26

753 126 13
                                    


Sejak kapan Joshua memanggil Lisa dengan sebutan Marie?

20 Mei 2020

Joshua masih ingat dengan detail. 

Itu kali pertama ketika dia melihat Lisa, dunianya hancur.




Seperti hari sebelumnya, Joshua disibukkan dengan tugas-tugas kuliah yang entah mengapa tidak pernah berkurang. Berbeda dengan ketika mereka masih di sekolah menengah, baik Lisa, Joshua dan Kenji tidak terlalu sering bersama seperti biasanya. Namun mereka tetap menyediakan waktu untuk sekedar duduk bersama atau makan di kantin kampus untuk mencari makanan terbaik pada fakutas masing-masing.

Semenjak kepergian Kenji, sangat jarang Joshua berpapasan dengan Lisa, padahal mereka berada di fakultas yang sama. Ini diperburuk dengan fakta bahwa Lisa mengambil cuti tanpa dia ketahui.

Dia mengambil kuncinya dan bergegas keluar dari pintu. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai pikiran tentang apa yang mungkin terjadi. Apakah sesuatu telah terjadi pada Lisa? Apakah dia dalam bahaya? Dia mencoba menyingkirkan skenario terburuk dan fokus untuk mencapai tempat Lisa secepat mungkin.

Ketika Lisa memilih untuk menyewa apartement untuk memudahkan aksesnya ke kampus, Joshua memilih untuk pulang pergi meskipun jarak yang agak melelahkan. Asrama kampus sangat tidak cocok untuk dirinya dan Joshua tidak masalah selama dia diberikan akses mobil.

Dengan jarak yang tidak jauh dari kampus, Joshua berhasil tiba dalam waktu singkat. Gedung apartemen Lisa sangat tenang dan sederhana. Joshua menaiki tangga menuju unitnya, tidak ingin menunggu lift. Saat dia naik semakin tinggi, hatinya berdebar-debar karena khawatir dan mengantisipasi apa yang akan dia temukan saat sampai di sana. Akhirnya, dia sampai di depan pintu dan mengetuk dengan keras.

Lisa tidak membuka pintu. Joshua mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras, tapi tetap tidak ada jawaban. Dia bisa mendengar suara gemerisik dari dalam apartemen, seperti suara keran air yang menyala. Joshua mencoba gagang pintu, setengah berharap pintu itu terkunci, tapi ternyata tidak. Pintu terbuka dengan sedikit derit dan Joshua mengintip ke dalam. Apartemen itu gelap, dan tirainya tertutup rapat.

"Lisa?" panggilnya seiring menjangkau saklar lampu.

Tidak ada jawaban. Joshua ragu-ragu sejenak, lalu melangkah masuk, menutup pintu dengan pelan di belakangnya.

"Lisa? Kau tidak mengunci pintu depanmu!" ujarnya lagi berharap mendapatkan jawaban.

Saat Joshua berdiri di dalam apartemen yang gelap, ia merasakan perasaan tidak nyaman yang merayap menyelimutinya. Suara air yang mengalir semakin keras, dan dia perlahan-lahan berjalan menuju sumber suara. Saat dia memasuki kamar mandi, dia melihat Lisa merosot di atas bak mandi, tampaknya tidak sadarkan diri.

Seluruh tubuh Lisa tenggelam, termasuk daerah kepalanya. Tanpa ragu-ragu, Joshua bergegas ke sisinya dan memeriksa denyut nadi - lega saat menemukannya. Dia segera mematikan air yang mengalir, karena takut bak mandi meluap, dan mengangkat Lisa keluar dari bak mandi.

Joshua memang terlihat tenang, namun tangannya bergetar hebat saat ini. Dia menyalakan penghangat ruangan. Dia tidak tau apa yang harus dilakukan pada baju basah yang dipakai Lisa, dia memutuskan untuk menutupi tubuh Lisa dengan handuk kering.

"Lisa! Lisa, bangun!" Joshua memanggil sambil mencoba membangunkannya dengan lembut. Dia merasa detak jantungnya semakin cepat, mencoba untuk tetap tenang dalam situasi yang darurat.

Lisa merintih lemah, matanya masih terpejam dengan bibir yang sangat pucat.

Hati Joshua berdegup kencang dan ia segera memeriksa kondisi Lisa. Dia tahu bahwa Lisa sudah cukup lama berada di dalam air dan bibirnya mulai membiru. Dengan perasaan terdesak, dia segera mengeluarkan ponselnya dari saku dan mulai mencari lokasi rumah sakit terdekat. Segera setelah dia menemukan alamatnya, dia menjemput Lisa dan membawanya ke mobilnya.

Escaping the Limelight ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang