21. Tanggung Jawab & Dua Celup

12.4K 1.1K 35
                                    

“Gue tau, jadi orang baik itu harus, tapi bego jangan, Alby!” Harsa berteriak di tengah rumah. Pria itu sengaja datang ke rumah Alby setelah mendengar kabar tentang kasus perusahaan Rigelton. “Masa, gara-gara anaknya sakit, lu cabut laporannya!”

Sekali lagi, Harsa menatap Alby yang tengah duduk tenang bersama Leon dan Noel. Entah sudah berapa kali Harsa memijat pelipisnya dengan frustasi. “Aduh, gak ngerti lagi dah gua!” erangnya.

“Om Halsa! Gak boleh teliak sama yaya!” Bukannya Alby, malah Leon yang membalas teriakan pria berkulit sawo matang itu. Leon berdiri di depan Harsa sambil mengangkat telunjuknya. Kepalanya juga ikut menggeleng. “Nggak boleh!” katanya.

“Iya, Leon. Tapi, ayah kamu itu begonya gak ketulungan,” sahut Harsa menggebu-gebu.

“Bang Harsa, bahasanya tolong dikondisikan!” Naza langsung menimpali dari arah dapur.

“Maaf, keceplosan, Za.” Harsa meringis canggung. Dia kembali duduk di depan Alby, menatap sang sahabat sambil menggeleng-gelengkankan kepalanya. “Tapi, seriusan, By. Lu cabut lagi laporannya?” tanyanya.

Alby malah asyik bermain dengan Noel. Dia memberikan telunjuknya agar Noel genggam, kemudian mengangguk sambil tersenyum tipis. “Iya. Gak jadi ke pengadilan,” jawabnya

“Terus?” tanya Harsa.

“Ya ... nggak terus-terusan.”

“Hah?!” Sumpah Harsa makin tak mengerti. “Maksudnya! Lu damai aja gitu, setelah perusahaan lu hampir bangkrut karena tuh penipu gak tau diri?”

Lagi-lagi, Alby tersenyum. “Damai, tapi dengan syarat.”

“Syarat?”

Alby mencebik. Baru saja dia akan menjelaskan, Leon lebih dulu mengalihkan perhatian Alby.

Leon memegang kedua lutut Alby dengan tatapan polos penuh pertanyaan.“Ayah, begonya itu apa?” tanyanya.

“Bukan apa-apa. Gak ada artinya, jadi jangan diikutin,” jawab Alby. Dia usap rambut gondrong si sulung dengan lembut. “Tolong ambilin tas ayah di sana.”

Leon langsung menoleh, melirik tas hitam ayahnya di tas nakas samping pintu kamar. “Itu?” tanyanya.

Alby mengangguk. “Iya, tolong ambilin, ya.”

“Belat.”

“Enggak. Nggak berat.”

Dengan langkah mungil yang menggemaskan, Leon berlari kecil dan sesekali berjingkrak. Dia berlagak kesulitan saat membawa tas kecil berisi kertas itu. “Aduh, belat,” katanya.

“Bisa banget.” Alby mencibir sambil tersenyum gemas. Dia ambil tas itu dan merogoh sebuah berkas di sana, lalu memberikannya pada Harsa. “Lu bisa komentar setelah baca itu,” ucapnya.

Meski cukup bingung, Harsa ambil berkas berjilid hijau itu. Ternyata, isinya pakta integritas antara Heru dan Rigelton beserta surat perjanjian antara Heru dan Alby, ditambah dengan surat perjanjian antara Naza dan Laila.

Semakin dibaca, semakin Harsa terperangah. Dagunya hampir jatuh karena setiap kalian yang dibacanya. “Wah, gila! Otak bisnis emang beda. Gue jadi takut kalau berurusan sama, lu,” gumamnya.

Alby tertawa kecil. “Namanya juga kesepakatan, harus menguntungkan kedua belah pihak. Tapi, karena gue udah rugi, berarti dia juga harus rugi, dong.”

“I-iya sih.” Harsa ikut tertawa canggung.

“Itu kemauan mereka, kemauan istrinya, sih. Jadi, istrinya punya start up web builder. Dia alihkan kepemilikannya atas nama Naza. Terus, sisa kerugian Rigelton berubah jadi utang.”

Leon gak mau jadi Abang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang