Ruangan di lantai lima gedung L Entertaiment dipenuhi dengan studio rekaman untuk artist-artist mereka berkarya. Lisa duduk di dalam studio, dikelilingi oleh dinding remang-remang yang dihiasi oleh piringan hitam yang tak terhitung jumlahnya, mengingatkannya akan potensi yang masih ada di udara. Dengungan lembut dari audio mixer dan dengungan samar lampu neon berpadu sempurna dengan antisipasi yang membuncah di dadanya.
Saat jari-jarinya meluncur dengan lembut di atas tuts grand piano, melodi awalnya bergema ke seluruh ruangan, mengisi ruang dengan melankolis yang lembut. Setiap nada dibuat dengan hati-hati, suaranya berbaur dengan sapuan samar dari ujung jarinya yang gemetar. Dengan setiap penyesuaian yang halus, Lisa dapat mendengar melodi menjadi hidup, mengalir melalui ruang kosong. Irama itu berdenyut di pembuluh darahnya. Dia hampir bisa melihat melodi itu mulai terbentuk, bertransformasi dari ide yang halus menjadi sebuah karya seni yang nyata.
Produsernya, Mark, bersandar pada konsol, ekspresinya menunjukkan konsentrasi penuh saat ia mendengarkan dengan saksama.
Setelah permainan selesai, Lisa menolah "Bagaimana?" tanya Lisa menatap Mark yang terhanyut dalam konsentrasi.
Mark memiringkan kepalanya, kerutan bingung muncul "Warnamu berubah" Mark berkomentar, "Ini tidak seperti nadamu yang biasanya"
"Apakah kau yakin melodi ini untuk lagu False God? Tidakkah menurutmu nada ini terlau menyedihkan untuk lagu cinta?"
Lisa terdiam, jari-jarinya membeku di atas tuts saat ia mempertimbangkan kata-kata Mark "Kau berpikir seperti itu?"
Mark mengangguk, tangannya kembali membuka lirik yang telah Lisa siapkan untuk melodi yang dia mainkan barusan "Lirik yang kau tulis untuk lagu ini tidak menunjukan kesedihan sama sekali. Penggambaran lirik ini justru terlihat sangat bahagia" jelas Mark mengusap dagunya seraya berpikir keras "Kau tau, setiap lagu yang kau tulis sebelumnya tidak pernah menggambarkan perasaan cinta yang seperti ini. Semua lagu cintamu sering kali hanya menceritakan seseorang yang mencintaimu, bagaimana perasaannya padamu, dan bagaimana dia memperlakukanmu. Tapi kau tidak pernah menulis lagu cinta dari sudut pandangmu, ini pertama kalinya"
"Kau terlihat begitu bahagia dan jatuh cinta dalam lirik ini. Literally crazy in love. Apakah kau yakin ingin memadukan perasaan bahagia ini dengan melodi yang mengandung kesedihan?"
Alis Lisa berkerut saat dia merenungkan pengamatan Mark. Dia melihat lirik yang telah dia tuangkan ke dalam hatinya, menggambarkan cinta yang begitu murni dan dalam, dan rasanya seolah-olah sebuah cermin sedang dipegang ke jiwanya.
Lisa menghela nafas, mengenggelamkan kepalanya pada tumpuan tangannya "Sejujurnya, aku tidak tau akan membawa lagu ini kemana" aku Lisa mengusap dahinya pening "Ini pertama kalinya aku tidak yakin nada apa yang tepat menuangkan perasaan yang ingin aku sampaikan" keraguannya terasa di udara.
Mark, dengan pengalamannya selama bertahun-tahun, mencondongkan tubuhnya ke depan, mengangkat tangannya ke dagu. Dia terus mengamati Lisa, matanya penuh dengan pengertian. Dia telah bekerja dengannya selama bertahun-tahun, dan dia tahu bahwa lagu ini berbeda dengan gaya Lisa yang biasanya.
"Apakah kau menulis lagu ini untuk seseorang?"
Lisa berhenti sejenak, matanya terpaku pada tuts-tuts piano. Dia menarik napas dalam-dalam, suaranya nyaris tak terdengar seperti bisikan. "Ya," akhirnya dia mengakui, menghela nafas. "Aku berjanji pada seseorang akan menulis lagu untuknya dan tentangnya"
"Ahh" Mark tertawa kecil "Aku jadi sangat ingin bertemu seseorang yang berhasil membawa dilemma dalam hidupmu"
Lisa mendengus "You're a bitch" (Kau menyebalkan)
KAMU SEDANG MEMBACA
Escaping the Limelight ✔
FanfictionLalisa Marie Eastwood, yang dikenal dunia sebagai Lalisa Eastwood, pernah menjadi salah satu nama terbesar di dunia hiburan. Seorang penyanyi dan aktris, dia berada di pada puncak dan dipuja oleh jutaan penggemar. Tapi setelah red carpet yang membaw...