51
                                    

“Sayang! Celana dalam aku di mana?!”

Dari lantai atas, Alby berteriak. Suaranya begitu menggelegar seisi rumah yang masih kosong itu. Memang baru beberapa hari yang lalu Alby dan keluarga kecilnya pindah ke rumah baru. Bahkan, perabotan mereka masih belum semua diantar. Makanya, tak heran suara Alby begitu menggema seperti dalam gua.

“Masih di koper deh, kayaknya, Mas! Coba cari dulu di sana!” balas Naza.

Ibu hamil besar itu ikut berteriak dari lantai bawah. Jika bukan karena Leon yang masih lahap menyantap sarapannya, mungkin Naza sudah berlari ke atas. Sejak tadi, Alby terus berteriak perkara mencari pakaian. Mulai dari dasi, kaos kaki, kemeja hingga celana dalam tak luput menjadi benda yang Alby keluhkan pagi-pagi buta.

“Gak ada, Sayangku ... coba kamunya sini dulu bentar!”

Entah sampai kapan Alby akan terus berteriak. Naza hanya bisa menghela napasnya. Dia tatap wajah bulat Leon yang masih asyik mengunyah makanan. “Eyon, mam sendiri dulu, ya. Bubu ke atas dulu sebentar, okay?”

Bocah gembul itu mengangguk. Di usia Leon yang sudah jalan dua tahun, dia memang mulai belajar makan sendiri meski berakhir dengan berserakan kemana-mana.

“Yang! Masa aku berangkat kerja gak pake celana dalam?!” Alby tak henti merengek dari atas sana.

Naza bergegas naik ke lantai atas. Dia titi setiap anak tangga dengan hati-hati sambil menopang punggung yang berat karena perutnya sudah sangat besar. Berdasarkan hitungan dokter, usia kandungan Naza sudah memasuki tri semester ketiga, hanya hitungan beberapa pekan lagi anggota baru akan segera hadir di tengah-tengah mereka. Namun, Alby malah semakin manja setiap harinya. Ada saja hal yang membuat Naza mengelus dada. Kalau mungkin, pria itu bahkan ingin makan dari suapan Naza.

Ya, meski begitu, Alby semakin semangat bekerja. Katanya, demi kebahagiaan keluarga kecilnya. Meski kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang, setidaknya Alby punya bekal untuk memberikan yang terbaik untuk istri dan kedua buah hatinya. Tak jarang, Alby akan berangkat kerja pagi-pagi buta dan pulang tengah malam.

Naza tak tega sebetulnya, tapi apa yang bisa dia lakukan. Dia tak begitu mengerti tentang pekerjaan Alby yang berurusan dengan proyek dan kontruksi. Katanya, kali ini Alby tengah bersaing tender dengan perusahan baru dari investor China.

Seingat Naza, harusnya hari ini Alby juga berangkat pagi-pagi buta demi pulang lebih cepat. Namun, perkara celana dalam yang tak kunjung ditemukan, pria itu harus merelakan sisa waktunya untuk lembur lagi nanti malam. Sebagai seorang istri, Naza hanya bisa mendukung Alby dari rumah. Membantu Alby bersiap dan menyambut hangat ketika Alby pulang, termasuk membantu Alby mencari celana dalam.

Ternyata, pria itu masih berdiri di depan koper yang sudah berantakan karena ulahnya sendiri. Dia menolak pinggang dengan handuk kecil yang melilit, menutup tubuh bagian bawahnya saja.

“Ya ampun, Mas. Kamu belum pake baju.” Naza mulai mengomel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia terkejut melihat Alby masih telanjang dada dan hanya menggunakan handuk kecil, bahkan rambutnya masih lepek karena basah. “Sekarang udah jam 7 loh, Mas. Kamu mau berangkat jam berapa?”

“Ya, gimana? Masa mas pake baju, tapi gak pake celana dalam?”

Naza kembali menghela napasnya  Seperti inilah Alby setiap harinya. Kadang, Naza khawatir, bisakah pria itu menjadi ayah dua anak nantinya.

“Udah dicari yang bener belum?”

“Udah, Sayang. Ini buktinya. Mas udah bongkar semua koper.”

Naza menatap semua koper yang terbuka dan berantakan di setiap penjuru kamar. Untuk kesekian kalinya, Naza kembali menghela napasnya. Padahal, matahari belum sepenuhnya terlihat, tapi kesabaran Naza sudah hampir habis. “Aku cari nih, ya. Awas aja! Kalau ada, aku jejelin ke mata kamu!”

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang