22. Alasan & Mobil Truk

13.2K 1.1K 28
                                    

Meski takut, sebetulnya Alby berharap jika Naza hamil lagi. Bayi perempuan sepertinya akan menggemaskan, pikir Alby. Namun, jika dipikir lagi, Noel juga masih sangat kecil. Bayi itu bahkan belum genap 5 bulan. Belum lagi dengan Leon yang sampai sekarang belum mengerti jadi Abang. Entah akan sekacau apa keadaan rumah nantinya. Dengan membayangkannya saja, mampu membuat isi kepala Alby serasa pening dan frustasi.

Lebih-lebih, Alby takut malah Naza yang kewalahan. Terutama, dengan kondisi fisik Naza yang belum lama melahirkan, tapi harus mengandung lagi. Mungkin, akan berdampak besar untuk kesehatan Naza nantinya.

Setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan, Alby baru mengetahui bahwa kehamilan selanjutnya disarankan 24 bulan setelah melahirkan sebelumnya. Risiko jarak hamil terlalu cepat pun ternyata tak main-main. Mulai dari keguguran, bayi meninggal dalam rahim, hingga meninggalnya sang ibu.

Sumpah demi Tuhan, Alby tidak mau hal seperti itu terjadi pada Naza. Sudah cukup sekarang. Keluarga Alby sudah lebih dari sempurna. Cukup dengan Leon, Noel dan Naza. Segalanya sudah cukup.

Makanya, meski mendapat kabar buruk, Alby masih bernapas lega.

“Istri Anda keracunan, Pak.”

Kalimat itu yang membuat Alby bersyukur sekaligus khawatir. Bersyukur Naza karena tidak hamil, tapi khawatir dengan kondisi Naza yang semakin parah.

Sejak tadi, Naza tak henti muntah. Wajahnya hingga membiru. Alby semakin takut saat Naza sempat kejang-kejang dan sesak napas.

Jadi, jangan tanya kenapa sekarang Alby duduk gelisah di samping brankar rumah sakit, menunggu istrinya siuman. Dia tatap wajah Naza yang benar-benar pucat.

“Za ...,” panggilnya pelan.

Perlahan, Naza membuka matanya yang terlihat begitu sayu. Dengan pandangan yang masih buram, pandangan Naza langsung tertuju pada wajah khawatir Alby.

“Mas, anak-anak mana?”

“Sama ibu.”

“Ada ibu?”

Alby hanya mengangguk. Dia malah mengusap wajah Naza. “Masih mual gak?” tanyanya.

“Enggak ... tapi lemes. Serasa gak ada tenaga,” ucap Naza sambil mencoba untuk bangkit dari posisinya. Sesekali, dia meringis, merasakan selang infus yang tertarik. 

“Tidurin aja.”

“Malah pusing, Mas ....”

Dengan telaten, Alby membantu Naza untuk duduk. Dia bahkan ikut duduk di samping Naza agar istrinya itu bisa bersandar.

“Mas, aku gak hamil.” Naza menatap Alby dari samping menyandarkan kepalanya di bahu Alby . “Maaf, Mas pasti pengen punya bayi lagi, ‘kan?”

Alby malah tersenyum. “Noel juga masih bayi, terus Leon. Kamu juga jadi bayi kalo manja. Mas jadi punya tiga bayi,” sahutnya sambil tertawa kecil.

“Mas ... kamu jangan cari perempuan lain buat minta bayi.”

Alby malah menyentil kening Naza. “Pikirannya malah ke sana!”

“Sakit, ih.” Naza mendengus sambil mengusap keningnya. “Harus dicium biar sembuh,” gumamnya pelan.

Perempuan cantik itu menutup matanya, merasakan lembutnya sentuhan bibir Alby di keningnya. “Baru 50% sembuhnya, Mas,” bisiknya.

Naza seketika tertawa saat Alby menciumi seluruh wajahnya. “Udah, Mas, udah. Overload!”

Alby ikut tertawa. “Makanya, jangan mikir yang aneh-aneh. Ucapan itu doa, loh. Mau mas begitu?”

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang